Putri Gus Dur Kutuk Aksi Pengeroyokan Ade Armando di Depan Gedung DPR RI

"Aksi kekerasan hanya akan menjauhkan substansi aksi dan menyebabkan sentimen negatif dari masyarakat," kata Alissa Wahid.

Ari Syahril Ramadhan
Selasa, 12 April 2022 | 17:11 WIB
Putri Gus Dur Kutuk Aksi Pengeroyokan Ade Armando di Depan Gedung DPR RI
Koordinator Gusdurian Alissa Wahid (Instagram/@alissa_wahid).

SuaraJabar.id - Koordinator Jaringan GUSDURian, Alissa Wahid mengutuk dan mengecam segala bentuk kekerasan kepada dan oleh siapa pun, termasuk yang dialami Ade Armando.

Diketahui, Ade Armando dikeroyok hingga babak belur dan nyaris ditelanjangi di tengah aksi unjuk rasa elemen mahasiswa dan warga sipil di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (11/4/2022) kemarin.

"Tindakan tersebut sangat bertentangan dengan berbagai prinsip, mulai hukum, moral, hak asasi manusia, hingga agama," ujar Alissa Wahid yang merupakan putri Gus Dur tersebut dikutip dari Antara.

Oleh karenanya, Alissa Wahid menyampaikan, Jaringan GUSDURian (pengikut ajaran Gus Dur, Presiden keempat RI KH Abdurahman Wahid) meminta aparat untuk mengusut tuntas penganiayaan tersebut dan memberikan sanksi kepada pelaku, sesuai ketentuan undang-undang.

Kemudian, dia mengimbau kepada elite politik untuk tidak melakukan provokasi dan spekulasi politik yang merusak konstitusi dan kemaslahatan bangsa, hanya demi kekuasaan.

Ia menambahkan, Jaringan GUSDURian mengajak elemen masyarakat untuk menyampaikan pendapat dengan nir-kekerasan dan berfokus pada penyaluran aspirasi.

"Aksi kekerasan hanya akan menjauhkan substansi aksi dan menyebabkan sentimen negatif dari masyarakat," katanya.

Baca Juga:BEM SI Pertanyakan Tujuan Kehadiran Ade Armando hingga Berujung Dikeroyok saat Demo 11 April di DPR

Pada 11 April 2022, elemen mahasiswa dan warga sipil melakukan unjuk rasa di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Aksi ini dilakukan sebagai respons atas berbagai spekulasi politik oleh pejabat publik dalam beberapa minggu terakhir, terutama menyoal perpanjangan masa jabatan presiden dan amandemen UUD 1945.

Aksi ini menuntut agar elemen pemerintah mematuhi konstitusi dengan tetap menyelenggarakan pemilihan umum pada waktunya, dengan tetap membatasi masa jabatan presiden maksimal dua periode.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini