Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Senin, 12 Oktober 2020 | 22:52 WIB
Sejumlah orang tua pendemo yang diamankan memprotes kepada polisi karena waktu pasti anaknya dipulangkan tak jelas. Sebanyak 209 pendemo pada unjuk rasa tolak Omnibus Law, Rabu (7/10/2020) diamankan polisi. Demo sendiri berakhir ricuh. (Ayobandung.com/Fichri Hakiim)

SuaraJabar.id - Tim Advokasi Demokrasi Wilayah Jawa Barat mengecam tindakan penghalangan terhadap advokat yang akan memberikan bantuan hukum pada demonstran yang ditangkap polisi pada aksi penolakan UU Cipta Kerja di kota Bandung, 6-8 Oktober 2020.

Mereka menilai, penghalangan terhadap advokat yang akan memberikan bantuan hukum sama dengan menutup akses bantuan hukum bagi demonstran yang tertangkap.

Tindakan ini sangat bertentangan dengan Pasal 27 Ayat 1 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang berbunyi "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya".

Sebelumnya, Tim Advokasi membuka hotline pengaduan terkait penangkapan dan juga bagi masyarakat yang terkena kekerasan dari aparat untuk mendapatkan hak atas pendampingan hukum. Tercatat hingga Jumat (9/10/2020), tim mencatat ada 226 pendaduan penangkapan dari beberapa wilayah di Jabar.

Baca Juga: Sari Wahyuni Ditahan, Masyarakat Banggai Akan Kirim 1000 Tanda Tangan

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, Lasma Natalia mengungkapkan ketika pihaknya hendak mendampingi pengaduan, pihaknya malah dihalang-halangi oleh pihak kepolisian. Sehingga hal tersebut juga menyulitkan dalam proses verifikasi data.

“Total pengaduan yang masuk ke hotline sekitar 226 laporan ke hotline tim advokasi. Masuk melalui masing-masing lembaga bantuan hukum. Namun, sayangnya ketika tim advokasi hendak mendampingi pengaduan kami dihalang-halangi pendampingan dari pihak kepolisian,” ungkap Lasma dalam konferensi pers daring, Senin (12/10/2020).

Tim advokat yang sedang melakukan tugas bantuan hukum di lapangan juga dipersulit oleh pihak kepolisian. Tidak diberikan akses informasi apapun.

“Hal ini cukup menyulitkan karena pengaduan yang masuk terus mengkonfirmasi ke LBH Bandung bagaimana proses penangkapan dan pelepasan massa aksi, akhirnya kita kesulitan untuk memberitahukan informasi kepada keluarga,” ungkapnya.

Pihaknya mengungkapkan tidak diberikannya akses terhadap advokat untuk melakukan bantuan hukum tersebut bertentangan dengan prinsip sistem peradilan yang adil (fair trial) sebagaimana diatur dalam konstitusi, KUHAP, dan Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik atau Undang-Undang No 12 tahun 2005, bahwa setiap orang sama kedudukannya di mata hukum dan memiliki hak pendampingan oleh kuasa hukum saat diperiksa.

Baca Juga: Polisi Larang PA 212 Dkk Demo Tolak UU Cipta Kerja Dekat Istana Merdeka

Selain itu juga melanggar Undang-undang 18 tahun 2003 tentang Advokat dan Undang-undang No 16 tahun 2011 tentang bantuan hukum dimana setiap warga negara berhak mendapatkan akses pendampingan hukum supaya memastikan hak-hak mereka dipenuhi.

“Tindakan tersebut juga melanggar Prinsip Dasar PBB tentang Peran Pengacara angka 8 yang menyatakan bahwa orang-orang yang ditangkap, ditahan, atau dipenjara berhak dikunjungi, berkomunikasi, dan berkonsultasi dengan pengacara tanpa penundaan,” ungkap perwakilan dari Biro Bantuan dan Konsultasi Hukum (BBKH) Fakultas Hukum Universitas Pasundan, Ibnu Shina.

“Menghalang-halangi bantuan terkait dengan HAM, dalam UU HAM diatur hak untuk menerima bantuan hukum khususnya hak warga negara Indonesia semuanya sama di hadapan hukum,” tambahnya.

Tim Advokasi Demokrasi WIlayah Jabar yang terdiri dari 11 organisasi, Lembaga Bantuan Hukum Bandung, Biro Bantuan dan Konsultasi Hukum (BBKH) Fakultas Hukum Universitas Pasundan, LBH Ansor Jawa Barat, LBH Tohaga, LBH Cirebon, LBH Cianjur, Lembaga Bantuan dan Konsultasi Hukum (LBKH) Universitas Muhammadiyah Sukabumi (UMMI), Lembaga Advokasi Hak Anak, Jaringan Advokat Bandung, Lingkar Studi Advokat Bandung dan PKBH Uniku menuntut dan mendesak pihak kepolisian harus memberikan akses pendampingan hukum bagi massa aksi dan memastikan hak-hak mereka terpenuhi.

Selain itu, pihak kepolisian membuka informasi terkait data massa aksi yang sudah dibebaskan dan massa aksi yang dilanjutkan pemeriksaannya.

Kontributor : Emi La Palau

Load More