Golkar Akui Ingin Airlangga Jadi Capres di Pilpres 2024, Jokowi Cawapres?

Pencalonan Airlangga sebagai capres pada 2024 bukan hal mustahil. Kekinian, upaya itu sudah mulai dibangun dari sekarang untuk meningkatkan elektabilitas

Reza Gunadha | Novian Ardiansyah
Kamis, 05 November 2020 | 13:34 WIB
Golkar Akui Ingin Airlangga Jadi Capres di Pilpres 2024, Jokowi Cawapres?
Petua Partai Golkar sekaligus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. (Suara.com/Fadil)

SuaraJabar.id - Ketua DPP Partai Golkar Dave Laksono mengakui, menginginkan ketua umumnya yakni Airlanggar Hartarto menjadi calon presiden pada Pilpres 2024.

Bahkan, kekinian, Airlangga sudah diproyeksikan sebagai calon presiden pada 2024. Hanya, Dave menegaskan tidak ada bayangan Jokowi yang nantinya mendampingi Airlangga sebagai cawapres.

Hal itu merupakan tanggapan atas ucapan Rocky Gerung yang menyandingkan Airlangga sebagai capres dan Joko Widodo atau Jokowi sebagai cawapres.

"Iya sebagai dia ketua umum partai, mendapatkan posisi di pemerintahan, dipercaya juga sangat luar biasa dan juga tindak-tanduknya juga sudah sangat baik dan performance sudah sangat baik, kalau bagi saya pribadi yang terbaik bagi kami untuk bangsa Indonesia adalah Pak Airlangga," tutur Dave dihubungi Suara.com, Kamis (5/11/2020).

Baca Juga:Rocky Gerung: 2024 Nanti, Pak Jokowi Jadi Wapres, Airlangga Presiden

Ia berujar pencalonan Airlangga sebagai capres pada 2024 bukan hal mustahil. Kekinian, upaya itu sudah mulai dibangun dari sekarang untuk meningkatkan elektabilitas.

"Ya tentu itu kalau saya pribadi itu yang sedang kita targetkan dan kita kerjakan untuk menaikkan rating-nya Pak Airlangga dan juga menciptakan produk-produk programnya juga yang sehingga kemampuan dan keberhasilannya semakin terlihat," ujar Dave.

Kendati menargetkan Airlangga sebagai capres, Dave menegaskan narasi Jokowi yang kemudian menjadi cawapres hanya sebuah klaim ngawur untuk merusak nama dan hubungan baik Partai Golkar dengan Jokowi. Pasalnya, hal tersebut tidak mungkin terjadi.

"Gak mungkin, pokoknya gak mungkin ajalah. Itu gak mungkin (Jokowi jadi cawapres Airlangga). Itu hanya khayalan kedengkian dari orang yang tujuannya untuk merusak nama baiknya Pak Airlangga, merusak hubungan, menghancurkan hubungan baik antara Golkar dengan Presiden Jokowi dan tidak ada ada ceritalah itu," tandasnya.

Sebelumnya, pemikir politik Rocky Gerung, mengungkapkan, bisa jadi pada Pilpres 2024, Jokowi akan kembali menjadi peserta tapi sebagai calon wakil presiden.

Baca Juga:Prediksi Pilpres 2024 Menurut Rocky Gerung; Airlangga Capres, Jokowi Wapres

Jokowi, kata dia, dimungkinkan menjadi cawapres mendampingi Menteri koordinator Perekonomian sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.

Hal tersebut diungkapkan Rocky ketika diundang sebagai narasumber oleh politikus Partai Gerindra Fadli Zon dalam wawancara yang dilansir akun YouTube Fadli Zon Official, Selasa (3/11/2020).

"Saya dengar keterangan dari seorang politisi, dari Golkar, Nababan. Dia bilang begini. Nanti 2024, yang layak jadi presiden adalah Airlangga. Lalu nanti wapresnya Pak jokowi," kata Rocky Gerung.

Untuk diketahui, Rocky mengutarakan hal tersebut dalam konteks menerangkan sirkulasi elite pemimpin di Indonesia masih belum berubah, yakni masih di lingkaran elite politik kekinian.

"Jadi, memang agak bercanda. Tapi sebetulnya kan, bawah sadarnya kan ingin mengatakan sirkulasinya di sekitar itu saja," kata Rocky meneruskan.

Rocky menyampaikan hal tersebut untuk menanggapi pertanyaan Fadli Zon, yang mempersoalkan perbedaan politik Indonesia pada masa revolusi dan era awal kemerdekaan, dengan situasi elite kontemporer.

Menurut Fadli Zon, pada era dulu, elite politik selalu bertarung pada tataran ideologi, konsepsi filosofis. Pendek kata, politikus zaman dulu selalu sekaligus sebagai pemikir.

Tapi kekinian, jarang ada politikus yang sekaligus pemikir, sehingga pertarungan politik yang disajikan bisa bermutu untuk masyarakat.

"Nah, apakah ada jalan pintas untuk mengubah hal itu, ataukah politik kita sudah terlalu dikuasai pragmatisme, bagiamana memutusnya?" tanya Fadli Zon.

Dalam penjelasan lebih lanjutnya, Rocky menjelaskan sirkulasi elite pemegang kekuasaan kini selalu berada di lingkaran tertentu.

Lingkaran elite itu pun dibentuk oleh sekelompok orang, bisa jadi oligarkis atau plutokrat, tapi bukan oleh rakyat sendiri.

Sembari mengutip konsep power elite dari Gaetano Mosca (sosiolog Italia yang fokus pada teori kelas penguasa) dan C Wright Mills (sosiolog pragmatis AS), Rocky mengurai masalah tersebut.

"Kalau pakai istilah Mosca atau Mills, yang disebut power elite ini kan sebetulnya bukan dipilih rakyat, tapi dipilihkan untuk dipilih oleh rakyat. Jadi ada peternak elite sebetulnya, kita bisa sebut oligarkis atau plutokrat segala macam," kata dia.

Tapi itu faktanya, pemimpin tidak murni dipilih oleh rakyat, sehingga sirkulasi itu hanya terjadi di antara mereka saja."

Menurut Rocky, belum ada kesepahaman politik untuk memunculkan calon-calon elite baru untuk mengambilalih tampuk kekuasaan dari elite-elite lama.

"Jadi terlihat tak ada imajinasi untuk mengatakan, oke kita buka semacam pameran pemimpin baru dari daerah, yang muda, sehingga 'kompetisi' betul-betul dibaca oleh rakyat."

Kalau hal tersebut tidak terjadi, maka, "Kayak tadi, kompetisi dalam elite sendiri jadinya kan. Jadi, pasar bebas politik tidak terjadi. Itulah asal-usul kemacetan-kemacetan politik saat ini," kata dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini