SuaraJabar.id - Sejumlah petani milenial di Kabupaten Bandung, Jawa barat kini tengah menghadapi masa sulit. Penyebabnya, harga jual sayur mengalami penurunan yang sangat drastis di tengah kenaikan harga BBM dan pupuk.
Kondisi itu bahkan mendorong beberapa petani merusak sayuran yang ditanamnya. Aksi petani merusak sayuran itu bahkan sempat terekam kamera dan videonya menyebar ke jejaring media sosial hingga menjadi viral.
Agung Rizky Yuda, petani milenial asal Kabupaten Bandung mengatakan, kenaikan harga BBM pada awalnya diharapkan menjadi titik awal kenaikan harga sayuran, namun pada kenyataannya harga justru anjlok.
"Pecay saja sekarang hanya Rp 200/kg dari harga normal Rp 2.500-Rp3.000," ujar Agung ketika dihubungi, Senin (19/9/2022).
Harga tersebut bukan berada di kebun, tetapi sudah harus di pinggir jalan. Sehingga petani jika ingin menjual pecaynya harus mengeluarkan uang lebih untuk buruh kuli panggul juga kuli panen.
"Bawang daun juga kemarin-kemarin masih Rp 2.000, sekarang hanya Rp 500," imbuhnya.
Padahal, petani sudah mengeluarkan modal cukup besar, untuk menggarap lahan, baik membeli benih, sampai membeli pupuk.
"Pupuk juga naik," ucapnya.
Dia mencontohkan, pupuk NPK yang biasanya hanya Rp 15.000/kg saat ini sudah diangka Rp 20.000/kg. Sehingga biaya untuk memupuk tanaman menjadi naik.
Kondisi diperparah dengan naiknya harga BBM yang membuat kebutuhan sehari-hari ikut melonjak. Namun, ironisnya harga sayuran justru mengalami penurunan.
"Kalau harga sedang bagus, pupuk bisa dibeli. Sekarang kondisinya tidak seimbang, harga pupuk naik sementara harga sayuran justru turun," ungkapnya.
Kondisi ini kata Agung sudah berlangsung selama satu bulan. Sehingga petani merugi besar dengan anjloknya harga, bahkan memilih membiarkan sayuran yang ditanamnya ketimbang dijual dengan harga rendah.
"Kalau dipanen juga yang ada kerugian makin besar, karena harus mengeluarkan biaya untuk panen," katanya.
Dia berharap pemerintah bisa menganbil tindakan supaya kerugian petani tidak terlalu besar. Terlebih produk pertanian dibutuhkan oleh masyarakat banyak, jika kondisi terus seperti ini tidak tertutup kemungkinan petani enggan untuk menggarap lahannya.
Berita Terkait
-
Klasemen BRI Super League Pekan ke-13 Usai Persib Bandung Disikat Malut United
-
Harga Diri Bangsa vs Air Mata Korban Bencana Sumatera, Sosok Ini Sebut Donasi Asing Tak Penting
-
Minus Bojan Hodak, Begini Kondisi Skuat Persib Jelang Lawan MU: Tetap Usung Misi 3 Poin
-
Lalui Perjalanan Tak Biasa ke Kandang MU, Marc Klok Akui Capek tapi Mau Menang
-
Polisi Bongkar Perusak Kebun Teh Pangalengan Bandung, Anggota DPR Acungi Jempol: Harus Diusut Tuntas
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Cirebon Darurat! Banjir Rendam 22 Desa, Lebih dari 6.500 Warga Terdampak
-
Rute Eksotis Jakarta-Cianjur Batal Dilayani KA Jaka Lalana, Ternyata Ini Penyebabnya
-
Iwan Suryawan Minta Pejabat Jabar Gugurkan Cuti Massal Nataru, Prioritaskan Siaga Cuaca Ekstrem
-
Pemberdayaan Perempuan Jadi Kunci BRI untuk Menaikkelaskan UMKM
-
Bye-bye Macet Limbangan! Target Tuntas Tol Cigatas Tembus Garut-Tasik 2027