SuaraJabar.id - Plesiran ke wilayah selatan Kabupaten Bandung Barat (KBB) tidak lengkap rasanya tanpa menikmati makanan khasnya yang sangat bersejarah. Namanya Wajit Cililin yang ada sejak zaman Belanda.
Hadirnya Wajit Cililin tak lepas dari dua sosok perempuan asal Cililin bernama Juwita dan Uti. Kedua perempuan itu membuat dan memperkenalkan wajit sekitar tahun 1916-an.
Semula Juwita berniat membuat kue wajik dengan resep, rasa, dan kemasan bereda. Namun, karena ada kesalahan penyebutan bahasa, orang Cililin menyebut makanan buatan Juwita itu bernama Wajit.
"Awalnya Juwita dan Uti mengonsumsi wajit tersebut untuk kebutuhan sendiri," kata Syamsul Ma’Arif (50), seorang penerus keempat usaha Wajit Asli Cililin 'Cap Potret' saat ditemui belum lama ini.
Berkat sering dipakai jadi hidangan hajatan, makanan khas ini semakin terkenal dan makin banyak orang yang mencari. Makanan berbahan dasar beras ketan, gula merah dan kelapa itu semakin terkenal.
Juwita dan Uti akhirnya memproduksi wajit secara massal sekitar tahun 1920. Semakin seringnya wajit tersaji dalam pesta pernikahan dan khitanan, banyak pula kerabat dari luar daerah Cililin yang mulai mencicipi wajit dan menyukainya.
Pada masa itu, mulailah kalangan menak dan pejabat kolonial Belanda mencium wajit buatan dua perempuan tersebut. Mereka sangat menyukai produk wajit tersebut.
Hingga kalangan Belanda dan pejabat pribumi saat itu melarang wajit dikomersilkan. Alasannya, wajit dinilai makanan khusus kaum menak dan pejabat tinggi sehingga kaum bawah dan rakyat biasa tak berhak menikmati kuliner khas tersebut.
"Mereka memonopolinya dan mengeluarkan kebijakan bahwa wajit buatan Juwita dan Uti hanya khusus diproduksi untuk kalangan menak dan pejabat kolonial Belanda," katanya.
Baca Juga: TOK! RS Lapangan Kota Bogor Akan Berhenti Beroperasi, Ini Alasannya
Larangan tersebut konsumsi wajit bagi kaum bawah berlangsung selama beberapa tahun. Saat itu Juwita mulai menurunkan pengetahuan pembuatan wajit kepada putrinya Irah.
Pada rentan waktu itu wajit Cililin dijual secara sembunyi-sumbunyi. Namun dengan keyakinan bahwa rakyat berhak memakan apa yang meraka tanam, Irah pun memberanikan diri menjual wajit secara terang-terangan
Tahun 1936-an, Irah yang merupakan keturunan kedua atau anak dari Juwita mulai berani menjualnya secara terang-terangan.
"Ia tahu bahwa bahan dasar wajit itu hasil dari sawah rakyat. Jadi tak salah jika dimakan semua kalangan," ujar Samsul.
Berkat aksi berani itu, Irah beberapa mendapat intimidasi dari pemerintah kolonial Belanda. Namun, Irah tak bergeming.
Ia terus menjual makanan tersebut bahkah hingga ke Kota Bandung. Tak pelak kudapan wajit Cililin makin terkenal dan tak terbendung lagi untuk diprivatisasi oleh satu kalangan.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Gebrak Meja Polemik Royalti, Menkumham Perintahkan Audit Total LMKN dan LMK!
- Kode Mau Bela Timnas Indonesia, Pemain Keturunan Jawa Rp 347,63 Miliar Diincar AC Milan
- Detik-Detik Pengumuman Hasil Tes DNA: Ridwan Kamil Siap Terima Takdir, Lisa Mariana Tetap Yakin
- Kasih Kode Mau Bela Timnas Indonesia, Ryan Flamingo Kadung Janji dengan Ibunda
- Makna Kebaya Hitam dan Batik Slobog yang Dipakai Cucu Bung Hatta, Sindir Penguasa di Istana Negara?
Pilihan
-
Waduh! Cedera Kevin Diks Mengkhawatirkan, Batal Debut di Bundesliga
-
Shayne Pattynama Hilang, Sandy Walsh Unjuk Gigi di Buriram United
-
Danantara Tunjuk Ajudan Prabowo jadi Komisaris Waskita Karya
-
Punya Delapan Komisaris, PT KAI Jadi Sorotan Danantara
-
5 Rekomendasi HP Tahan Air Murah Mulai Rp2 Jutaan Terbaik 2025
Terkini
-
Dari Kurir Jadi Juragan! Dua Warga Bandung Raup Omzet Ratusan Juta
-
KRL Lumpuh Total Dihantam Gempa Bekasi: 5 Fakta Menegangkan di Balik Normalisasi Cepat
-
Cerita di Balik Layar Pemulihan KRL Usai Gempa Bekasi: Hujan Deras Tak Hentikan Kami
-
Warisan Proyek Mangkrak di Meja Dedi Mulyadi, Sanggupkah Akhiri Kutukan 10 Tahun TPPAS Lulut Nambo?
-
Jangan Sampai Terlewat! Ini Jadwal dan Cara Daftar Jabar Media Summit 2025