Scroll untuk membaca artikel
Galih Prasetyo | Yaumal Asri Adi Hutasuhut
Selasa, 04 Oktober 2022 | 19:20 WIB
Mochamad Iriawan atau Iwan Bule memberi paparan. (pssi.org)

SuaraJabar.id - Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 pasca laga Arema vs Persebaya menewaskan ratusan orang. Buntut dari tragedi ini, desakan untuk ketua umum PSSI, Mochamad Iriawan alias Iwan Bule mundur terus disuarakan publik.

Terkait desakan untuk Iwan Bule mundur sebagai ketum PSSI menurut Pengamat sepak bola Indonesia dari Save Our Soccer (SOS) Akmal Marhali bisa dilihat dari sikap yang ditunjukkan oleh Azwar Anaz yang mundur sebagai ketum PSSI pada 1998.

Konteksnya memang berbeda, namun menurut Akmal, Iwan Bule bisa mencontoh Azwar Anaz yang mundur setelah kasus sepak bola gajah yang merebak pada Piala Tiger 1998.

Sebagai bentuk pertanggung jawaban pada kasus tersebut, Azwar Anaz yang jadi ketum PSSI selama 6 tahun memutuskan untuk mundur.

Baca Juga: Arogansi Polisi Indonesia yang Disorot The New York Times di Tragedi Kanjuruhan

"Kalau Pak Azwar Anaz saja seperti itu (mengundurkan diri), yang tidak memakan korban jiwa, beliau seperti itu (mundur). Apalagi ini yang memakan korban jiwa, kan gitu," kata Akmal.

Ditegaskan oleh Akmal, peristiwa kelam di Kanjuruhan sudah sepatutnya menjadi tanggung jawab dari PSSI dan Iwan Bule sebagai ketuanya.

"Artinya gini, kalau saya ketua PSSI hari ini, saya kan tidak bisa maksa pendapat saya ke Pak Iwan Bule. Kalau saya Ketum PSSI, saya akan mengundurkan diri. Saya akan menyatakan saya mundur. Tetapi saya akan tetap bertanggungjawab dengan kasus-kasus yang telah terjadi, kalau ada tindak pidana hukum yang harus saya jalankan kan gitu," jelas Akmal.

"Jadi saya tidak secara spesifik meminta dia mundur, jadi saya kasih ilustrasi saya saja. Kalau saya, saya mundur. Kalau Pak Azwar Anaz dia mundur, artinya Pak Iwan Bule titik titik gitu," tambahnya.

Komdis PSSI soal Jumlah Penonton di Kanjuruhan

Baca Juga: Sebut Data Penonton di Kanjuruhan Tak Jelas, Komdis PSSI Sarankan Stadion-Stadion Pakai Kursi Tunggal

Sementara itu, Ketua Komite Disiplin (Komdis) PSSI Erwin Tobing mengatakan jumlah penonton yang hadir di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10), saat terjadinya kerusuhan yang menewaskan 125 orang dan melukai ratusan lainnya, tidak jelas.

"Tribun penonton di Kanjuruhan belum 'single seat' (kursi tunggal-red) sehingga tidak terukur. Inilah yang membuat ada pihak yang mengatakan 40 ribu atau 45 ribu orang di sana," ujar Erwin.

Ditambahkan Erwin, ketidakjelasan itulah yang membuat pihaknya tidak bisa memastikan apakah kapasitas Stadion Kanjuruhan pada laga Liga 1 Indonesia 2022-2023 Arema FC versus Persebaya melebihi batas atau tidak.

Komdis PSSI pun menyalahkan panitia pelaksana pertandingan Arema FC atas kesimpangsiuran data penonton tersebut.

Meski begitu, Erwin pun memberikan masukan agar ke depan stadion-stadion di Indonesia menggunakan kursi tunggal dan pendataan tiket yang akurat.

Sementara anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI Ahmad Riyadh menyampaikan bahwa panpel Arema FC mengaku menjual 42 ribu tiket pertandingan dari 45 ribu kapasitas maksimal.

Ahmad menambahkan, pihak kepolisian sempat mengimbau agar panpel hanya menjual tiket sebanyak-banyaknya 75 persen dari jumlah penonton maksimal.

Load More