Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Selasa, 16 Februari 2021 | 11:57 WIB
Ketua APTI Jawa Barat, Suryana menjelaskan varietas tembakau kepada wartawan di perkebunan tembakau di Kabupaten Bandung. [Suara.com/Ari Syahril Ramadhan]

Urusan pemasaran, Rizky mengaku sudah punya langganan di beberapa kota besar di Indonesia dari mulai Sumatra, Jawa, Sulawesi hingga Maluku.

"Pasar sih domain kita ke luar pulau, kita ya ke wilayah transmigrasi, dengan ciri ada pertambangan, perkembunannya, setelah itu kita ke pesisir kalau untuk lokal seperti di Jabar, Jateng. Kalau di perkotaan kita tetap kalah sama rokok biasa," cetusnya.

Perlu digarisbawahi, kata dia, untuk pasar tembakau linting memang kurang bagus saat dipasarkan ke kawasan perkotaan dengan pendapatan mayoritas warga di atas rata-rata. Segmentasi penikmat tembakau linting biasanya mayoritas dari kalangan masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah.

Setali tiga uang dengan Rizky, Nedi Sopian, 43 tahun, mengalami hal yang sama dimana ia keteteran memenuhi permintaan pasar untuk penjualan tembakau iris. Nedi merupakan pemilik salah satu brand tembakau iris Paperka.

Baca Juga: Penyerapan Beras Petani di Lampung Capai 65 Ribu Ton di 2020

Nedi mengaku omzet penjualannya meningkat sampai 300 persen saat pandemi. Nedi biasanya memproduksi tembakau iris per hari di kisaran 300 sampai 500 bungkus per hari. Namun, sejak pandemi produksinya meningkat sampai 3 kali lipat.

"Ya saya juga pas pandemi awal ketika Corona ini datang ya naik lah 200 sampai 300 persen," ungkapnya.

"Ya mungkin karena trend 'ngadu bako' (melinting tembakau) kini lebih populer dan harga lebih terjangkau bila dibanding rokok batangan," tambah Nedi.

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Barat, Suryana mengatakan pandemi ibarat berkah bagi pegiat tembakau. Dari mulai petani hingga sektor hilir tembakau mendapat keuntungan lebih saat diterjang pandemi.

Hal ini berbeda dengan sektor bisnis lain yang cenderung lesu disapu pandemi, stakeholder tembakau cenderung sebaliknya. Sektor tembakau justru lebih bergairah saat pageblug datang.

Baca Juga: Mulai Panen, Petani Bawang Merah di Ria-Ria Apresiasi Program Food Estate

Bahkan, Suryana mengatakan tembakau asal Jawa Barat cepat ludes diburu konsumen. Efeknya, konsumen lain yang masih membutuhkan tembakau Jawa Barat tidak kebagian lantaran stok sudah habis.

"Di saat pandemi ini, bukan kami diuntungkan, tapi ada hikmah dari pandemi ini. Jadi tembakau Jawa Barat ini menjadi kekurangan sekali untuk 2020 sampai sekarang," tukasnya.

selain efek pandemi, kata dia, kenaikan cukai rokok menjadi penyebab pasar tembakau iris ramai. Pasalnya, saat cukai rokok naik hingga di angka 12 persen, hal itu tidak berlaku bagi cukai tembakau iris sigaret (TIS).

"Alhamdulillah 2 kali berturut-turut cukai tidak naik untuk TIS ini, sementara yang lain naik," ucapnya.

Kontributor : Aminuddin

Load More