SuaraJabar.id - Bisnis pariwisata di Kabupaten Bandung Barat (KBB) kian suram di tengah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat. Pengusaha pun pasrah apabila kebijakan itu diperpanjang.
Di tengah penerapan PPKM Darurat hingga 20 Juli 2021 mendatang, objek wisata ditutup penuh. Namun untuk sektor perhotelan dan restoran diizinkan tetap beroperasi meski dengan pembatasan ketat. Itupun pendapatan dan okupansinya menurun drastis.
"Kondisi perusahaan dan karyawan memang berat sekali. Sudah jelas tempat wisata tutup semua. Meski berat tapi mungkin ini kebijakan pemerintah yang terbaik," ungkap Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) KBB, Eko Suprianto saat dihubungi Suara.com, Kamis (15/7/2021).
Berdasarkan laporan yang diterimanya, meski restoran dan hotel boleh beroperasi, namun ada yang memilih tutup sementara sebab minimnya okupansi.
Jika dipaksakan buka malah akan menjadi beban keuangan lantaran minimnya pemasukan.
Sejumlah hotel, penginapan hingga resto yang memilih tak beroperasi di antaranya Terminal Wisata Grafika Cikole (TWGC), Sindang Reret, Gunung Putri, Sandria, Novena, Rumah Makan Pak Oma hingga Asep Stroberi.
"Rata-rata hotel, restoran tutup karena beban operasional berat kalau tetap buka," ujar Owner TWGC Lembang itu.
Andaikan PPKM Darurat benar-benar diperpanjang, pihaknya hanya meminta pemerintah memberikan kompensasi untuk pemeliharaan dan perawatan.
Sebab meskipun tutup, perawatan dan pemeliharaan seperti bayar listrik tetap harus dibayarkan.
Kemudian yang terpenting lagi, kata Eko, pemerintah harus memperhatikan nasib para pekerja pariwisata yang sangat merasakan dampaknya. Mereka otomatis dirumahkan ketika objek wisata ditutup.
Baca Juga: Viral Pria Bermotor Gede Ini Bagi-bagi Duit Katanya Bantuan PPKM, Sindir Pemerintah?
Dirinya mengaku sudah berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) KBB untuk mengkaji usulan tersebut.
"Saya sudah memberikan data ke dinas dan minta dikaji untuk pertimbangan (kompensasi) untuk karyawan dan perusahaan," pungkas Eko.
Public Relation The Great Asia Africa Intania Setiati mengatakan, kondisi ini sangat memberatkan bagi para pelaku usaha wisata. Sebab, meski tanpa pemasukan namun pihaknya harus tetap mengeluarkan uang untuk biaya perawatan.
"Listrik dan perawatan lainnya kan harus tetap jalan, harus tetap dibayar. Iya harapanya ada kompensasi. Kemudian karyawan juga harapannya diberikan bantuan," ujar Intania.
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- Bobibos Bikin Geger, Kapan Dijual dan Berapa Harga per Liter? Ini Jawabannya
- 6 Rekomendasi Cushion Lokal yang Awet untuk Pekerja Kantoran, Makeup Anti Luntur!
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
Pilihan
-
5 Mobil Bekas Pintu Geser Ramah Keluarga: Aman, Nyaman untuk Anak dan Lansia
-
5 Mobil Bekas di Bawah 100 Juta Muat hingga 9 Penumpang, Aman Bawa Barang
-
Pakai Bahasa Pesantren! BP BUMN Sindir Perusahaan Pelat Merah Rugi Terus: La Yamutu Wala Yahya
-
Curacao dan 10 Negara Terkecil yang Lolos ke Piala Dunia, Indonesia Jauh Tertinggal
-
Danantara Soroti Timpangnya Setoran Dividen BUMN, Banyak yang Sakit dan Rugi
Terkini
-
Diduga Rampas Sertifikat Jaminan Utang Rp500 Juta, Kades di Bekasi Terancam Dipolisikan
-
BRI Group Catat Lonjakan Tabungan Emas 13,7 Ton, Bukti Penguatan Ekosistem Bullion Nasional
-
Pengadilan Menangkan Konsumen, Perintahkan Dua Jam Tangan RM Senilai Rp 80 Miliar Diserahkan
-
BRI Peduli Hadirkan RVM di KOPLING 2025 untuk Edukasi dan Pengurangan Sampah Plastik
-
Kepala Sekolah di Bekasi 'Dipaksa' Belajar Mendalam: Nasib Pendidikan Jawa Barat Ditentukan