SuaraJabar.id - Dedi Mulyadi dikenal sebagai pejabat publik yang kerap mempublikasikan kegiatannya ke sosial media.
Tak sedikit yang menyebut video yang terekam dan dipublikasikan di channel YouTube anggota DPR RI itu sebagai bentik pencitraan.
Kekinian, Dedi Mulyadi membuat pengakuat mengejutkan mengenai anggapan pencitraan itu.
“Ya benar itu pencitraan, karena setiap pejabat publik harus punya citra dan citra itu harus dilakukan konsisten, bukan pura-pura atau dadakan," kata Dedi menanggapi pro-kontra tentang konten YouTube-nya, di Purwakarta, Jawa Barat, Kamis (30/12/2021) dikutip dari Antara.
Ia mengakui ada pro-kontra terkait konten YouTube-nya. Bahkan tak sedikit yang menilai hal tersebut sebagai pencitraan. Namun, ia menyebutkan semua yang ia lakukan dan dipublish di YouTube tidak dibuat rencana.
“Jadi kalau ada orang yang bilang buat konten, saya mah tidak pernah bikin konten. Yang ada hanyalah perjalanan yang direkam oleh kamera kemudian diposting,” kata Dedi.
Mantan Bupati Purwakarta ini mengatakan, hal tersebut dilakukan karena kini sudah memasuki abad digital, sehingga setiap kegiatan dan pekerjaan bisa dilihat langsung oleh masyarakat.
“Kita sebagai pejabat publik kalau tidak mempublikasikan apa yang dilakukan, nanti dianggap tidak ada kerjaan,” katanya.
Ditanya tentang penilaian yang dilakukan sebagai bentuk pencitraan. Ia membenarkannya.
Baca Juga: Menag Yaqut Copot 4 Dirjen Kemenag, Ini Alasannya
“Benar itu pencitraan, karena setiap pejabat publik harus punya citra dan citra itu harus dilakukan secara konsisten bukan pura-pura. Ada kamera pura-pura pungut sampah, ada kamera pura-pura peluk orang miskin, di depan kamera empatinya tinggi, bukan begitu. Tapi ada kamera atau tidak, ya tetap kita melakukan apa yang menjadi tradisi hidup kita,” katanya pula.
Pada akhirnya citra tersebut akan terbangun dari mulut ke mulut. Dalam bahasa Sunda, Dedi menyebutnya dengan istilah 'sabiwir hiji'
“Dalam Sunda itu jadi sabiwir hiji, menjadi satu cerita tokoh yang diceritakan banyak orang. Itu dalam ilmu politik sekarang disebut popularitas,” kata dia lagi.
Menurut dia, popularitas itu populer, kalau sudah punya popularitas harus punya elektabilitas. Nah kalau punya elektabilitas punya keterpilihan. Punya keterpilihan itu berarti mengenal, menyukai dan memilih.
"Lalu memilihnya karena apa, karena citra yang dibangun setiap waktu,” ujar Dedi pula.
Ia mengatakan, apa yang dilakukan saat ini sudah berlangsung sejak ia masih sebagai anggota DPRD Kabupaten Purwakarta, dan bukan baru-baru ini. Hanya saja kegiatan tersebut baru dibuat video dan diposting baru-baru ini.
Berita Terkait
-
Bahas Aset Negara, Dedi Mulyadi Sambangi KPK
-
KDM Tegaskan Alih Fungsi Lahan Jadi Dalang Banjir di Bandung
-
Dedi Mulyadi Datang ke KPK: Ada Apa dengan Sungai dan Hutan Jabar?
-
Sri Sultan HB X: Melawan Korupsi Dimulai dari Perkelahian Batin Seorang Pejabat
-
Tegas, Iko Uwais Tepis Isu Pencitraan dalam Film Timur
Terpopuler
- 4 Daftar Mobil Bekas Pertama yang Aman dan Mudah Dikendalikan Pemula
- 6 Rekomendasi Mobil Bekas Kabin Luas di Bawah 90 Juta, Nyaman dan Bertenaga
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- Calon Pelatih Indonesia John Herdman Ngaku Dapat Tawaran Timnas tapi Harus Izin Istri
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
Pilihan
-
CERPEN: Liak
-
Rencana KBMI I Dihapus, OJK Minta Bank-bank Kecil Jangan Terburu-buru!
-
4 Rekomendasi HP 5G Murah Terbaik: Baterai Badak dan Chipset Gahar Desember 2025
-
Entitas Usaha Astra Group Buka Suara Usai Tambang Emas Miliknya Picu Bencana Banjir Sumatera
-
PT Titan Infra Sejahtera: Bisnis, Profil Pemilik, Direksi, dan Prospek Saham
Terkini
-
Rencana Dedi Mulyadi Ganti Konsultan Pengawas dengan Mahasiswa Tuai Kecaman Keras
-
Mitra MBG Disentil Keras, Diwajibkan Sumbang 30 Persen Laba untuk Sekolah
-
Minggir Dulu Lembang! Ini 4 Surga Wisata Alam Kabupaten Bandung Selatan untuk Healing Akhir Tahun
-
AgenBRILink Permudah Akses Layanan Perbankan bagi Masyarakat di Perbatasan
-
Sindiran Menohok Dedi Mulyadi Pasca Banjir Bandang: Belanda Tinggalkan Gedung Kokoh, Kita Apa?