Penyebar Hoaks Kecurangan Rekapitulasi Suara di Bandung Dibekuk Polisi

"Videonya memang direkam oleh yang bersangkutan langsung, tapi narasinya seolah-olah itu benar tapi sesungguhnya tidak benar dan hoaks," lanjutnya.

Agung Sandy Lesmana
Rabu, 15 Mei 2019 | 15:28 WIB
Penyebar Hoaks Kecurangan Rekapitulasi Suara di Bandung Dibekuk Polisi
RGS, Penyebar hoaks kecurangan rekapitulasi di PKK di Kabupaten Bandung. (Suara.com/Aminuddin).

SuaraJabar.id - Polda Jawa Barat telah meringkus tersangka berinisial RGS (45) terkait kasus penyebaran berita hoak adanya kecurangan pada rekapitulasi suara di PPK Kecamatan Plumbon, Kabupaten Bandung yang sempat viral di media sosial.

"Lagi-lagi Direktorat Kriminal Khusus Polda Jabar melakukan penanganan terhadap tindak pidana terkait dengan masalah hoaks ataupun berita bohong," kata Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Trunoyudho Wisnu Andhiko, di Mapolda Jabar, Jalan Sukarno Hatta, Bandung, Jawa Barat, Rabu (15/5/2019).

Trunoyudho mengatakan awalnya tersangka mendatangi GOR Pamijahan, Desa Pamijahan, Kecamatan Plumbon, pada Sabtu, 20 April 2019.

GOR itu merupakan tempat dilaksanakannya rapat rekapitulasi hasil perolehan suara tingkat kecamatan. Kemudian tersangka ingin masuk ke dalam GOR itu, tapi petugas melarang RGS. Alasannya, karena tidak diperbolehkan masuk selain petugas dan saksi yang ditunjuk oleh kedua pasangan calon.

Baca Juga:Soal Blokir Hoaks, Rudiantara: Facebook Paling Parah

"Tersangka ini mengakunya saksi padahal bukan saksi resmi yang diberikan mandat oleh masing-masing pasangan calon presiden wakil presiden," tukasnya.

Barang bukti soal kasus hoaks kecurangan di PPK Plumbon, Kabupaten Bandung, (Suara.com/Aminuddin).
Barang bukti soal kasus hoaks kecurangan di PPK Plumbon, Kabupaten Bandung, (Suara.com/Aminuddin).

Merasa geram,  tersangka akhirnya merekam kegiatan di depan pintu masuk utama GOR Pamijahan. Dalam rekaman berdurasi kurang dari satu menit itu, RGS menyatakan kalau PPK Kecamatan Plumbon tidak transparan dan seenaknya melakukan kecurangan dalam proses penghitungan suara Pemilu 2019.

"Hari ini Rapat Pleno Terbuka Perhitungan C1 di PPK Kecamatan Plumbon Kabupaten Cirebon akan tetapi Ki merasa aneh sekali Rapat Pleno ini tertutup masyarakat tidak boleh melihat bahkan para saksi pun itu dipersulit untuk masuk ha... Ini enak-enakan nih petugas-petugas yang ada di dalam ini mau mengurangi mau menambahi ini kita viralkan ini kami mohon bantuan dari saudara sekalian untuk memviralkan, salam akal sehat, salam 02 Prabowo Sandi Menang Allahuakbar," begitu kalimat yang disampaikan tersangka dalam video itu.

"Kemudian rekaman video itu tersebut beredar viral di media sosial Facebook, WhatsApp dan YouTube," terang Trunoyudho.

Menurutnya, sebetulnya video itu asli direkam oleh tersangka, tapi kemudian yang membuat video itu dinilai hoaks lantaran narasi yang disampaikan tersangka seolah-olah terjadi kecurangan di PPK Plumbon, dan itu bertolak belakang dengan kesaksian dari petugas PPK Plumbon.

Baca Juga:Disebut Curang di Video Viral, Tsamara Tertawa: Salut pada Narasi Hoaksnya

Kita memeriksa sebanyak 8 orang saksi dan semuanya menyatakan tidak terjadi kecurangan dalam proses rekapitulasi suara di PPK Plumbon," jelasnya.

"Videonya memang direkam oleh yang bersangkutan langsung, tapi narasinya seolah-olah itu benar tapi sesungguhnya tidak benar dan hoaks," lanjutnya.

Sebetulnya, RGS mengaku tidak berniat untuk menyebarkan berita bohong alias hoaks. Dia hanya tidak mengetahui saja video yang dia unggah dan dibagikan itu termasuk kategori berita bohong.

"Barangkali dengan unggahan video saya itu ada masyarakat yang dirugikan. Itu karena ketidak mengertian saya tentang terbuka dan tertutupnya rekapitulasi penghitungan C1," beber RGS.

Dalam kasus ini, RGS dijerat Pasal 45a Ayat (2) juncto Pasal 28 Ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan terhadap UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 14 Ayat (1) dan pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

"Hukuman penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 2 milyar," tutupnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini