Kisah dari Kampung Naga Tasikmalaya Tak Kena Dampak Pandemi Virus Corona

Meskipun memukul sektor pariwisata, namun warga adat kampung naga tetap bisa hidup dengan damai dan tenang.

Pebriansyah Ariefana
Rabu, 12 Agustus 2020 | 11:36 WIB
Kisah dari Kampung Naga Tasikmalaya Tak Kena Dampak Pandemi Virus Corona
Warga kampung naga (Ayotasik.com/Irpan Wahab)

SuaraJabar.id - Warga di Kampung Naga Tasikmalaya tidak kesusahan dan kelaparan saat pandemi virus corona. Sebab di luar kampung ini, pergerakan warga dibatasi sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan pokok.

Tidak di Kampung Naga. Kampung Naga ada di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Di sini ketahanan pangan warga desa menjadi kunci.

Meskipun memukul sektor pariwisata, namun warga adat kampung naga tetap bisa hidup dengan damai dan tenang.

Juru pelihara Kampung Naga Ucu Suherlin menuturkan, di kampung adat naga setidaknya ada 101 Kepala Keluarga.

Baca Juga:3 Generasi Keluarga Dokter Sandi Nugraha di Solo Positif Corona

Selama pandemi Covid-19, mereka tidak kesusahan dalam mengisi dan memenuhi kebutuhan hidup. Hal itu karena setiap kepala keluarga, mempunyai cadangan pangan sendiri.

"Warga kampung naga itu berdaulat secara pengan. Disaat terjadi pandemi Corona itu tidak kesulitan karena cadangan pangan aman," ucap Ucu, Selasa (11/8/2020).

Kampung Naga, lanjut Ucu, sudah menjadi adat dan kebiasaan jika dalam menjalani kehidupan sehari-hari diterapkan pola kesederhanaan.

Artinya, hidup seadanya dan tidak banyak menuntut hal-hal mewah.

"Untuk kebutuhan primer seperti makan mereka aman, karena kesederhanaan. Kehidupan hanya mengandalkan bertani dan membuat kerajinan," kata Ucu.

Baca Juga:Dalih Musim Pagebluk, Pemprov DKI Minta Warga Lomba 17 Agustus Online

Enah (80) warga kampung adat Naga mengakui, selama pandemi Corona kampung naga yang mempunyai luas 1,5, hektare sepi dari aktivitas kunjungan.

Namun hal itu tidak berdampak besar bagi kehidupan warga di dalamnya.

Warga tetap beraktivitas bertani maupun membuat kerajinan dalam pola hidup sederhana. Hal itu lantaran, dalam menjalani kehidupan mereka selalu berpegang teguh pada ajaran leluhur.

"Saaya-aya we jang kanggo tuang mah. Teu aya rencang nya daun sampeu sareng sambel we da tos biasa kitu, " ucap Enah.

Enah yang sehari-hari mengisi kegiatan dengan bertani dan membuat kerajinan pengki atau tengkor menambahkan, virus corona hanya melumpuhkan aktivitas kunjungan tidak menggerus kehidupan masyarakat adat.

"Pedah waktos corona mah sepi, sepi we teu aya hiji-hiji acan anu sumping. Tapi da ema sareng anu sanesna tetap we tiasa tuang, tiasa ngajalanan hirup," ujar Enah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini