Scroll untuk membaca artikel
Reza Gunadha
Rabu, 24 April 2019 | 07:10 WIB
ILUSTRASI - TPS Bhineka Tunggal Ika. (Suara.com/Dimas)

SuaraJabar.id - Kaum elite bisa-bisa saja merayakan Pemilu 2019 sebagai momen bersejarah, karena semua pemilihan dilakukan serentak. Namun, di balik gemerlap pesta politik itu, ada mereka yang berduka.

Wawang Suwarningsih, 50 tahun, tampak tak bisa menyembunyikan kesedihannya. Meski air mata tak lagi kuyup, tapi kedua pipinya masih tampak memerah dengan kedua mata yang berkaca-kaca.

Sabtu (20/4) akhir pekan lalu, suaminya, Agus Mulyadi mengembuskan napas terakhir seusai bertugas di tempat pemungutan suara Pemilu 2019 di kampungnya.

Agus merupakan anggota KPPS 38, Kelurahan Karawang Kulon, Kecamatan Karawang Barat Jawa Barat.

Baca Juga: Dirut Jadi Tersangka, Bagaimana Nasib Proyek Listrik PLN?

Sebelum pemungutan suara di tingkat TPS selesai pada pagi hari sekitar pukul 06.00 WIB, Kamis (18/4/2019), Agus harus izin untuk pulang lebih awal karena merasa kelelahan.

"Iya bapak pulang sekitar pukul 01.30 WIB ke rumah. Saya tanya, kenapa pulang duluan pak? Dia menjawab capek bu, tadi disuruh pulang duluan ini sesak juga," kata Wawang menirukan ucapan mendiang suaminya.

Wawang mengakui tidak menyangka suaminya wafat secepat itu. Agus, kata dia, memiliki kekuatan fisik yang cukup mumpuni. Sehari-hari, Agus bekerja serabutan dan tidak pernah mengeluh capek kepada istrinya.

Agus memang selalu bersemangat dan turun tangan langsung ketika ada pemilu. "Ya bagaimana ya, saya percaya enggak percaya juga. Almarhum itu setiap ada pemilu selalu ikut bantu-bantu," tuturnya.

Awalnya, Wawang meminta Agus untuk langsung memeriksakan kondisi kesehatannya ke puskesmas terdekat. Tapi Agus tidak menuruti permintaan Wawang dan mengaku baik-baik saja.

Baca Juga: PKS Klaim Kuasai Depok, Pengurus: Karena Prabowo-Sandiaga Maju Pilpres 2019

"Dia bilang kuat cuma penyakit begini doang," katanya.

Namun, kenyataannya, sakit yang dialami Agus tak kunjung membaik. Akhirnya, Wawang memutuskan untuk memeriksakan suaminya ke puskesmas terdekat pada Sabtu (20/4). Berdasarkan hasil diagnosa dokter, Agus mengalami penyakit jantung.

Ternyata Agus harus segera dirujuk ke rumah sakit jantung Dewi Sri, Karawang. Tapi, sebelum sampai di Rumah sakit, Agus ternyata harus meninggalkan Wawang bersama ketiga anaknya untuk selamanya.

Keluarga lainnnya, Ai, 41 tahun, mengalami nasib yang sama dengan Wawang. Suami Ai, Carman (45), meninggal dunia di lokasi TPS 01, Desa Gardu, Kecamatan Kiara Pedes, Kabupaten Purwakarta.

Carman menghembuskan nafas terakhirnya sekitar pukul 19.58 WIB, pada Rabu (17/4/2019).

Setelah menunaikan salat Magrib, Carman mengeluhkan kelelahan tapi ketika disuruh istirahat oleh temannya di TPS, dia memilih untuk memaksakan diri melakukan penghitungan suara.

"Sebelumnya pas salat Magrib dia ngomong capek, tapi bilang udah paksain aja ini kan udah disumpah," kata adik Carman, Duki Marjuki, menirukan ucapan Carman.

Carman pingsan saat sedang memegang surat suara. Kemudian anggota KPPS lainnya memutuskan untuk mengantar Carman ke rumahnya yang berjarak sekitar 200 meter dari TPS. Sampai di rumah, nyawa Carman tak tertolong karena serangan jantung.

"Saya berharap tak terjadi lagi kejadian seperti ini, saya minta pemerintah lebih manusiawi lagi untuk pemilu kedepannya," ucapnya.

Anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Bekasi meninggal dunia, Selasa (23/4/2019). (istimewa)

Santunan

Pemprov Jawa Barat berjanji memberikan santun kepada keluarga korban meninggal dunia dalam proses rekapitulasi Pemilu 2019 di Jawa Barat. Hingga Selasa (23/4), ada 49 korban meninggal dunia di Jawa Barat.

"Pertama kami memberikan penghargaan kepada mereka yang kita sebut pahlawan demokrasi ini. Terus kedua, kami memberikan santunan sebesar Rp 50 juta per mereka yang berpulang," ucap Gubernur Jabar Ridwan Kamil di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Bandung, Jawa Barat.

Setiap keluarga korban meninggal dunia diharuskan mencantumkan keterangan meninggal dunia, KTP dan Kartu Keluarga (KK) dan nomor rekening untuk mendapatkan santunan itu.

Pencantuman itu, kata dia, akan dikoordinasikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan nantinya akan langsung disetor ke Pemerintah Porvinsi Jawa Barat.

Salah satu petugas KPPS yang meninggal dunia akibat kelelahan. (antara).

Emil meminta agar prosedur penerimaan santunan itu tidak dipersulit dan tidak boleh berlarut-larut dalam memberikan santunan.

"Urusan (teknis) begini saya bilang ke pak sekda (Iwa Karniwa) jangan dilama-lama ya," tukasnya.

Dia juga meminta agar proses penyelenggaraan pemilu harus dievaluasi. Ke depan, jangan sampai pesta demokrasi yang terkesan riang gembira itu justru sebaliknya, menjadi petaka.

"Ya dievaluasi penyelenggaraan pemilu serentak ini, agar jangan sampai setiap 5 tahun kita mengorbankan banyak nyawa manusia dengan pilihan teknis yang mungkin kurang tepat," tegasnya.

Ratusan Petugas Meninggal

Berdasarkan penghitungan KPU RI, sebanyak 119 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara atau KPPS di banyak dareah meninggal dunia saat bertugas.

Anggota KPU Viryan Aziz menuturkan, angka tersebut dimutakhirkan per Selasa (23/4) pukul 16.30 WIB.

"Berdasarkan data yang kami himpun hingga pukul 16.30 WIB, petugas kami yang mengalami kedukaan ada 667 orang. Sebanyak 119 meninggal dunia, 548 sakit, tersebar di 25 provinsi" tutur Viryan di Kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat.

Viryan menyampaikan rasa terima kasih kepada Kementerian Keuangan yang menerima usulan KPU untuk memberikan santunan kepada ahli waris petugas KPPS tersebut.

Viryan juga berharap jumlah petugas KPPS yang berguguran tersebut tidak lagi bertambah.

"KPU mengapresiasi Kemenkeu memberikan dukungan. Saat ini sedang ada rekapitulasi di tingkat kecamatan, dan kami harap korban tidak terus berjatuhan."

Kontributor : Aminuddin

Load More