Andi Ahmad S
Senin, 22 September 2025 | 17:07 WIB
Ilustrasi tanah warga di Bogor terancam disita. (Pixabay/Pexels)
Baca 10 detik
  • Ribuan warga Desa Sukaharja terancam kehilangan tanah mereka karena sengketa agunan fiktif kasus BLBI sejak 1983.
  • Satgas BLBI memblokir tanah warga di Desa Sukaharja, padahal warga memiliki bukti kepemilikan turun-temurun.
  • Satgas BLBI tidak mengindahkan hasil verifikasi lama dan bukti kepemilikan warga, menyebabkan kerugian bagi ribuan warga.

SuaraJabar.id - Lebih dari tiga dekade lalu, di era Orde Baru, sebuah skema agunan fiktif dalam pusaran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) mencatat sejarah kelam yang kini kembali menghantui ribuan warga Desa Sukaharja, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor.

Apa yang dianggap sebagai masa lalu, kini menjelma menjadi ancaman nyata penyitaan tanah yang sah mereka miliki.

Kisah pilu ini bukan sekadar angka dan dokumen hukum, melainkan cerminan nyata dari bagaimana praktik-praktik masa lalu dapat merenggut hak dan masa depan generasi kini, memaksa mereka berjuang mempertahankan warisan tanah leluhur dari jeratan utang yang bahkan tidak mereka lakukan.

Kali ini, ribuan warga Desa Sukaharja, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, menghadapi ancaman kehilangan tanah yang telah mereka garap dan miliki turun-temurun.

Berawal dari kekeliruan informasi yang sempat menyebut Desa Sukawangi sebagai korban, Kepala Desa Sukaharja, Budianto, meluruskan duduk perkara, menyoroti sejarah panjang agunan fiktif yang kini menjadi mimpi buruk bagi masyarakatnya.

Sebelumnya, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Yandri Susanto, dalam rapat di DPR sempat menyampaikan bahwa Desa Sukawangi terancam dilelang karena dijadikan jaminan utang bank.

Namun, Budianto dengan tegas membantah isu tersebut. Ia menjelaskan bahwa tanah sitaan BLBI yang menjadi masalah ini sejatinya berada di Desa Sukaharja, yang memang berdampingan dengan Desa Sukawangi.

"Klaim sitaan tanah BLBI dari terpidana Le Dermawan Chint Kiat di Sukaharja," papar Budianto kepada wartawan.

Desa Sukaharja sendiri memiliki luas 3.650 hektar dengan total penduduk 8.323 jiwa (4.309 laki-laki dan 4.014 perempuan) dan 2.446 Kepala Keluarga.

Baca Juga: Dampak dan Sebaran Guncangan Gempa: Getaran Meluas, Kerusakan Terbatas Namun Jadi Peringatan Penting

Desa ini telah berdiri secara turun-temurun sejak era penjajahan Belanda dan diakui pemerintah sejak tahun 1930.

Kasus pelik ini berakar pada sejarah yang panjang, bermula empat dekade lalu:

1983 Agunan Fiktif Senilai Rp850 Juta.

Le Dermawan Chint Kiat, pemilik Bank Perkembangan Asia, memberikan pinjaman senilai Rp850 juta kepada Mohamad Madrawi (H. Madrawi), Direktur PT Perkebunan dan Peternakan Nasional Gunung Batu.

Akta kredit No. 145.Kr/BPA/XII/83 PT Perkembangan Asia tanggal 30 Desember 1983 ini mengagunkan tanah seluas 406 hektar yang menggunakan nama girik milik warga Desa Sukaharja.

Warga menegaskan tidak pernah menjual tanah mereka kepada Le Dermawan Chint Kiat atau Mohamad Madrawi.

Load More