John Ingleson, dalam bukunya Jalan ke Pengasingan: Pegerakan Nasionalis Indonesia Tahun 1927-1934 menuliskan secara rinci bagaimana pemerintah memperketat pengawasan terhadap segala aktivitas para tokoh PNI. Mereka dikhawatirkan menyebarluaskan propaganda revolusioner hingga ke kampung-kampung.
“Semenjak pertengahan kedua tahun 1928, tatkala keyakinan diri para pemimpin PNI semakin meningkat karena semakin banyak orang yang menghadiri pertemuan-pertemuan mereka, dan ketika mereka mulai mengkritik dan mengejek pemerintahan kolonial dalam bahasa yang semakin tajam, maka pejabat-pejabat pemerintah dan polisi setempat menjadi juga semakin peka terhadap propaganda mereka dan semakin sering juga melakukan intervensi dalam rapat-rapat umum,” begitu tulis Ingleson.
Pada Desember 1928, jumlah anggota PNI di Bandung dilaporkan baru sebanyak 564 orang. Di Jakarta jumlahnya 869 orang dan di Surabaya 482 orang. Pada Desember 1929, di Bandung saja PNI ditaksir memiliki anggota sebanyak 5.746 orang.
Mencermati data ini, jumlah dan skala intervensi pemerintah terhadap aktivitas kaum pergerakan terus meningkat. Puncaknya terjadi pada akhir Desember 1929 itu.
Terbit instruksi resmi untuk menyita setiap dokumen dan kertas tulisan yang ada hubungannya dengan PNI. Tidak hanya itu, muncul juga perintah penangkapan tokoh-tokoh PNI yang disebut sebagai ‘penahanan preventif’.
“Rumah-rumah dan kantor-kantor di seluruh Jawa diperiksa dan beratus-ratus pimpinan PNI cabang, propagandis, dan anggota-anggota biasa ditahan. Kebanyakan mereka dilepaskan setelah ditahan selama semalam dan setelah mendandatangani pernyataan mengenai aktivitas partai,” tulis Ingleson.
John D. Legge, dalam bukunya Sukarno: Sebuah Biografi Politik, menyebut sikap keras pemerintah Hindia Belanda lewat razia besar-besaran terhadap aktivitas PNI ini menandai berakhirnya ‘masa longgar bagi kaum pergerakan’. Gerakan baru nasionalisme di tanah jajahan Hindia Belanda memulai babak barunya.
“Dan ketika akhirnya perkara mereka disidangkan di pengadilan, maka yang diadili itu bukan saja pemimpin-pemimpin nasionalisme tetapi juga gerakan baru nasionalisme itu sendiri,” tulis Legge.
Baca Juga: Masih Zona Oranye, Kota Bandung Kaji Sekolah Tatap Muka
Berita Terkait
Terpopuler
- Siapa Saja 5 Pelatih Tolak Melatih Timnas Indonesia?
- 7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
- Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
- 5 Pilihan Sunscreen Wardah dengan SPF 50, Efektif Hempas Flek Hitam hingga Jerawat
- 5 Body Lotion Mengandung SPF 50 untuk Mencerahkan, Cocok untuk Yang Sering Keluar Rumah
Pilihan
-
PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
-
Menkeu Purbaya Segera Ubah Rp1.000 jadi Rp1, RUU Ditargetkan Selesai 2027
-
Menkeu Purbaya Kaji Popok Bayi, Tisu Basah, Hingga Alat Makan Sekali Pakai Terkena Cukai
-
Comeback Dramatis! Persib Bandung Jungkalkan Selangor FC di Malaysia
-
Bisnis Pizza Hut di Ujung Tanduk, Pemilik 'Pusing' Berat Sampai Berniat Melego Saham!
Terkini
-
Pahlawan Ojek Makanan Bergizi Gratis: Demi Siswa SD, Paket Dibawa Lewat Jalan yang Rusak Ekstrem
-
Bukan Hanya Tambang Emas, Tim Gabungan Temukan Sarang Narkoba hingga Tempat Karaoke di Gunung Salak
-
Tertinggal 0-2, Adam Alis Cetak Brace Penentu di Menit Krusial Hajar Selangor 3-2
-
Jantung Pahlawan Hutan Berhenti Berdetak: Anggota Gakkum Kemenhut Wafat Saat Jalankan Tugas
-
Bak Menanti Hujan di Musim Kemarau! 4 Link DANA Kaget Rp 260 Ribu Siap Guyur Saldo Anda