Tentu saja modernisasi itu sedikit banyak membawa pengaruh. Tapi kebiasaan menngkonsumsi rasi singkok yang merupakan warisan dari para leluhur mereka akan tetap dipertahankan.
"Sudah komitmen dengan para penerus, anak-anak kecil bahwa kemandirian pangan ini harus terua dipertahankan," tegas Abah Widi.
Warga Kampung Adat Cireundeu tak khawatir akan kehabisan stok ketela. Hutan di kawasan di sana mencapai sekitar 50 hektare. Tentu saja tidak semuanya bisa digarap untuk dijadikan kebun singkong dan berbagai tanaman lainnya.
Ada bagian hutan yang tidak diizinkan untuk digarap. Tujuannya tentu saja untuk menjaga kelestarian alam. Hanya Leweung atau hutan Baladahan, lahan yang bisa untuk bercocok tanam, khususnya singkong yang menjadi panganan utama bagi masyarakat adat Cireundeu.
Baca Juga: Produksi Beras Sumbar pada 2022 Diperkirakan Mencapai 823.876 Ton
"Ada dua hutan yang gak bisa dipakai lahan tani. Tentu saja karena ada kekhawatiran bisa mengganggu alam. Kalau semua digarap bisa menjadi bencana alam," imbuh Abah Widi.
Kekinian, warga Kampung Adat Cireundeu tak hanya memanfaatkan singkong untuk dijadikan nasi saja. Mereka memanfaatkan singkong hingga kulitnya itu menjadi berbagai olahan. Dari mulai eggrol, dendeng, saroja, opak bumbu, keripik bawang, cireng, simping, kicipir hingga chese sticks.
Berbagai olahan makanan berbahan dasar singkong itu bisa menjadi buah tangan bagi para pengunjung yang datang ke Kampung Adat Cireundeu, yang memang sudah dikenal akan wisata budayanya.
Widaningsih (38) salah satu warga menuturkan, berbagai olahan berbahan singkong itu dimulai tahun 2010. Ketika itu ada seorang dosen dari salah satu perguruan tinggi di Kota Bandung yang sengaja datang ke Kampung Adat Cireundeu.
"Dosen itu tau Cireundeu terkenal dengan singkongnya sehingga mengajak bahaimana kalau dibikin olahan saja. Waktu itu pertama bikin eggrol," terangnya.
Baca Juga: Hati-hati Potensi Bencana Hidrometeorologi di Jawa Barat Selama November 2022
Ketahanan pangan sebagai kearifan lokal Kampung Adat Cireundeu dengan sentuhan inovasi bertajuk Gastrodiplomacy Cireundeu mendapat apresiasi penghargaan Top 45 Sistem Informasi Inovasi Pelayanan Publik (Sinovik) Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) 2019 yang diselenggarakan Kementerian Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi tahun 2019.
Berita Terkait
-
Biadab! Dokter Residensi Unpad Tersangka Perkosa Pasien: Modus Cek Darah Keluarga
-
Dedi Mulyadi Minta Wali Kota Depok Minta Maaf, Buntut Bolehkan Mobil Dinas untuk Mudik
-
7 Fakta Kasus Dokter PPDS Priguna Anugerah Pratama: Perkosa Korban Usai Dibius hingga Mau Bunuh Diri
-
Profil Priguna Anugerah Pratama, Dokter PPDS Tersangka Pemerkosaan Diduga Kelainan Seksual
-
Kang Dedi Mulyadi Sebut Akan Berhentikan Pegawai Pemda Yang Sakiti Perempuan
Terpopuler
- Pemilik Chery J6 Keluhkan Kualitas Mobil Baru dari China
- Profil dan Aset Murdaya Poo, Pemilik Pondok Indah Mall dengan Kekayaan Triliunan
- Jadwal Pemutihan Pajak Kendaraan 2025 Jawa Timur, Ada Diskon hingga Bebas Denda!
- Pemain Keturunan Maluku: Berharap Secepat Mungkin Bela Timnas Indonesia
- Jairo Riedewald Belum Jelas, Pemain Keturunan Indonesia Ini Lebih Mudah Diproses Naturalisasi
Pilihan
-
Bodycharge Mematikan Jadi Senjata Rahasia Timnas U-17 di Tangan Nova Arianto
-
Kami Bisa Kalah Lebih Banyak: Bellingham Ungkap Dominasi Arsenal atas Real Madrid
-
Zulkifli Hasan Temui Jokowi di Solo, Akui Ada Pembicaraan Soal Ekonomi Nasional
-
Trump Singgung Toyota Terlalu Nyaman Jualan Mobil di Amerika
-
APBN Kian Tekor, Prabowo Tarik Utang Baru Rp 250 Triliun
Terkini
-
Modal Semangat dan Keberanian, Suryani Buktikan Perempuan Bisa Naik Kelas
-
Lucky Hakim Liburan ke Jepang Tuai Kritik, Dedi Mulyadi Sentil Soal Etika Pejabat!
-
Cari Titik Temu, Bupati Bogor Ajak Duduk Bersama Bahas Isu Viral Kades Minta THR
-
BRI Terapkan Prinsip ESG untuk Wujudkan Pertumbuhan Ekonomi yang Bertanggung Jawab
-
BRI Berikan Tips Keamanan Digital: Waspada Kejahatan Siber Saat Idulfitri 1446 H