SuaraJabar.id - Ribuan buruh garmen di Barat kehilangan pekerjaan. Pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terjadi akibat banyak pabrik garmen yang memutuskan pindah ke daerah lain yang memiliki upah minimum kota (UMK) yang lebih rendah.
Hal ini diungkapkan Ketua Paguyuban Buruh Garmen Jawa Barat (PBGJB) Agung. Menurutnya, mereka akan mengadukan nasib yang dialami 300 ribu buruh garmen ke Kementerian Ketenagakerjaan di Jakarta pada Senin (1/2/2021) pekan depan karena pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
“Beberapa tahun ini ribuan rekan kami buruh pabrik garmen di Jawa Barat yang bekerja di sektor padat karya menjadi pengangguran akibat relokasi pabrik ke daerah lain, atau bahkan ditutup,” kata Ketua PBGJB Agung melalui pernyataan di Jakarta, Kamis (29/1/2021).
Menurut Agung, mereka sebenarnya sudah siap untuk mengerahkan ribuan anggota paguyuban untuk melakukan demonstrasi agar aspirasi mereka didengar demi perjuangan untuk menyambung periuk nasi, untuk membayar kontrakan serta kehidupan sehari-hari untuk keluarga.
Baca Juga: Kasus Covid-19 di Jabar Meroket, 4.532 Positif dan 200 Meninggal Hari Ini
“Tapi berhubung kondisi pandemi Covid-19, pihak kepolisian hanya mengijinkan 30-50 orang saja untuk mengikuti aksi, sementara pihak Kemenaker meminta 10 orang perwakilan untuk dialog,” katanya.
Agung mengatakan bahwa ia meminta perhatian dari pemerintah, khususnya kepada para buruh di pabrik garmen dengan memperlakukan kebijakan yang lebih berpihak kepada industri padat karya yang memperkerjakan ratusan ribu buruh berpendidikan rendah.
Sementara itu Sekretaris PBGJB Azizah mengakui bahwa sudah ribuan rekan-rekannya yang mengalami PHK akibat pabrik yang tutup akibat tidak mampu menanggung beban Upah Minimum Kabupaten (UMK).
“Kami hanya bisa bekerja di garmen karena pendidikan kami yang rendah dan perusahaan mana yang bersedia mempekerjakan kami selain pabrik garmen yang padat karya,” katanya.
Bersama sama dengan para pengurus lainnya yang terdiri dari dari berbagai pabrik garmen. Agung dan Azizah meminta dengan sangat agar pemerintah cepat tanggap melihat kondisi yang dilematis ini dan menuangkan dalam rancangan peraturan pemerintah tentang pengupahan yang pro industri padat karya untuk buruh garmen.
Baca Juga: Jaga-jaga Jawa Barat Gempa Besar karena Sesar Lembang, Siapkan Ini
”Kami tidak butuh UMK yang tinggi, yang kami butuhkan kami tetap bisa bekerja. Itu saja. Selama ini UMK juga ditetapkan tinggi tinggi, tapi praktiknya tidak bisa dijalankan bahkan malah pabrik banyak tutup,” kata Agung.
Berita Terkait
-
Dulu Hitam Kini Putih: Transformasi Pakaian Dedi Mulyadi dan Makna di Baliknya
-
Jadwal Pemutihan Pajak Kendaraan Jawa Barat 2025, Cek Info Bebas Denda dan Caranya
-
7 Fakta Pemutihan Pajak Kendaraan Jawa Barat 2025, Jangan Sampai Terlewat
-
Kang Dedi Mulyadi Liburkan PKL di Bandung Sebulan dengan Bayaran Berlipat
-
Biadab! Dokter Residensi Unpad Tersangka Perkosa Pasien: Modus Cek Darah Keluarga
Terpopuler
- 10 Transformasi Lisa Mariana, Kini Jadi Korban Body Shaming Usai Muncul ke Publik
- Daftar Pemain Timnas Belanda U-17 yang Gagal Lolos ke Piala Dunia U-17, Ada Keturunan Indonesia?
- Titiek Puspa Meninggal Dunia
- Gacor di Liga Belanda, Sudah Saatnya PSSI Naturalisasi Pemain Keturunan Bandung Ini
- Eks Muncikari Robby Abbas Benarkan Hubungan Gelap Lisa Mariana dan Ridwan Kamil: Bukan Rekayasa
Pilihan
-
Momen Timnas Indonesia U-17 Gendong ASEAN Jadi Pembicaraan Media Malaysia
-
Terbang ke Solo dan 'Sungkem' Jokowi, Menkes Budi Gunadi: Dia Bos Saya
-
6 Rekomendasi HP Murah dengan Kamera Beresolusi Tinggi, Terbaik April 2025
-
Harga Emas Terbang Tinggi Hingga Pecah Rekor, Jadi Rp1.889.000
-
Dari Lapangan ke Dapur: Welber Jardim Jatuh Cinta pada Masakan Nusantara
Terkini
-
Warung Makan Bu Sum di Beringharjo Makin Laris Berkat BRI
-
Transformasi Digital: KB Bank Segera Beralih ke Sistem NGBS
-
Tragedi di RSHS, Dokter Residensi Rudapaksa Keluarga Pasien! Ini Fakta yang Diungkap Polisi
-
BRI UMKM EXPO(RT) 2025 Sukses Bawa Parfum Produksi Sidoarjo Go Global: Korea, Amerika, dan Nigeria
-
Modal Semangat dan Keberanian, Suryani Buktikan Perempuan Bisa Naik Kelas