SuaraJabar.id - Bisnis pariwisata di Kabupaten Bandung Barat (KBB) kini babak belur dihantam pandemi Covid-19, apalagi ditambah dengan penerapan PPKM Level 4 hingga bisnis pariwisata di KBB seperti berada diujung tanduk.
Meski begitu, pelaku usaha bisnis pariwisata di KBB menyatakan memilih tidak mengibarkan bendera putih seperti dilakukan di daerah lain.
Wakil Ketua Wakil Ketua BPC Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) KBB Eko Supriyanto mengatakan, pengibaran bendera putih dirasa tak perlu dilakukan sebab semua keluhan yang dialami pelaku bisnis pariwisata sudah disampaikan kepada pemerintah.
"Nggak usah kan pesannya sudah disampaikan. Kondisi kita sudah disampaikan nggak perlu pakai bendera. Malu," ujar Eko saat dihubungi Suara.com, Jumat (30/7/2021).
Eko mengakui kondisi pariwisata seperti perhotelan, restoran di Bandung Barat cukup parah.
Terhitung sejak pandemi COVID-19 mewabah total kerugian yang dialami oleh anggotanya yang tergabung di PHRI sejak awal pandemi Maret 2020 sampai Juli 2021 mencapai Rp57.275.716.977.
"Angka itu baru dari 30 perusahaan anggota PHRI KBB, kalau ditambah di luar anggota PHRI, jumlahnya pasti jauh lebih membengkak," katanya.
Menurutnya, kondisi yang dialami perusahaan hotel dan resto tersebut, berimbas pada nasib karyawan atau pegawai di sektor pariwisata. Berdasarkan catatan, ada sebanyak 1.356 orang pegawai yang ikut terdampak karena harus dirumahkan sementara.
Eko memprediksi, jika PPKM Level 4 terus diperpanjang karena kasus Covid-19 tak kunjung mereda, maka bisa dipastikan bisnis pariwisata akan semakin babak belur.
Baca Juga: Pak Jokowi! Pelaku Usaha UMKM di Padang Kibarkan Ratusan Bendera Putih; Kita Sudah Melarat
Pihaknya berharap bantuan yang dicanangkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenekraf) segera bisa disalurkan. Sejauh ini, kata Eko, ada 30 perusahaan yang sudah mengajukan bantuan tersebut.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) KBB Heri Partomo mengakui, sektor pariwisata saat ini sedang berada di titik nadir terendah. Imbasnya, banyak pelaku wisata yang menutup usahanya atau merumahkan sebagian karyawan.
"Jelas prihatin dengan kondisi ini, tapi mau bagaimana lagi? Kondisinya serba sulit akibat Covid-19," ucapnya.
Memang ada usulan dari pengusaha wisata agar penutupan dilakukan secara proporsional. Artinya bagi tempat wisata yang berada di luar zona merah tetap diizinkan beroperasi dengan tetap menerapkan protokol kesehatan ketat.
"Tapi sulit juga, masih terlalu berisiko," katanya.
Kontributor : Ferrye Bangkit Rizki
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Iwan Suryawan Minta Pejabat Jabar Gugurkan Cuti Massal Nataru, Prioritaskan Siaga Cuaca Ekstrem
-
Pemberdayaan Perempuan Jadi Kunci BRI untuk Menaikkelaskan UMKM
-
Bye-bye Macet Limbangan! Target Tuntas Tol Cigatas Tembus Garut-Tasik 2027
-
BRI Perkuat Pembangunan Infrastruktur Nasional Lewat Pembiayaan Flyover Sitinjau Lauik
-
Rencana Dedi Mulyadi Ganti Konsultan Pengawas dengan Mahasiswa Tuai Kecaman Keras