Scroll untuk membaca artikel
Lebrina Uneputty
Minggu, 05 Desember 2021 | 06:30 WIB
Salah Seorang Pedagang Minyak Goreng Curah di Bandung Barat. Minyak Tersebut Bakal Dihentikan Peredarannya Mulai Januari 2022.[Ferry Bangkit/SuaraJabar]

SuaraJabar.id - Para pedagang sembako di Kabupaten Bandung Barat (KBB) buka suara perihal larangan peredaran minyak goreng curah yang ditetapkan pemerintah pusat mulai Januari 2022.

Larangan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2020 tentang Minyak Goreng Sawit Wajib Kemasan.

Dalam aturan tersebut, Kemeterian Perdagangan (Kemendag) hanya memperbolehkan minyak goreng dalam kemasan untuk dijual di pasaran.

Dini (40) salah seorang pedagang di Pasar Tagog Padalarang, Bandung Barat menilai untuk saat ini kebijakan tersebut tidak tepat sebab diterapkan saat harga komoditi ini tengah melambung. Mestinya, kata dia, langkah itu dilakukan disaat harga stabil.

"Kita sih setuju saja kalau keputusannya seperti itu. Tapi kan sekarang harga lagi naik. Jangan dulu lah," kata Dini pada Sabtu (4/12/2021).

Dikatakannya, konsumen minyak goreng curah saat ini masih banyak, terutama kalangan masyarakat bawah dan warung-warung eceran. Komoditi itu jadi alternatif baru bagi masyarakat karena untuk membeli minyak kemasan sulit terjangkau.

"Pelanggan saya kan banyak masyarakat kecil dan pemilik warung eceran. Tatkala harga naik seperti sekarang ini, banyak dari mereka mengandalkan minyak curah karena bisa beli ketengan. Kalau kemasan kan belum tentu bisa," pungkasnya.

Harga Minyak Goreng Curah Masih Tinggi

Pedagang sembako dan distributor minyak goreng di Bandung Barat sendiri terpaksa mengurangi stok dikarenakan harga komoditi ini terus melonjak sejak sebulan terakhir.

Pengurangan stok minyak goreng dilakukan untuk memangkas modal serta mempercepat perputaran modal. Selain itu, pedagang mencegah harga minyak goreng anjlok tiba-tiba.

Distributor minyak goreng wilayah Padalarang, Iwan (45) mengatakan tatkala harga stabil dirinya menyediakan 50 dus minyak kemasan per hari. Namun, karena karena saat ini harga mahal, ia hanya menyiapkan stok 25 dus perhari.

Sedangkan untuk minyak goreng curah. Iwan mengurangi stok harian dari 500 kilogram menjadi 100 kilogram. "Harganya masih mahal. Kita takut juga kalau simpan terlalu banyak, nanti tiba-tiba turun. Terus, karena mahal stok banyak memerlukan modal banyak juga," ungkap dia.

Iwan menjelaskan, meski harga mahal, stok minyak goreng di pasaran mudah didapat. Namun ketersediaan barang tak berbanding lurus dengan permintaan, karena kenaiakan harga berdampak terhadap pembelian menurun.

"Meski mahal barang tak langka. Tetap ada di pasaran. Justru paling berpengaruh pada jumlah permintaan. Barang jadi lambat keluar," jelasnya.

Pedagang lainnya, Dini mengatakan harga minyak goreng di Padalarang berkisar antara Rp18-19 ribu per kilogram. Serupa Iwan, Dini pun memilih mengurangi stok barang supaya modal yang dikeluarkan lebih rendah.

"Biasanya saya sediakan 10 kilogram minyak goreng curah dan 5 dus minyak kemasan. Sekarang harga mahal gini, saya kurangi setengahnya," katanya.

Ia berharap pemerintah segera mencari cara agar harga komoditi minyak goreng kembali normal. Dengan begitu para pedagang tak perlu merogoh kocek lebih dalam menyediakan modal dan tak was-was merugi.

"Kita sih ingin cepat harga turun lagi. Untungnya jadi gak kepotong untuk tambal beli barang," pungkasnya.

Kontributor : Ferrye Bangkit Rizki

Load More