Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Kamis, 17 Maret 2022 | 14:44 WIB
ILUSTRASI - Barang bukti berupa uang tunai ditampilkan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (6/1/2022). [Suara.com/Alfian Winanto]

SuaraJabar.id - Empat terdakwa penyuap Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi (RE) bakal segera diseret ke meja hijau. Kepastian tersebut didapat usai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan berkas perkara mereka ke engadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, mpat terdakwa pemberi suap itu adalah Direktur PT MAM Energindo (ME) Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT KBR Suryadi (SY), serta Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS).

"Hari ini, tim Jaksa KPK telah melimpah berkas perkara sekaligus surat dakwaan empat terdakwa pemberi suap dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung," kata Ali Fikri, Kamis (17/3/2022) dikutip dari Antara.

Ali pun mengatakan penahanan para terdakwa tersebut sudah sepenuhnya menjadi wewenang pengadilan tipikor.

Baca Juga: Tembus Rp 80 Triliun, Potensi Kebocoran Anggaran Di DKI Tergolong Tinggi, KPK Wanti-wanti Soal Ini

Lalu terkait dengan tempat penahanan, sementara ini, Ali Amril (AA) dan kawan-kawan masih dititipkan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur, Jakarta.

"Tim jaksa masih menunggu penetapan penunjukan majelis hakim dan penetapan hari sidang dengan agenda awal pembacaan surat dakwaan," kata Ali.

Empat terdakwa pemberi suap itu didakwa dengan dakwaan kesatu Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b Undang-Undang (UU) Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau kedua Pasal 13 UU Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebelumnya, pada Kamis (6/1), KPK telah mengumumkan Ali Amril dan kawan-kawan sebagai tersangka pemberi suap dalam kasus korupsi tersebut.

Selain mereka, KPK juga menetapkan lima tersangka penerima suap. Mereka adalah Rahmat Effendi (RE), Sekretaris DPMPTSP M Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL).

Baca Juga: Berkas Lengkap, Begini Babak Baru Kasus Suap dan TPPU Bupati HSU Abdul Wahid

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran Rp 286,5 miliar.

Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu, Bekasi, Jawa Barat, senilai Rp 21,8 miliar, serta pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp 25,8 miliar dan lahan Polder Air Kranji senilai Rp 21,8 miliar.

Selanjutnya, ganti rugi lain berbentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar.

Atas proyek-proyek tersebut, Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan melakukan intervensi. Ia memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek itu serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.

Lalu sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan sebutan untuk sumbangan masjid.

Uang tersebut diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaannya, yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.

Tidak hanya itu, Rahmat Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya. Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Mulyadi.

Ada pula tindakan korupsi terkait dengan pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Rahmat Effendi diduga menerima Rp 30 juta dari Ali Amril melalui M Bunyamin.

Load More