Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Minggu, 01 Desember 2019 | 18:00 WIB
Cangkul hasil perajin logam Desa Cibatu, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi. [Sukabumi Update]

Sedangkan, bekas drum sebagai bahan cangkul menjadi alternatif pilihan. Biasanya, dia mengemukakan, pengguna bekas drum merupakan pandai besi yang masih tradisional. Para pandai besi ini sama sekali tidak menggunakan mesin dan jumlah cangkul yang diproduksi pun tidak banyak.

"Sama sekali tidak menggunakan mesin kecuali menggunakan martil. Sehari itu paling banyak dua sampai lima (cangkul yang diproduksi pandai besi). Yang sekarang itu, para pandai besi di Cibatu tidak terlalu banyak karena tidak ada regenasi," jelas Asro.

Meskipun dengan drum bekas, tapi ada proses yang membuat cangkul tersebut kuat.

"Biasanya mereka yang bikin seperti itu disepuh lagi agar kekuatan (cangkulnya) sesuai kebutuhan," jelasnya.

Baca Juga: Sepanjang Tahun Ini Cangkul Impor Asal China Capai 297 Ribu Kg

Mengenai Krakatau Steel, Asro mengatakan, sistem penjualan Krakatau Steel ke UKM sama dengan penjualan ke swasta-swasta biasa dan dirasakannya ada aturan yang merepotkan.

"Kalau dulu zamannya Pak Soeharto, mereka menjual ke UKM dengan harga di bawah standar. Kalau sekarang, inden dulu dua minggu. Tapi apakah inden dua minggu masih berlaku atau tidak. Tapi yang saya ikuti, tiga tahun ke belakang inden dulu dua minggu lalu survei, ribet lah ribet," ujar Asro.

Namun, lanjutnya, apabila dibandingkan harga bahan baku yang berasal dari Krakatau Steel lebih kompetitif dibanding bahan baku yang dari Korea Selatan.

"Kalau bicara soal harga Krakatau Steel lebih kompetitif. Tapi itu tadi nilai kekerasannya terlalu tinggi dan produksi Krakatau Steel kelihatannya belum selera pasar UKM," katanya.

Baca Juga: Jokowi Sindir Menterinya Impor Cangkul?

Load More