Kebijakan Pemerintah Ini Jadi Mimpi Buruk bagi Bisnis Perhotelan

Momen Lebaran biasanya memberikan peningkatan okupansi hotel antara 30-40 persen sehingga okupansi bisa bergerak pada level 80-90 persen.

Ari Syahril Ramadhan
Selasa, 30 Maret 2021 | 16:59 WIB
Kebijakan Pemerintah Ini Jadi Mimpi Buruk bagi Bisnis Perhotelan
ILUSTRASI Hotel. Earth Hour, èL Hotel Royale Yogyakarta Ikut Matikan Lampu Selama Satu Jam. (èL Hotel Royale Yogyakarta)

SuaraJabar.id - Kebijakan pemerintah melarang mudik lebaran Idul Fitri 2021 menjadi mimpi buruk bagi pelaku bisnis di sektor pariwisata dan perhotelan.

Pasalnya, kebijakan pelarangan mudik itu berpotensi menghilangkan peningkatan okupansi hotel dan kunjungan wisatawan di masa libur lebaran.

Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan, dalam setahun terdapat tiga pergerakan besar yang menjadi momentum industri hotel dan restoran. Di antaranya mudik Lebaran, libur Hari Natal dan Tahun Baru, serta masa liburan sekolah.

"Dalam tahun ini kita sudah kehilangan satu momentum mudik. Padahal 2020 kita sudah kehilangan momentum besar itu," kata Maulana dikutip dari Ayobandung.com-jejaring Suara.com, Selasa (30/3/2021).

Baca Juga:Gubernur Khofifah Minta Warga Jatim Patuhi Aturan Tak Mudik Lebaran 2021

Ia mengatakan, janji pemerintah untuk memindahkan masa liburan lebaran 2020 ke akhir tahun juga nyatanya kembali dipangkas. Hal itu disertai dengan kebijakan yang lebih ketat bagi masyarakat jika ingin melakukan perjalanan jarak jauh.

Maulana menuturkan, momen Lebaran biasanya memberikan peningkatan okupansi hotel antara 30-40 persen sehingga okupansi bisa bergerak pada level 80-90 persen. Dengan kebijakan larangan mudik lebaran 2021, harapan akan peningkatan okupansi tersebut hilang.

Saat ini, kata dia, rata-rata okupansi hotel di kisaran 30 persen. Rendahnya tingkat okupansi pada kuartal pertama memang biasa terjadi.

Peningkatan okupansi biasa mulai terjadi pada kuartal kedua, khususnya untuk segmen business tourism atau kegiatan perjalaan untuk tujuan pekerjaan bukan wisata. Itu seiring dengan dimulainya pencairan anggaran termasuk pada lembaga pemerintah.

"Hotel itu kan tidak mengantongi keuntungan setiap bulan, paling ya sekitar delapan bulan dalam setahun yang efektif. Tapi di situasi pandemi ini akan menjadi masalah," kata dia.

Baca Juga:Mudik Lebaran Dilarang, Pemprov DKI Jakarta Kembali Keluarkan SIKM?

Menurut Maulana, bagi pengusaha hotel dan restoran saat ini, lawan bisnis ada pada kekuatan masing-masing dari pelaku usaha itu sendiri. Sejauh mana pelaku usaha dapat mempertahankan lini bisnisnya di tengah tekanan yang kuat akibat masa pandemi Covid-19 yang belum usai.

"Sekarang lawannya adalah daya tahan dari masing-masing pelaku," ujarnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini