Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Selasa, 24 November 2020 | 17:37 WIB
Seorang pembeli memilih buah mangga Gedong Gincu di salah satu kios di Indramayu, Jawa Barat, Sabtu (23/8). (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)

SuaraJabar.id - Petani mangga gedong gincu asal Kabupaten Cirebon belum dapat mengirim hasil produksi mereka ke Jepang. Padahal, mangga gedong gincu bisa dibanderol hingga Rp500 ribu per kilo di Negeri Sakura.

Penyebabnya adalah hama lalat buah yang kerap menyerang saat musim hujan tiba. Akibat hama ini, hasil panen mereka tak masuk kualifikasi pasar Jepang.

"Lalat buah ini seperti rumput, ketika musim hujan datang, maka tambah subur," kata Petani Mangga gedong gincu Kabupaten Cirebon Samin di Cirebon, Selasa (24/11/2020).

Samin yang tergabung pada kelompok petani buah Samboja menuturkan ketika buah mangga sudah diserang lalat buah maka akan sulit diselamatkan, karena bisa cepat membusuk.

Baca Juga: Terkonfirmasi Positif Covid-19, Wali Kota Cirebon Sampaikan Pesan Ini

Menurutnya ada beberapa langkah yang bisa digunakan agar hama lalat buah itu bisa dikendalikan, di antaranya tentu menggunakan pestisida, akan tetapi ini menjadi kendala ketika akan di ekspor ke Jepang.

Selain pestisida ada pula perangkap untuk menjebak lalat buah, akan tetapi para petani sering salah sasaran, karena di pasang ketika sudah ada tanda-tanda serangan.

"Alat perangkap bermanfaat tapi terlambat, seharusnya dipasang sebelum terserang," ujarnya.

Sementara pengekspor buah mangga asal Kabupaten Cirebon Ahmad Abdul Hadi mengatakan untuk ekspor mangga gedong gincu memang sudah menembus beberapa pasar luar negeri, terutama Timur Tengah.

"Kalau pasar Timur Tengah itu kita sudah mengekspor ke sana dari beberapa tahun lalu," kata Hadi.

Baca Juga: Sempat Flu, Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis Positif Covid-19

Hadi mengatakan sedangkan untuk menembus pasar Jepang, mangga gedong gincu khas Cirebon itu sangat sulit, karena ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi.

Salah satunya yaitu terbebas dari lalat buah dan sampai saat ini belum juga menemukan formulasinya, padahal ketika bisa tembus ke Jepang, maka akan sangat menguntungkan para petani.

"Karena harga yang di tawarkan di Jepang itu lebih tinggi, bahkan per satu kilogramnya dibanderol hingga Rp200 ribu sampai Rp500 ribu. Tapi kita belum tembus juga," katanya. [Antara]

Load More