SuaraJabar.id - Pembaruan kebijakan privasi yang dilakukan WhatsApp menuai polemik. Pasalnya, pengguna dipaksa untuk menyetujui WhatsApp mengumpulkan data.
Data yang akan dikumpulkan WhatsApp antara lain berupa nomor ponsel, informasi perangkat dan koneksi, lokasi, log, cookies dan kontak.
Seorang pengacara bidang teknologi di India, Mishi Choudhary, menyatakan Facebook sebenarnya memberikan "persetujuan yang memaksa" dengan meminta pengguna mengklik "Agree" (setuju) atau tidak bisa lagi menggunakan WhatsApp.
WhatsApp menggulirkan pembaruan kebijakan privasi pada pengguna mereka di seluruh dunia.
"Menghargai privasi Anda sudah ditanamkan dalam DNA kami," kata WhatsApp di laman FAQ resmi mereka, dikutip Jumat (8/1/2021).
Pembaruan kebijakan ini diumumkan kepada setiap pengguna, ketika membuka aplikasi WhatsApp, mereka mengirimkan laman pop-up persetujuan sebelum pengguna bisa kembali mengakses pesan.
Pengguna disarankan untuk menyetujui kebijakan baru tersebut agar tetap bisa menggunakan platform WhatsApp. Jika tidak, pengguna tidak bisa lagi mengakses WhatsApp mulai 8 Februari 2021.
Melalui kebijakan ini, WhatsApp akan mengumpulkan data, antara lain berupa nomor ponsel, informasi perangkat dan koneksi, lokasi, log, cookies dan kontak.
Sementara untuk pesan, WhatsApp menyatakan pesan disimpan di perangkat, bukan server mereka.
Baca Juga: Keluarkan Aturan Baru, Ini Cara Beralih dari WhatsApp ke Telegram
"Begitu pesan terkirim, mereka dihapus dari server kami," kata WhatsApp.
Jika pesan tidak terkirim, misalnya karena penerima pesan sedang tidak tersambung ke internet, WhatsApp menyimpannya, dilindungi enkripsi selama 30 hari. Jika lewat dari 30 hari, pesan tersebut akan dihapus dari server WhatsApp.
Laman Phone Arena menuliskan data yang dihimpun ini akan digunakan bersama perusahaan yang satu grup dengan Facebook Inc, antara lain Facebook Payments, CrowdTangle dan Onavo.
Bagi pegiat keamanan siber, pembaruan di WhatsApp ini tergolong meresahkan. Pakar keamanan siber Jiten Jain, dikutip dari laman Times of India, berpendapat meski pun WhatsApp memberi opsi untuk memilih atau tidak, kebijakan baru ini merupakan ancaman bagi privasi.
Menurut Jain, penggunaan data bersama untuk bisnis bisa juga berarti WhatsApp akan membuka data untuk pemerintah dan penegak hukum.
"Data yang tersedia dan dibagikan oleh WhatsApp mulai mirip dengan Facebook. Facebook membagikan data ke pemerintah jika ada permintaan. Sepertinya WhatsApp akan mulai melakukan hal yang sama," kata Jain. [Antara]
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
36 Pendaki Ilegal Ini Dihukum Berat!
-
Warga Bantah Pukul Anak Anggota DPRD di Bogor, Wakil Rakyat dari NasDem 'Keukeuh' Buat Laporan
-
Gerakan Rakyat Desak Jokowi Tanggung Jawab Soal Whoosh: Beban Keuangan Merusak Upaya Ekonomi Prabowo
-
Senyum Lebar Heni Mulyani, Mantan Kades di Sukabumi yang Tilep Uang Rakyat Rp500 Juta
-
Keajaiban di Balik Insiden KA Purwojaya Anjlok di Bekasi: 232 Penumpang Dipastikan Selamat!