SuaraJabar.id - Tim Advokasi Demokrasi Wilayah Jawa Barat mengecam tindakan penghalangan terhadap advokat yang akan memberikan bantuan hukum pada demonstran yang ditangkap polisi pada aksi penolakan UU Cipta Kerja di kota Bandung, 6-8 Oktober 2020.
Mereka menilai, penghalangan terhadap advokat yang akan memberikan bantuan hukum sama dengan menutup akses bantuan hukum bagi demonstran yang tertangkap.
Tindakan ini sangat bertentangan dengan Pasal 27 Ayat 1 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang berbunyi "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya".
Sebelumnya, Tim Advokasi membuka hotline pengaduan terkait penangkapan dan juga bagi masyarakat yang terkena kekerasan dari aparat untuk mendapatkan hak atas pendampingan hukum. Tercatat hingga Jumat (9/10/2020), tim mencatat ada 226 pendaduan penangkapan dari beberapa wilayah di Jabar.
Baca Juga: Sari Wahyuni Ditahan, Masyarakat Banggai Akan Kirim 1000 Tanda Tangan
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, Lasma Natalia mengungkapkan ketika pihaknya hendak mendampingi pengaduan, pihaknya malah dihalang-halangi oleh pihak kepolisian. Sehingga hal tersebut juga menyulitkan dalam proses verifikasi data.
“Total pengaduan yang masuk ke hotline sekitar 226 laporan ke hotline tim advokasi. Masuk melalui masing-masing lembaga bantuan hukum. Namun, sayangnya ketika tim advokasi hendak mendampingi pengaduan kami dihalang-halangi pendampingan dari pihak kepolisian,” ungkap Lasma dalam konferensi pers daring, Senin (12/10/2020).
Tim advokat yang sedang melakukan tugas bantuan hukum di lapangan juga dipersulit oleh pihak kepolisian. Tidak diberikan akses informasi apapun.
“Hal ini cukup menyulitkan karena pengaduan yang masuk terus mengkonfirmasi ke LBH Bandung bagaimana proses penangkapan dan pelepasan massa aksi, akhirnya kita kesulitan untuk memberitahukan informasi kepada keluarga,” ungkapnya.
Pihaknya mengungkapkan tidak diberikannya akses terhadap advokat untuk melakukan bantuan hukum tersebut bertentangan dengan prinsip sistem peradilan yang adil (fair trial) sebagaimana diatur dalam konstitusi, KUHAP, dan Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik atau Undang-Undang No 12 tahun 2005, bahwa setiap orang sama kedudukannya di mata hukum dan memiliki hak pendampingan oleh kuasa hukum saat diperiksa.
Baca Juga: Polisi Larang PA 212 Dkk Demo Tolak UU Cipta Kerja Dekat Istana Merdeka
Selain itu juga melanggar Undang-undang 18 tahun 2003 tentang Advokat dan Undang-undang No 16 tahun 2011 tentang bantuan hukum dimana setiap warga negara berhak mendapatkan akses pendampingan hukum supaya memastikan hak-hak mereka dipenuhi.
“Tindakan tersebut juga melanggar Prinsip Dasar PBB tentang Peran Pengacara angka 8 yang menyatakan bahwa orang-orang yang ditangkap, ditahan, atau dipenjara berhak dikunjungi, berkomunikasi, dan berkonsultasi dengan pengacara tanpa penundaan,” ungkap perwakilan dari Biro Bantuan dan Konsultasi Hukum (BBKH) Fakultas Hukum Universitas Pasundan, Ibnu Shina.
“Menghalang-halangi bantuan terkait dengan HAM, dalam UU HAM diatur hak untuk menerima bantuan hukum khususnya hak warga negara Indonesia semuanya sama di hadapan hukum,” tambahnya.
Tim Advokasi Demokrasi WIlayah Jabar yang terdiri dari 11 organisasi, Lembaga Bantuan Hukum Bandung, Biro Bantuan dan Konsultasi Hukum (BBKH) Fakultas Hukum Universitas Pasundan, LBH Ansor Jawa Barat, LBH Tohaga, LBH Cirebon, LBH Cianjur, Lembaga Bantuan dan Konsultasi Hukum (LBKH) Universitas Muhammadiyah Sukabumi (UMMI), Lembaga Advokasi Hak Anak, Jaringan Advokat Bandung, Lingkar Studi Advokat Bandung dan PKBH Uniku menuntut dan mendesak pihak kepolisian harus memberikan akses pendampingan hukum bagi massa aksi dan memastikan hak-hak mereka terpenuhi.
Selain itu, pihak kepolisian membuka informasi terkait data massa aksi yang sudah dibebaskan dan massa aksi yang dilanjutkan pemeriksaannya.
Kontributor : Emi La Palau
Berita Terkait
-
Putusan MK: Pejabat Negara, Anggota TNI/Polri hingga Kades Tak Netral di Pilkada Bisa Dipidana!
-
Dari Pertemuan dengan Tersangka Korupsi Hingga MK, Alexander Marwata Kini Gugat UU KPK
-
Kuasa Hukum Alex Sebut Pasal Larangan Insan KPK Bertemu Pihak Berperkara Paksa Jadi Introvert
-
Kuasa Hukum Alex Marwata Pertimbangkan Minta MK Ubah Makna Pasal Larangan Berhubungan dengan Pihak Berperkara
-
Hakim Konstitusi Arief Hidayat Tanggapi Permohonan JR Alexander Marwata: KPK Itu Silent Profession
Tag
Terpopuler
- Agus dan Teh Novi Segera Damai, Duit Donasi Fokus Pengobatan dan Sisanya Diserahkan Sepenuhnya
- Raffi Ahmad Ungkap Tragedi yang Dialami Ariel NOAH, Warganet: Masih dalam Lindungan Allah
- Bak Terciprat Kekayaan, Konten Adik Irish Bella Review Mobil Hummer Haldy Sabri Dicibir: Lah Ikut Flexing
- Bukti Perselingkuhan Paula Verhoeven Diduga Tidak Sah, Baim Wong Disebut Cari-Cari Kesalahan Gegara Mau Ganti Istri
- Beda Kado Fuji dan Aaliyah Massaid buat Ultah Azura, Reaksi Atta Halilintar Tuai Sorotan
Pilihan
-
7 Rekomendasi HP 5G Rp 4 Jutaan Terbaik November 2024, Memori Lega Performa Handal
-
Disdikbud Samarinda Siap Beradaptasi dengan Kebijakan Zonasi PPDB 2025
-
Yusharto: Pemindahan IKN Jawab Ketimpangan dan Tingkatkan Keamanan Wilayah
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 3 Jutaan dengan Chipset Snapdragon, Terbaik November 2024
-
Kembali Bertugas, Basri-Najirah Diminta Profesional Jelang Pilkada Bontang
Terkini
-
Miris! Pelajar SMA Cianjur Jadi Kurir Narkoba Internasional, Raup Untung Puluhan Juta
-
Lari Sambil Donasi, OPPO Run 2024 Kumpulkan Dana untuk Pemberdayaan Disabilitas
-
Sikap Politik PWNU di Pilkada Jabar: Gubernur Terpilih Wajib Kuatkan Persatuan Umat
-
Dapat Bonus Logam Mulia 1 Gram, Yuk Ikuti KPR BRI Property Expo 2024
-
Apakah Samsung A35 Tahan Air dan Spesifikasinya