Andi Ahmad S
Senin, 08 Desember 2025 | 23:47 WIB
Ilustrasi Banjir di Jawa Barat. [Suara.com/Alfian Winanto]
Baca 10 detik
  • Penyebab Banjir Rob Banjir rob di Eretan Wetan dipicu kenaikan air laut global dan pendangkalan sungai. Kondisi ini membuat desa tersebut menjadi "kota air" permanen yang menyulitkan aktivitas harian warga setempat.

  • Solusi Relokasi Warga Gubernur Dedi Mulyadi menegaskan relokasi adalah solusi mutlak bagi warga pesisir. Menghadapi alam yang agresif tidak cukup hanya dengan infrastruktur, pemindahan pemukiman menjadi langkah penyelamatan nyawa yang utama.

  • Kepemimpinan Gerak Cepat Pemerintah Provinsi Jawa Barat berkomitmen memangkas birokrasi demi mempercepat proses relokasi. Sebanyak 200 warga yang terdampak rob parah akan segera dipindahkan ke lahan baru untuk mengakhiri penderitaan mereka.

SuaraJabar.id - Krisis iklim bukan lagi sekadar prediksi sains, melainkan realitas pahit yang harus ditelan warga pesisir Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat. Desa Eretan Wetan, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, kini seolah berubah menjadi "kota air" permanen akibat terjangan banjir rob yang tak kunjung henti.

Merespons kondisi darurat yang menyengsarakan rakyat ini, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, turun tangan dengan pendekatan yang lugas dan berorientasi solusi jangka panjang.

Pria yang akrab disapa Kang Dedi atau KDM ini menegaskan bahwa melawan alam dengan cara konvensional tidak lagi efektif. Pemerintah Daerah (Pemda) harus berani mengambil langkah tidak populer namun menyelamat nyawa, yakni relokasi.

Dilansir dari Antara, Senin (8/12/2025), Dedi memaparkan analisisnya bahwa banjir rob di wilayah pesisir pada dasarnya dipicu oleh kenaikan muka air laut global yang diperparah oleh pendangkalan sungai.

“Banjir yang di Indramayu itu sederhana, yang pertama adalah daerah aliran sungainya harus dibenahi,” kata Dedi.

Dedi Mulyadi menilai, perbaikan infrastruktur sungai seperti normalisasi memang penting, namun itu saja tidak cukup untuk menahan laju air laut yang semakin agresif masuk ke daratan.

Oleh karena itu, relokasi permukiman warga yang berada di garis depan pantai (shoreline) menjadi opsi yang tak bisa ditawar lagi. Memaksakan tinggal di zona merah rob hanya akan memperpanjang penderitaan warga dan kerugian ekonomi yang berulang.

“Kedua, rumah-rumah yang langganan rob lebih baik direlokasi. Kalau laut tidak bisa dicegah, airnya makin naik dan akan terus masuk ke wilayah Eretan,” katanya dengan nada realistis.

Ia mengaku telah berkoordinasi langsung dengan Pemerintah Kabupaten Indramayu untuk segera mengeksekusi lahan relokasi. Tidak perlu menunggu lama, Dedi menyanggupi permintaan ratusan warga yang sudah menyerah menghadapi rob.

Baca Juga: PKL Simpang Bara Bakal Digeser ke Situ Babakan, Solusi Jitu Urai Macet Kampus IPB?

“Kemarin sudah 200 orang minta direlokasi. Saya sudah sanggup 200 orang direlokasi. Nggak ada yang sulit di Jawa Barat, semuanya mudah,” tegasnya.

Pernyataan "semuanya mudah" ini menjadi sinyal kuat bahwa Pemprov Jabar siap memangkas birokrasi yang menghambat proses penyelamatan warga dari bencana ekologis ini.

Kondisi di lapangan memang sudah sangat tidak manusiawi. Pada Jumat (5/12) lalu, banjir rob kembali merendam kawasan pesisir Desa Eretan Wetan dengan intensitas tinggi.

Sumarni (48), salah satu warga setempat, menuturkan kisah pilu kesehariannya. Jalanan desa sudah tidak bisa dilalui kendaraan bermotor. Warga terpaksa menggunakan perahu hanya untuk sekadar membeli kebutuhan pokok ke warung atau pasar, karena ketinggian air seringkali mencapai sepinggang orang dewasa.

“Kalau surut sebentar, air datang lagi. Tidak pernah benar-benar kering,” ungkap Sumarni menggambarkan keputusasaan warga.

Load More