Mushaf tua tersebut ditaruh di atas nampan beralaskan kain hijau. Setiap ayatnya ditulis di atas lembaran kertas yang pinggirannya nampak mulai lusuh, namun relatif masih terbilang bersih. Masing-masing huruf juga masih terbaca dengan jelas.
Masjid Mungsolkanas sendiri sudah tidak memiliki ciri bangunan tua, berbeda dengan masjid bersejarah lainnya di Kota Bandung yang turut dibangun oleh koloni Belanda, seperti Masjid Cipaganti misalnya. Rohman mengatakan renovasi besar dilakukan setelah kepengurusan DKM masjid tersebut tidak berada di tangan garis keturunan pendiri sekaligus pewakaf tanah Masjid Mungsolkanas pada 1869, yakni seorang wanita bernama Lantenas.
"Setelah kepengurusan DKM tidak dilanjutkan oleh keturunanya, maka secara fisik pun dirombak habis. Tetapi kegiatan dan ajarannya tidak ada yang berbeda dari dulu sampai sekarang," ungkap Rohman.
Meskipun sarat sejarah, dia mengatakan masjid tersebut memiliki kendala untuk dicatat sebagai salah satu cagar budaya Kota Bandung. Pasalnya, salah satu prasyarat yang harus dimiliki, yakni bangunan yang lebih tua dari 50 tahun tidak dapat terpenuhi usai renovasi.
Baca Juga:Jalani Ramadan Ditengah Pandemi Covid-19, Ahsan Ingin Khatamkan Al Quran