Scroll untuk membaca artikel
Galih Prasetyo
Kamis, 04 Mei 2023 | 19:11 WIB
Proses Pemisahan Gula Aren Semut Warga Desa Wangunsari, Kecamatan Sindangkerta, Kabupaten Bandung Barat (KBB) (Suara.com/Ferry Bangkit)

SuaraJabar.id - Desa Wangunsari, Kecamatan Sindangkerta, Kabupaten Bandung Barat (KBB) ternyata dikenal sebagai salah satu sentra penghasil gula aren. Bahkan, produksinya sudah dilirik pasar mancanegara.

Tercatat ada sekitar 434 petani dan pelaku usaha gulan aren di Sindangkerta sehingga tidak heran di daerah tersebut terdapat banyak pohon aren (kawung). Dari usaha itu, setiap petani bisa mengantongi jutaan rupiah setiap bulannya.

Salah satunya adalah Herman Suryaman, petani dan pengusaha gulan aren asal Kampung Talun, RT 03/09, Desa Wangunsari, Kecamatan Sindangkerta, yang juga pendiri Gula Aren Semut Kawoong.

"Kalau saya mulai mengembangkan gula aren semut atau kristal itu sejak tahun 2014," ucap Herman kepada Suara.com

Baca Juga: Viral Pengamen Nyanyikan Lagu Dan di Depan Sheila On 7, Netizen Malah Salfok ke Duta: Sangat Manis Seperti Gula Aren

Di Desa Wangunsari, Herman juga tak sendiri. Ada sekitar 30 petani yang tergabung dalam kelompok Talaga Hurip dan mengembangkan produk gula aren semut. Bahkan, produk mereka sudah memiliki merk dagang dan mengantongi cap halal dari Majelis Ulama Indonesia (MU).

"Jadi selain yang saya olah sendiri. Kita melakukan pemberdayaan 30 petani aren. Jadi para petani ini kirim aren setengah jadi. Nanti di sini dikeringkan dan dikemas dalam satu brand sama," ujar Herman.

Usaha Herman dan petani lainnya terbilang sangat memuaskan. Produl gula aren kristal sudah dipasarkan ke berbagai daerah seperti Kota Cimahi, Sumedang, Bogor, Tasikmalaya, Bekasi hingga Bogor.

Harga jual gula aren semut dipatok Rp 35 ribu per kilogram. Harga itu lebih tinggi dibandingkan harga jual gula aren batangan.

Kondisi itu membuat Herman bersama teman-temannya cuan lebih besar, karena permintaannya cukup tinggi dalam beberapa tahun terakhir.

Baca Juga: 3 Manfaat Gula Aren yang Baik untuk Kesehatan, Melancarkan Pencernaan

"Karena harga dan permintaanya cukup tinggi, penghasilan petani di sini juga besar. Ada salah seorang petani bisa hasilkan 1,5 ton per bulan. Keuntungannya sampai Rp 7 juta," terang Herman.

Belakangan produk bernama Gula Aren Semut Kawoong hasil petani Sindangkerta ini mulai dilirik pasar mancanegara berkat terlihat sejumlah acara pemeran UMKM dan pemasaran melalui media sosial.

Tak tanggung-tanggung buyer dari negara Cina, Korea, dan Thailand meminta petani Sindangkerta ekpor dalam jumlah besar. Bahkan, sejumlah negara itu sudah meminta diekspor minimal 10 hingga 30 ton per bulan.

Namun permintaan itu sejauh ini belum disanggupi Herman dan teman-temannya karena kapasitas produksinya saat ini belum mencukupi.
"Kita masih pikir-pikir dulu karena produksi sebesar itu cukup sulit. Perlu minimal 300 petani aren untuk terlibat. Tapi kita sedang pikirkan supaya memenuhi permintaan," jelas Herman.

Herman menerangkan lahan aren yang dipakai warga Kampung Talun tersebar di pegunungan Gunung Buled, Pasir Ipis, Haur Seah, dan Sayang Kaak.

Total luas lahannya mencapai 60 hektar meliputi tanah milik pribadi dan Perhutani. Karena sadar pembudidayan tanaman aren di wilayah Sindangkerta masih mengandalkan ekosistem alam, maka warga sekitar sadar untuk tetap merawat hutan untuk menopang penghidupan.

"Kami hidup dan memutarkan roda ekonomi dari aren yang tumbuh di hutan. Kalau kita rusak hutannya tentu aren gak akan tumbuh. Makanya kami rawat ekosistem ini supaya menjaga penghidupan," ujarnya.

Cara Memproduksi Gula Aren Semut

Dia menerangkan, proses pembuatan gula aren semut bermula dari dari air nira atau aren yang dipanaskan di atas wajan. Setelah itu dilakukan proses pemisahan gumpalan sari aren dingin.

Bubuk kristal merah yang dinyakini lebih sehat dari gula pasir putih ini mesti melewati serangkaian tahapan pembuatan agak panjang. Salah satunya tahap penyortiran dan pengeringan yang menyita waktu hampir setengah hari.

"Jadi setelah diayak, butiran gula ini dimasukan ke mesin pengering, lalu nanti dikemas dengan takaran sesuai permintaan pasar. Paling kecil 200 gram hingga bungkus besar dengan berat 1.000 gram," katanya.

Kontributor : Ferrye Bangkit Rizki

Load More