Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Senin, 19 September 2022 | 21:21 WIB
Diduga akibat harga anjlok, petani di Rancabali, Kabupaten Bandung, merusak sayuran yang ditanamnya. Aksi mereka viral dalam beberapa hari terakhir, hasil pertanian holtikultura mengalami penurunan harga. Petani Kabupaten Bandung menjerit karena harga anjlok ditengan kenaikan harga BBM. (Ayobandung.com/Facebook/Agung R)

SuaraJabar.id - Sejumlah petani milenial di Kabupaten Bandung, Jawa barat kini tengah menghadapi masa sulit. Penyebabnya, harga jual sayur mengalami penurunan yang sangat drastis di tengah kenaikan harga BBM dan pupuk.

Kondisi itu bahkan mendorong beberapa petani merusak sayuran yang ditanamnya. Aksi petani merusak sayuran itu bahkan sempat terekam kamera dan videonya menyebar ke jejaring media sosial hingga menjadi viral.

Agung Rizky Yuda, petani milenial asal Kabupaten Bandung mengatakan, kenaikan harga BBM pada awalnya diharapkan menjadi titik awal kenaikan harga sayuran, namun pada kenyataannya harga justru anjlok.

"Pecay saja sekarang hanya Rp 200/kg dari harga normal Rp 2.500-Rp3.000," ujar Agung ketika dihubungi, Senin (19/9/2022).

Baca Juga: Aksi Hotman Paris Berikan Uang ke Anak Pemulung Dibanjiri Pujian dari Netizen: Ini Wakil Rakyat Sesungguhnya

Harga tersebut bukan berada di kebun, tetapi sudah harus di pinggir jalan. Sehingga petani jika ingin menjual pecaynya harus mengeluarkan uang lebih untuk buruh kuli panggul juga kuli panen.

"Bawang daun juga kemarin-kemarin masih Rp 2.000, sekarang hanya Rp 500," imbuhnya.

Padahal, petani sudah mengeluarkan modal cukup besar, untuk menggarap lahan, baik membeli benih, sampai membeli pupuk.

"Pupuk juga naik," ucapnya.

Dia mencontohkan, pupuk NPK yang biasanya hanya Rp 15.000/kg saat ini sudah diangka Rp 20.000/kg. Sehingga biaya untuk memupuk tanaman menjadi naik.

Baca Juga: Menang di Kandang Persikab Bandung, CEO PSCS Cilacap Ucapkan Terima Kasih Doa dan Dukungan Suporter

Kondisi diperparah dengan naiknya harga BBM yang membuat kebutuhan sehari-hari ikut melonjak. Namun, ironisnya harga sayuran justru mengalami penurunan.

"Kalau harga sedang bagus, pupuk bisa dibeli. Sekarang kondisinya tidak seimbang, harga pupuk naik sementara harga sayuran justru turun," ungkapnya.

Kondisi ini kata Agung sudah berlangsung selama satu bulan. Sehingga petani merugi besar dengan anjloknya harga, bahkan memilih membiarkan sayuran yang ditanamnya ketimbang dijual dengan harga rendah.

"Kalau dipanen juga yang ada kerugian makin besar, karena harus mengeluarkan biaya untuk panen," katanya.

Dia berharap pemerintah bisa menganbil tindakan supaya kerugian petani tidak terlalu besar. Terlebih produk pertanian dibutuhkan oleh masyarakat banyak, jika kondisi terus seperti ini tidak tertutup kemungkinan petani enggan untuk menggarap lahannya.

Load More