Andi Ahmad S
Rabu, 20 Agustus 2025 | 14:20 WIB
Situasi uji coba TPPAS Lulut Nambo, Kabupaten Bogor, Jumat (17/5/2024). ANTARA/HO Pemprov Jabar

SuaraJabar.id - Sebuah proyek raksasa yang digadang-gadang menjadi solusi darurat sampah di kawasan Bogor dan sekitarnya, kini justru menjadi monumen kegagalan yang memilukan.

Tempat Pengelolaan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Lulut Nambo, setelah 10 tahun dibangun, tak kunjung beroperasi. Kondisi ini memicu kekecewaan dan sindiran keras dari pemerintah pusat.

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol, tak bisa menyembunyikan rasa prihatinnya saat menyoroti nasib TPPAS Lulut Nambo yang berlokasi di Klapanunggal, Kabupaten Bogor.

Ia menyebut kondisi ini sebagai masalah serius yang harus segera ditangani oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat.

"Dengan Lulut Nambo tentu pemerintah kementerian lingkungan hidup sangat prihatin dengan tidak operasionalnya Lulut Nambo ini hampir selama 10 tahun lebih," kata Hanif Faisol, Rabu (20/8/2025).

Kekecewaan ini beralasan. Proyek yang menelan anggaran besar ini dirancang untuk menampung dan mengolah sampah dari empat wilayah krusial Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, dan Tangerang Selatan.

Tanpa Lulut Nambo, TPA Galuga menjadi satu-satunya tumpuan yang kini sudah di ambang batas kapasitas.

Menteri Hanif secara gamblang memberikan "pekerjaan rumah" kepada pemerintahan baru di Jawa Barat. Ia mendesak adanya langkah akselerasi yang konkret dan cepat untuk mengakhiri status mangkrak proyek vital ini.

Momen Menteri LH Kunjungi Proyek Sampah Lulut Nambo [Egi/Suarabogor]

"Lulut Nambo ini tentu diperlukan langkah-langkah operasional yang cepat pemerintah provinsi karena memang ini pemerintahan baru, kita harapkan segera dilakukan langkah-langkah percepatannya," tegas dia.

Baca Juga: Teladan Sejati, Kisah H. Usa: Ulama Ciseeng yang Danai Pejuang hingga Wakafkan Seluruh Hartanya

Desakan ini bukan hanya soal mengaktifkan TPPAS sebagai tempat pembuangan. Lebih dari itu, ada potensi ekonomi dan solusi lingkungan modern yang terkubur bersama mandeknya proyek ini.

Salah satu sorotan utama Menteri Hanif adalah teknologi Refuse Derived Fuel (RDF) yang seharusnya menjadi jantung operasi TPPAS Lulut Nambo.

RDF adalah proses mengolah sampah menjadi bahan bakar alternatif setara batu bara muda, yang bisa dimanfaatkan oleh industri.

Menurut Hanif, lokasi Lulut Nambo sangat strategis karena dikelilingi industri besar yang haus energi.

"Kenapa RDF? Karena disini ada 2 industri semen yang relatif cukup besar untuk menyerap RDF tersebut. Harapan saya dalam waktu yang tidak terlalu lama, bangunan yang sudah ada segera dioperasionalkan," jelas dia.

Ini artinya, selama 10 tahun mangkrak, TPPAS Lulut Nambo tidak hanya gagal menjadi solusi masalah sampah, tetapi juga telah kehilangan potensi pendapatan daerah dan peluang ekonomi sirkular.

Load More