Andi Ahmad S
Selasa, 23 September 2025 | 13:38 WIB
Gempa Bumi Guncang Sukabumi-Bogor [Twitter BMKG]
Baca 10 detik
  • Serangkaian gempa di Sukabumi akibat sesar aktif dangkal, bukan vulkanik atau geothermal.
  • BMKG pastikan gempa disebabkan sesar aktif, masih dikaji spesifiknya.
  • Gempa sebabkan kerusakan ringan, tanpa korban jiwa. Sesar aktif dangkal pemicunya.

SuaraJabar.id - Wilayah Sukabumi diguncang serangkaian gempa bumi dalam beberapa hari terakhir, memicu kekhawatiran masyarakat.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memastikan bahwa aktivitas gempa beruntun ini dipicu oleh sesar aktif dangkal, dengan mekanisme pergerakan mendatar (strike-slip fault) di sekitar Pegunungan Halimun-Salak.

Penjelasan ini meredakan spekulasi yang beredar, sekaligus menjadi pengingat akan kerentanan seismik di wilayah Jawa Barat.

Kepala Stasiun Geofisika Kelas III BMKG Sukabumi, Agung Saptaji, menjelaskan bahwa pihaknya masih terus melakukan kajian lebih lanjut terkait sebaran gempa untuk identifikasi yang lebih spesifik.

"Untuk sementara penyebab gempa masih karena sesar aktif. Belum spesifik sesar apa, karena kami masih mempelajari sebaran gempa tersebut,” kata Agung kepawa wartawan, Selasa 23 September 2025.

Ia menambahkan, gempa utama berkekuatan magnitudo 4,0 yang terjadi Sabtu malam lalu memiliki mekanisme pergerakan mendatar.

“Secara pergerakan mekanisme gempa, pergerakan gempa bumi M4,0 kemarin malam dengan mekanisme mendatar,” ujarnya.

BMKG akan terus melakukan pemantauan intensif dalam beberapa hari ke depan sebelum menyampaikan kesimpulan yang lebih detail, sebagai bentuk kehati-hatian.

Direktur Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, turut merinci sejumlah fakta penting mengenai gempa SukabumiBogor.
Ia menyebut gempa utama (mainshock) berkekuatan magnitudo 4,0 dengan kedalaman hiposenter 7 km, terjadi pada Sabtu (20/9) pukul 23.47 WIB.

Baca Juga: Pameran Jejak Kota Hujan Ungkap Transformasi Bogor, Soroti Isu Sosial dan Dorong Regenerasi

Episentrum gempa berada di darat, tepatnya di Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi.

"Jenis gempa yang terjadi adalah gempa tektonik kerak dangkal yang dipicu aktivitas sesar aktif,” kata Daryono, dikutip dari akun resmi media sosialnya.

Catatan sensor seismik DBJI (Darmaga) dan CBJI (Citeko) menunjukkan karakteristik gelombang S (shear) yang tajam dan berfrekuensi tinggi, yang secara definitif memastikan bahwa gempa ini bukan dipicu oleh aktivitas vulkanik.

Analisis mekanisme sumber juga kembali menguatkan indikasi pergerakan mendatar atau strike-slip fault.

Daryono secara tegas membantah anggapan bahwa gempa terkait dengan Sesar Citarik, menjelaskan bahwa pusat gempa utama dan gempa susulannya tersebar jauh di sebelah barat jalur sesar tersebut.

Terkait dugaan sebagian masyarakat yang mengaitkan aktivitas gempa dengan kegiatan pengeboran geothermal di kawasan Gunung Salak, Agung Saptaji dari BMKG Sukabumi menegaskan hingga kini tidak ada data yang dapat menguatkan anggapan tersebut.

"Banyak yang mengaitkan kegempaan yang terjadi dengan aktivitas geothermal. Namun kami dari BMKG tidak memiliki data terkait aktivitas geothermal yang dilakukan perusahaan, sehingga tidak bisa menyimpulkan apakah ada kaitannya,” jelasnya.

"Kalau saya pribadi bukan dari sana, tetapi dari aktivitas tektonik di sekitar pegunungan Halimun-Salak. Untuk sementara kami masih menyimpulkan disebabkan aktivitas sesar aktif,” pungkasnya.

BMKG mencatat bahwa guncangan gempa utama dirasakan di berbagai wilayah dengan intensitas bervariasi:

  • Intensitas III–IV MMI: Kalapanunggal dan Kabandungan.
  • Intensitas III MMI: Pamijahan dan Leuwiliang.
  • Intensitas II–III MMI: Bogor.
  • Intensitas II MMI: Palabuhanratu dan Depok.

Gempa ini juga menyebabkan kerusakan ringan pada sejumlah rumah warga di Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan.

“Catatan sementara, 20 jiwa mengungsi, lima rumah terdampak, dan 25 jiwa menghadapi situasi darurat. Patut disyukuri, gempa tidak menimbulkan korban meninggal dunia maupun luka-luka.” ungkapnya.

Kerusakan bangunan, lanjut dia, dipicu oleh kombinasi hiposenter yang dangkal, kondisi tanah lunak di zona gempa, serta struktur rumah warga yang belum sepenuhnya berstandar tahan gempa.

Hingga Minggu malam, BMKG mencatat telah terjadi 39 kali gempa susulan. Dari jumlah tersebut, lima di antaranya dirasakan warga, dengan magnitudo terbesar 3,8 dan terkecil 1,9.

Daryono menambahkan, gempa merusak di wilayah tersebut bukanlah kali pertama.

"Kejadian serupa pernah terjadi pada Maret 2020 yang merusak ratusan rumah di enam kecamatan, dan Desember 2023 di Pamijahan dan sekitarnya,” jelasnya.

Load More