Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Kamis, 06 Januari 2022 | 15:20 WIB
ILUSTRASI - Simulasi gempa Sesar Lembang di Desa Cigugur Girang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat pada Jumat (17/9/2021). [Simulasi Bencana Sesar Lembang]

SuaraJabar.id - Kota Bandung disebut sebagai wilayah yang 'beruntung' berkenaan dengan potensi gempa. Kendati begitu, kewaspadaan terhadap semua bencana, termasuk bencana geologi tersebut jangan sampai menjadi lengah apalagi diabaikan.

Koordinator Mitigasi Gempa Bumi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Supartoyo menjelaskan, Kota Bandung disebut beruntung karena tidak dilalui jalur patahan aktif.

Pernyataan itu ia sampaikan saat menjadi pembicara dalam acara bertajuk Meminimalisir Kerugian Bencana Geologi melalui Pemetaan Patahan Aktif', digagas oleh Museum Geologi, di Kota Bandung, Kamis (6/1/2022).

"Kota Bandung masih ada untungnya. Untungnya, di Kota Bandung ini tidak dilalui jalur patahan aktif. Untuk Sesar Lembang, dia kan tidak melewati Kota Bandung," katanya.

Baca Juga: Kamis 6 Januari 2022, Tercatat Empat Kali Gempa Letusan Gunung Semeru

Lain kondisi dengan wilayah Kabupaten Bandung Barat. Supartoyo kembali mengingat, bahwa disinyalir terdapat pemukiman-pemukiman yang berada tepat di atas garis Sesar Lembang. Oleh karena itu, pola tata ruang di wilayah tersebut harus dievaluasi.

"Untuk wilayah Kabupaten Bandung Barat mau tidak mau edukasi dan evaluasi pola ruang harus dilakukan," jelasnya.

Pemukiman warga Warga Kampung Muril, RW 15, Desa Jambudipa, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat (KBB) yang berada sangat dekat dengan Sesar Lembang. [Suara.com/Ferrye Bangkit Rizki]

Menimbang Tata Ruang Bandung

Kembali ke Kota Bandung. Supartoyo menilai, awalnya tata ruang di Kota Bandung belum optimal dalam memperhitungkan faktor kebencanaan. Tetapi Kekinian, katanya, sudah mulai mempertimbangkan faktor tersebut.

"Awalnya memang apa yang ada di RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kota Bandung itu belum begitu optimal untuk memperhitungkan faktor dari kebencanaan. Namun, setelah adanya revisi dari RTRW atau bahkan RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) ini, potensi bencana, termasuk bencana geologi, bencana gempa bumi, sudah mulai dipertimbangkan," jelasnya.

Baca Juga: Oknum Prajurit TNI Penabrak Dua Sejoli di Garut Segera Diseret ke Meja Hijau

Asdani Suhaemi dari Pusat Survei Geologi menambahkan, daerah Bandung sendiri terbentuk oleh sistem patahan, ke empat arah mata angin Bandung dikungkung sejumlah patahan.

"Patahan Lembang di utara, di selatan kita sebut Patahan Gunung Geulis, di sebelah timur Patahan Cicalengka, dan di sebelah barat Patahan Lagadar," jelasnya.

Obat Mujarab Gempa Bumi

Meski diakui pelik, kata Supartoyo, pembenahan pola tata ruang wilayah sangat mendesak untuk dilakukan jika ingin mengurangi risiko bencana gempa bumi. Selain itu, kapasitas akan pemahaman kebencanaan masyarakat dan pemerintah harus terus ditingkatkan.

Upaya mitigasi harus dilakukan sedini mungkin, mengingat bencana gempa bumi khususnya terkait waktu, lokasi dan besaran guncangan, hingga saat ini muskil diprediksi.

"Hanya itu obat mujarabnya, upaya mitigasi dan penataan ruang untuk mengurangi risiko bencana gempa bumi," katanya.

"Pemahaman seperti ini sudah wajib diterapkan untuk pengurangan risiko bencana," ia melanjutkan.

Senada, Asdani turut menggarisbawahi mitigasi dan tata ruang. Ia berulang kali mengingatkan, bangunan-bangunan, appalagi bangunan vital, jangan diletakkan di daerah yang memiliki kerentanan sangat tinggi. Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan harus memperhatikan peta patahan-patahan aktif.

"Rumah sakit, misalnya. Itu tidak boleh rusak kalau terjadi gempa, boleh dia rusak, tetapi tidak boleh fatal, sebab di rumah sakit tidak semua orang bisa lari kalau gempa. Kebijaksanaan daripada kita mengatur ruang itu di sana. Kita harus meletakkan bangunan itu tidak di wilayah kerentanan tinggi, harus di yang paling rendah," tandasnya.

Kontributor : M Dikdik RA

Load More