SuaraJabar.id - Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat mendata imbas tumpahnya minyak Pertamina berdampak kepada ribuan petambak dan nelayan yang ada di Muara Gembong.
Camat Muara Gembong Junaefi mengemukakan ada 2.200 petambak dan nelayan yang terdampak tumpahan minyak tersebut. Data tersebut terungkap, setelah aparatur kecamatan dengan warga mendata akibat kebocoran disekitar Tanjung Lepas Pantai YYA-1 area Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) di Perairan Karawang pada Minggu 21 Juli 2019 lalu.
"Setelah lakukan pendataan, total 2.200 petambak dan nelayan di Kabupaten Bekasi terdampak dari tumpahan minyak Pertamina," ujar Juanefi, Jumat (30/8/2019).
Menurutnya, Pertamina telah berjanji akan mengganti rugi atas semua kerugian yang terjadi akibat tumpahan minyak tersebut. Karena itu, pihak kecamatan langsung mendata jumlah petambak dan nelayan yang terdampak tumpahan minyak tersebut.
Baca Juga:Anies Sebut Tumpahan Minyak Pertamina Buat Ikan di Keramba Nelayan Mati
Ia mengungkapkan, untuk Desa Pantai Bakti terdapat 700 petambak dan nelayan yang terdampak dan Desa Pantai Bahagia ada sebanyak 1.500.
"Kami belum mengetahui besaran kompensasi yang diberikan Pertamina, tapi secepatnya kami minta kompenasasi itu diberikan," katanya.
Sedangkan, kondisi Pesisir Muara Gembong saat ini, sudah tidak separah waktu awal tumpahan minyak terjadi. Akan tetapi, tumpahan minyak itu sesekali masih terdapat di pesisir Pantai Muara Gembong.
"Kalau awal-awal tiap hari ada ke pantai tumpahan minyak itu. Kalau sekarang sudah mulai jarang dan engga banyak," imbuhnya.
Sebelumnya, akibat tumpahan minyak itu sejumlah ikan dan udang di tambak mati. Kemudian hasil tangkapan nelayan berkurang.
Baca Juga:Tumpahan Minyak di Karawang, Ridwan Kamil Minta Pemda Kalkulasi Kerugian
"Udang dan ikan milik petambak pada mati, hasil tangkapan ikan nelayan juga berkurang drastis. Atas itulah dasar mereka menuntut ganti rugi," katanya.
Junaefi menambahkan proses pembersihan masih terus dilakukan oleh Petamina bersama TNI dan masyarakat. Masyarakat atau nelayan juga yang ikut dalam proses pembersihan tumpahan minyak itu dibayar Rp 100 ribu tiap harinya.
"Ada sebagian yang bisa melaut, ada juga yang enggak dan pilih jadi tukang bersihkan tumpahan minyak," paparnya.
Sementara, Nur Ali salah satu nelayan Muara Gembong berharap agar tumpahan minyak benar-benar hilang. Agar para nelayan bisa beraktivitas normal dan kembali mendapatkan ikan banyak.
"Semoga cepat hilang tumpahan minyak itu, biar ikannya banyak lagi. Terus ganti ruginya cepat dibayarkan ke kami," katanya.
Sebelumnya, Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Alipbata, Sonaji mengatakan jika tumpahan minyak Pertamina itu mengancam 300 ribu Pohon Mangrove.
"Hampir lebih dari 300 ribu pohon mangrove di hutan bakau di pesisir pantai Utara ikut terdampak dari tumpahan minyak Pertamina. Ini sangat merugikan kami," ungkapnya, beberapa waktu lalu kepada Suara.com.
Ia menjelaskan, jumlah pohon mangrove tersebut didapat setelah pihaknya melakukan peninjauan dan pendataan langsung ke lokasi terdampak tumpahan minyak.
Di antaranya Pantai Muara Bungin dan Pantai Beting, Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muaragembong. Di batang pohon ditemukan dalam kondisi sobek, terkelupas, hingga melepuh terkena panas minyak.
Sedangkan, daun mangrove tersebut menjadi layu dan mengering. Karena, saat malam hari air pasang sehingga daun mangrove seluruhnya terendam air laut yang telah terkontaminasi tumpahan minyak itu.
Akibat insiden itu, objek wisata hutan mangrove Muaragembong yang biasanya selalu ramai dikunjungi wisatawan dalam sekejap berubah menjadi sepi pengunjung.
"Kami meminta kepada pihak berwenang terkait untuk segera menyelesaikan persoalan ini. Kami sedih karena kami ikut menanamnya juga dulu, karena sebagian pohon itu atau 59.597 di antaranya merupakan sumbangan CSR perusahaan dan relawan selama empat tahun terakhir yang dipercayakan kepada kami," kata Sonaji.
Dia juga menambahkan selain berdampak pada kelangsungan hidup hutan mangrove, insiden tumpahan minyak itu juga mengakibatkan penurunan hasil tangkapan serta penjualan nelayan setempat.
"Bibit udang maupun benih ikan di tambak turut mati. Tangkapan nelayan turun 90 persen pas dijual harganya ikut anjlok karena terkena isu ikan beracun," ungkapnya.
Belum lagi, kata dia, kemarin ada 120 warga pesisir yang terkena penyakit gatal-gatal dan sesak napas akibat bau menyengat.
"Kami berharap warga yang dirugikan segera menerima kompensasi dari Pertamina, sebab hingga kini bentuk kompensasi dari pemerintah belum dilakukan, padahal warga Karawang sudah," katanya.
Kontributor : Mochamad Yacub Ardiansyah