SuaraJabar.id - Tradisi rantang lebaran di Cimahi perlahan mulai ditinggalkan. Tradisi itu padahal yang sangat dirindukan adalah saling hantar rantang.
Biasanya, antar keluarga sebelum Idul Fitri sudah sibuk mengolah makanan khas lebaran yang dihantarkan melalui rantang lebaran.
Biasanya porsi masakan sengaja dibuat lebih karena akan dijadikan hantaran untuk sanak keluarga.
Namun tradisi tersebut nampaknya hanya tinggal cerita. Sebab, sejak tahun 2005 saling hantar rantang berisi kudapan khas lebaran sangat jarang terlihat.
Machmud Mubarok, salah seorang pegiat sejarah masih ingat betul saat tradisi hantar rantang dilakukan puluhan tahun lalu yang berisi berbagai makanan. Seperti daging, kentang, bihun dan nasi. Rantang diberikan pada tetangga dan saling berbalas kirim.
"Dulu tradisi rantang dilakukan H-2 atau H-1 lebaran. Rantang diberikan pada tetangga dan saling berbalas kirim, bahkan saking banyaknya bisa jadi makanan yang kita kirim kembali lagi kepada kita," ungkap Machmud dinukil dari Suara.com.
Namun tradisi tersebut, kata Machmud, mulai menghilang sekitar tahun 2005. Ia tak tahu percis penyebabnya. Tapi yang pasti, kata dia, hilangnya tradisi tersebut membuat silaturahmi meluntur.
"Entah apa alasan lebih pastinya yang membuat tradisi rantang tergeser. Padahal tradisi rantang sangat baik dan memiliki makna mempererat silaturahmi," sebutnya.
Tradisi lainnya yang kini yang menghilang di Kota Cimahi adalah "perang" menggunakan meriam bambu alias lodong. Padahal dulunya permainan tersebut menjadi tradisi yang selalu ada jelang lebaran.
Machmud masih ingat betul saat tahun 1980-1990-an. Ketika itu ia dan teman-temannya yang berasal dari Sukajaya, Cibabat perang lodong dengan Parapatan Cihanjuang atau dengan kampung-kampung lainnya.
Baca Juga: Ribuan Jemaah Ikuti Shalat Idul Fitri di Masjid Al-Azhar
"Biasanya perang lodong itu adu kencang suara. Menjelang Lebaran lodong dibunyikan saling bersahutan antarkampung. Tahun 1980 paling ramai," terangnya.
Namun suara ledakan lodong yang terbuat dari bambu atau dari kaleng yang sering dibuat anak kecil kini tidak terdengar lagi. Era petasan sepertinya mengubur tradisi bermain lodong jelang lebaran.
"Masuk tahun 2000-an lodong sudah tidak terdengar lagi eksistensinya," tukas Machmud.
Berita Terkait
-
Ketupat Pecel dan Keragaman Rasa yang Menyatukan Keluarga di Hari Raya Lebaran
-
Opor Ayam: Masakan Lebaran Pertamaku Sepeninggal Ibu
-
Istiqlal 'Banjir' Daging Kurban: 55 Sapi dan 81 Kambing Siap Dibagikan!
-
Kirim Sapi Limosin 1,25 Ton ke Istiqlal, Prabowo Bakal Nonton Penyembelihan Kurban saat Iduladha?
-
LIVE: Idul Adha 2025 Ditetapkan! Pemerintah Umumkan Hasil Sidang Isbat Malam Ini
Terpopuler
- Selamat Datang Elkan Baggott Kembali Disambut Rizky Ridho Hingga Yakob Sayuri
- Pemain Keturunan Rp260,7 Miliar Bawa Kabar Baik Setelah Mauro Zijlstra Proses Naturalisasi
- 4 Pilihan Alas Bedak Wardah yang Bikin Glowing dan Tahan Lama, Murah tapi Berkualitas!
- 4 Rekomendasi Sepatu Running Adidas Rp500 Ribuan, Favorit Pelari Pemula
- 6 Rekomendasi Lipstik yang Tahan Lama Terbaik, Harga Terjangkau Mulai Rp30 Ribuan
Pilihan
-
5 Rekomendasi HP Murah Xiaomi RAM 8 GB Memori 256 GB, Pilihan Terbaik 2025
-
Bertemu Rocky Gerung, Kapolri Singgung Pepatah Tentang Teman dan Musuh
-
3 Rekomendasi HP Murah Samsung RAM Besar 8 GB Memori 256 GB, Harga Cuma Rp 2 Jutaan
-
9 Sepatu Lari Murah Rp500 Ribu ke Bawah di Shopee, Performa Nyaman Desain Keren!
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan RAM 8 GB Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Juli 2025
Terkini
-
Cak Imin Apresiasi Peresmian Rumah Pemulasaran TMC di Tasikmalaya: Wujud Toleransi
-
Usaha Maju Berkat BRI, Supplier Ikan Ini Dipercaya Program MBG
-
KPR Syariah Generasi Z: Kenapa Makin Banyak yang Pilih?
-
Baru Dipasang Sehari, Kamera ETLE Portabel di Cianjur Rekam 752 Pelanggar
-
Ekonom Universitas Pasundan Sebut APBD Jabar Perlu Perhatian Ekstra