Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Senin, 09 Agustus 2021 | 15:19 WIB
ILUSTRASI Aksi Buruh- Pengusaha memprediksi bakal terjadi gelombang PHK jika pemerintah memperpanjang PPKM Level 4. [Suara.com]

SuaraJabar.id - Kalangan pengusaha berharap Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Level 4 tak diperpanjang. Sebab jika aturan untuk industri masih sama seperti sebulan terakhir, badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bisa saja terjadi.

Hal tersebut diungkapkan Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Cimahi, Christina Sri Manunggal saat dihubungi Suara.com Senin (9/8/2031). Menurutnya, jika kebijakan diperpanjang, maka opsi tersulitnya bisa saja ada badai PHK kedua selalu pandemi COVID-19 ini.

"Repot, kita susah jalan perusahan. Kalau seperti ini terus kita harus mikir mengurangi karyawan (PHK)," ujar Christina.

Seperti diketahui, sejak diterapkannya PPKM Darurat-PPKM Level 4 mulai 3 Juli lalu, sektor industri essensial harus dibatasi 50 persen untuk yang berorientasi ekspor. Sementara yang non ekspor malah harus berhenti beroperasi.

Baca Juga: PPKM Level 4, Polisi Bubarkan Lomba Breakdance di Medan

Christina mengatakan, kebijakan tersebut sangat memberatkan bagi industri di Kota Cimahi yang didominasi tekstil dan garmen. Sebab disaat perusahaan mulai bangkit lagi ditengah pandemi COVID-19 ini, malah muncul kebijakan yang cukup mengganggu ritme industri di Cimahi.

"Sektor esensial hanya boleh jalan 50 persen. Yang non ekspor gak boleh jalan. Susah yah. Padahal kan industri lagi banyak order tapi terpaksa harus berhenti. Berat bagi kami," sebutnya.

Akibat kebijakan tersebut, order yang sebelumnya sudah masuk terpaksa harus dijadwal ulang. Sebab, jumlah kapasitas pekerjaan yang dikurangi otomatis berdampak terhadap produksi perusahaan.

Untuk itu, pihak nya berharap kebijakan PPKM Level 4 ini tak diperpanjang. Kalaupun diperpanjang, pihaknya meminta ada kebijakan baru di didalamnya yang tidak memberatkan bagi perusahaan.

Pasalnya, kata dia, jika kondisi bertahan seperti ini, keputusan terpahit seperti PHK bisa saja dilakukan. Meskipun diakuinya sejauh ini belum ada perusahaan yang mengambil opsi tersebut.

Baca Juga: Kena Sanksi, 9 Tempat Usaha di Bogor Langgar Aturan PPKM Level 4

"Alhamdulillah sampai sekarang belum (PHK) . Tapi kalau terus terusan repot. Berharap pandemi segera berkahir biar semuanya bisa kerja. Kalau Seandainya diperpanjang mohon ke pemeintah kasih perhatian untuk industri ini," imbuh Christina.

Dirinya melanjutkan, apabila industri sudah beroperasi normal lagi, pihaknya tak mempermasalahkan dengan penerapan protkol kesehatan yang lebih ketat. Apalagi, kata dia, nyaris semua karyawan di Kota Cimahi sudah disuntikan vaksin COVID-19.

Kepala Dinas Tenaga Kerja Yanuar Taufik mengakui, perusahaan di Kota Cimahi meminta kelonggaran beroperasi. Namun, kata dia, pihaknya tak bisa berbuat banyak sebab aturan itu bersumber dari pemerintah pusat.

"Memang pengusaha inginnya ada kelonggaran. Tapi keputusan dari pusat, inturksi Mendagri," tegasnya.

Sementara itu, Umay Mutiara (36) merupakan satu di antara banyak petani yang merasakan imbas pandemi COVID-19 yang diikuti dengan PPKM Level 4.

Harga jual sayuran petani asal Kampung Cibolang, RT 03 RW 13, Desa Tugumukti, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat (KBB) itu merosot tajam. Ia pun merugi, bahkan sampai tak mampu membayar pekerjanya selama musim panen 2021.

"Selama PPKM kita pusing, harga sayuran jatoh terus. Di tingkat petani sayuran banyak, sementara permintaan kurang jadi harga murah," kata Umay kepada Suara.com, Senin (9/8/2021).

Menurutnya, minimnya permintaan pasar lantaran hotel dan restoran tutup, ditambah panen raya dalam waktu bersamaanlah yang membuat harga sayuran miliknya terjun bebas.

Sepanjang tahun 2021, dirinya telah menanam dua jenis sayuran yaitu tomat dan buncis. Saat musim panen, kedua harga komoditi itu muluncur tajam nyaris tiga kali lipat.

Harga tomat yang biasanya Rp 6.000 per kilogram, selama Pandemik hanya dipatok antara Rp 1.700-2.000. Sedangkan harga buncis, dari harga normal 9.000, saat ini turun tajam ke angka Rp 1.500 per kilogram.

Kondisi itu membuat dirinya tak bisa memberi upah kepada empat orang karyawannya. Bahkan ia juga terpaksa membagikan sayurannya secara cuma-cuma kepada sanak saudara.

Kami juga terpaksa menjual dengan harga murah dan diberikan sebagian sayuran ke sanak saudara," tambahnya.

Di tengah situasi sulit ini, Umay berharap ada kebijakan baru dari pemerintah yang berpihak kepada petani namun tetap bisa mengendalikan Covid-19. Selain itu, ia juga berharap ada bantuan untuk para petani.

"Kita mohon ada solusi dari pemerintah. Kami petani makin sulit di masa sekarang ini," tukas dia.

Kontributor : Ferrye Bangkit Rizki

Load More