SuaraJabar.id - Tidak hanya orang dewasa yang mengalami depresi atau stres. Namun anak-anak rupanya juga bisa megalami hal tersebut.
Apalagi kebahagian anak-anak saat ini berkurang karena pandemi COVID-19. Stres berpotensi terjadi pada anak-anak.
Psikolog klinis anak dan keluarga dari Halodoc, Samanta Elsener mengatakan bahwa anak tidak seperti orang dewasa yang dapat mengungkapkan perasaannya dengan mudah. Oleh karenanya, orangtua harus peka terhadap perubahan perilaku anak, bisa jadi ia sedangan mengalami depresi atau stres.
"Kita benar-benar harus bisa melihat dari perilakunya, apa yang berubah dari anak," ujar Samantan dilansir dari ANTARA Sabtu (24/7/2021).
Baca Juga: Anak-anak di Jateng Mulai Divaksin, Ganjar: Bisa Cepet Kembali Belajar
Gejala umum yang menunjukkan anak mengalami gangguan kesehatan mental di antaranya adalah emosi naik-turun, tidak mau sekolah (jika sudah usia sekolah), demotivasi, pola tidur berubah dan tiba-tiba pilih-pilih makanan.
Di sini, peran orangtua adalah memastikan bahwa kebutuhan anak bisa terpenuhi dan emosinya tersalurkan. Orangtua juga harus bisa berkomunikasi dengan anak dengan bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami.
"Mau enggak mau ya orangtua harus jeli melihat kebutuhan anak, anak butuhnya apa sih, apakah kalau cranky aja kita udah bisa kita klasifikasikan sebagai anak yang lagi stres atau dia mengalami fase-fase sensory meltdown (tantrum) atau kelebihan informasi-informasi yang diproses di otak tengah," kata Samanta.
Samanta juga menyebutkan beberapa gejala lain yang lebih berat saat anak mengalami gangguan kesehatan mental seperti mulai ngompol padahal sudah lulus toilet training hingga melakukan sleep walking atau tidur berjalan.
"Itu indikasi ada kecemasan yang dirasakan oleh anak dan mengganggu dirinya. Lalu ada juga kondisi-kondisi yang mereka banting-banting barang, biasanya enggak pernah terus sekarang banting barang," ujar Samanta.
Baca Juga: 3 Kebiasaan Sederhana Ini Bisa Bikin Kamu Awet Muda!
Jika beberapa gejala di atas dialami oleh anak, maka orangtua disarankan untuk melakukan konsultasi ke psikolog atau psikiater.
"Tantangan-tantangan ini tidak hanya dialami oleh para orangtua di situasi pandemi. Orangtua sebaiknya mencari informasi terus, jangan yang enggak akurat tapi yang valid. Kalau dirasa informasinya kurang tolong jadwalkan dengan ahlinya agar bisa mendapatkan penanganan yang sesuai," katanya.
Berita Terkait
-
4 Ramuan Warisan Nenek Moyang yang Terbukti Redakan Depresi Ringan
-
7 Obat Herbal Indonesia yang Terbukti Ampuh Atasi Stres dan Kecemasan
-
CoComelon Sing A-Long Live Hadir di Indonesia
-
Mengenal Fangirling Sebagai Coping Mechanism untuk Bertahan Hidup
-
Post-Holiday Blues Hantui Setelah Lebaran? Ini Gejala dan Cara Mengatasinya
Terpopuler
- Marselino Ferdinan Dicoret Patrick Kluivert! Ini 3 Calon Penggantinya di Timnas Indonesia
- 17 HP Xiaomi Ini Tidak Didukung HyperOS 2.1, Ada Perangkatmu?
- Sebut Pegawai Luhut Sosok Asli di Foto Ijazah UGM, Roy Suryo: Saya Pastikan 99,9 Persen Bukan Jokowi
- 8 Kode Redeem FF Hari Ini 14 April 2025 Masih Aktif Siap Dipakai, Klaim Sekarang!
- Ini Syarat Pemutihan Pajak Kendaraan 2025, Warga Jateng Siap-siap Bebas Denda!
Pilihan
-
Gaikindo Peringatkan Prabowo soal TKDN: Kita Tak Ingin Industri Otomotif Indonesia Ambruk!
-
Piala Dunia U-17 2025: Perlunya Tambahan Pemain Diaspora di Timnas Indonesia U-17
-
Perhatian! Harga Logam Mulia Diprediksi Akan Terus Alami Kenaikan
-
Baru Masuk Indonesia, Xpeng Diramalkan Segera Gulung Tikar
-
Profil Helmy Yahya yang Ditunjuk Dedi Mulyadi jadi Komisaris Independen Bank BJB
Terkini
-
Kain Tenun Ulos Kebanggaan Indonesia Sukses Tembus Pasar Amerika Serikat Berkat Klasterkuhidupku BRI
-
Berdayakan UMKM Go Global, BRI Hadirkan Binaannya di FHA-Food & Beverage 2025 Singapura
-
Bersinergi dengan BPKH dan Kemenag, BRI Sediakan Banknotes untuk Living Cost Jemaah Haji 2025
-
Direktur Utama BRI Hery Gunardi Jadi Ketum PERBANAS 20242028, Punya Berbagai Karir Cemerlang
-
Keberlanjutan Kinerja Jangka Panjang, BRI Siapkan Dana Rp3 triliun untuk Buyback Saham