Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Selasa, 12 Oktober 2021 | 10:29 WIB
Endik (baju hitam), pekerja migran yang sempat sakit dan terkatung-katung di Malaysia akhirnya bisa pulang ke kampung halamannya. [Suara.com/Ferrye Bangkit Rizki]

SuaraJabar.id - Endik Sopandi (44) akhirnya bisa pulang ke rumahnya di Kampung Gamlok, RT 06/07, Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Ia terdampar di Malaysia setelah tertipu janji manis agen penyalur tenaga kerja yang memberangkatkannya.

Endik sampai ke rumahnya pada Senin (11/10/2021) sore dan disambut tangis harus oleh istri dan kedua anaknya.

Sudah sekitar 7 tahun mereka tidak bertemu setelah Endik berangkat ke Negeri Jiran menjadi pekerja migran.

"Alhamdulillah saya bisa balik lagi ke sini. Terima kasih untuk semuanya. Alhamdulillah bisa kumpul lagi sama keluarga," tutur Endik di kediamannya.

Baca Juga: Taliban Bisa Belajar dari Indonesia, Ini Ulasan Dosen Malaysia Tentang Sekolah Perempuan

Endik dipulangkan atas kerja sama Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2Ml) dan Konsultat Jenderal Republik Indonesia di Johor Bahru, Malayasia.

Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang berangkat secara unprosedural alias ilegal itu dipulangkan pada 21 September 2021 dari Malayasia ke Batam. Sebab terkonfirmasi positif Covid-19, Endik pun menjalani isolasi selama 10 hari di Malayasia.

Setelah dinyatakan negatif, Endik akhrinya melanjutkan kepulangannya menuju Lembang, Bandung Barat. Ia terlebih dahulu transit di Surabaya hingga akhirnya tiba di Bandara Husein Sastranegara pada Senin (11/10/2021) dan langsung menuju kediamannya.

"Saya mau istirahat dulu, udah lama tidak ketemu keluarga," ucap Endik.

Nasibnya Terkatung-katung di Malayasia

Baca Juga: Paritnya Ditutup Paksa, Pria Ini Nekat Tabrak Mobil Warga Pakai Ekskavator

Endik mulai bekerja di Malayasia beberapa tahun lalu. Ia berangkat secara ilegal melalui agen dan harus membayar sebesar 38 ribu ringgit atau sekitar 12 juta kepada sebuah agen dan iming-iming gaji yang cukup besar.

Endik pun diberangkatkan dengan wilayah tujuan Langkawi, Malayasia. Di sana, ia bekerja sebagai sopir di salah satu usaha pencucian kendaraan. Endik hanya bertahan 1,5 tahun lantaran tak betah dengan pekerjaannya.

"Lalu melarikan dari pekerjaan di Langkawi karena enggak tahan. Bekerja hanya dikasih makan sehari sekali. Itu juga hanya bihun, bukan nasi. Terus gaji lebih kecil dari perjanjian," ungkap Endik.

Tanpa arah dan tujuan di negeri orang, Endik terus berjalan. Bertanya sana sini ia kemudian diarahkan ke daerah Johor Baru yang tak lain merupakan lokasi keberadaan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI).

Dalam hatinya, Endik ingin melaporkan nasib pahit yang dialaminya. Namun ia tak berani. Meski begitu, ia memutuskan menginap selama di Johor Baru.

"Lalu ketemu orang dari Jawa yang kerja di perkebunan kelapa sawit Pahang akhirnya saya diajak dan ikut kerja di sana," sebut Endik.

Singkat cerita, Endik bertahan sebagai buruh di perkebunan kelapa sawit selama 4,5 tahun dengan upah yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makannya sehari-hari.

Pekerjaannya yang berat ternyata menimbulkan dampak buruk pada kesehatannya.

Dirinya mengalami urat kejepit hingga memaksanya cuti bekerja selama kurang lebih enam bulan. Selama itu pula, ia berutang pada rumah makan di tempatnya bekerja.

"Saya engga bisa kerja karena muntah darah setiap hari. Mau pulang gak ada paspor dan gak ada uang," ujar Endik.

Selama tidak bekerja lantaran sakit, Endik mendapat bantuan dari temannya untuk kebutuhan sehari-hari.

Sedangkan untuk kebutuhan obat ada bantuan dari perusahaan sawit tempatnya bekerja. Ia pun memutuskan untuk pulang.

Kisah perantauan Endik sempat viral di media sosial beberapa waktu lalu. Ia meminta pertolongan untuk dipulangkan ke Indonesia sebab nasibnya di Malaysia tak semanis janji agen yang memberangkatkannya.

Disnakertrans KBB Langsung Bergerak

Setelah mendapat laporan adanya PMI asal KBB yang mengalami kesulitan di negeri orang, Pemkab Bandung Barat melalui Disnakertrans langsung bergerak untuk menghubungi Konsultat Jenderal Republik Indonesia Johor Bahru dan berkoordinasi dengan BP2MI.

Sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP), Disnakertrans KBB pun berkirim surat ke Konsultat Jenderal Republik Indonesia terkait kondisi Endik di Malaysia.

Ketiadaan paspor Endik yang ditahan perusahaannya tempat bekerja saat pertama datang ke Malaysia sempat menjadi kendala.

"Karena yang bersangkutan ini gak ada paspor, riskan untuk keluar dari perkebunan dijemputlah sama Konjen (Konsultat Jenderal) dan alhamdulillah dievakuasi dari perkebunan," terang
Kepala Seksi Perluasan dan Penempatan Tenaga Kerja pada Disnakertrans KBB, Sutrisno.

Setelah melalui berbagai proses yang cukup panjang, Endik akhirnya bisa dipulangkan.

Semua beban biaya kepulangannya ditanggung pemerintah. Ia dijemput langsung Disnakertrans dan BP2MI di Bandara Husein Sastranegara.

"Inilah kehadiran pemerintah bahwa kita harus hadir dan kita mengayomi dari mulai pra penempatan maupun purna," pungkasnya.

Kontributor : Ferrye Bangkit Rizki

Load More