SuaraJabar.id - "Mudah-mudahan pemerintah bisa pasangin listrik gratis," ucap Karsih, perempuan paruh baya yang tinggal di pelosok Kabupaten Bandung Barat (KBB), tepatnya di Kampung Tonjong, RT 04/05, Desa Sindanglaya, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Harapan itu terlontar dari warga terpencil di Bandung Barat ketika ditanya tentang harapan di Hari Ulang Tahun (KBB) ke-15.
Perempuan sepuh berusia 60 tahun itu mengakui tidak tahun kapan hari jadi daerah yang sudah puluhan tahun didiaminya.
Namun ia berharap Pemkab Bandung Barat mau melirik kampung terpencil itu agar tersentuh pembangunan. Terutama akses jalan dan listrik yang belum merata, yang membuat setitik cahaya di kampung yang berada di hutan dan perkebunan ini menjadi barang langka.
Baca Juga:Hyundai Kembangkan Mobil Listrik Kecil untuk India, Bakal Masuk Indonesia?
Karsih sejak lahir berada di Kampung Tonjong. Hidup dalam kesunyian dan tanpa listrik jauh dari hingar bingar perkotaan mungkin sudah terbiasa baginya. Kondisi kampung halamannya sungguh mengenaskan.
Kontras. Barangkali kata itulah yang paling tepat disematkan apabila membandingkan kondisi Kampung Tonjong dengan Ibu Kota Bandung Barat, baik dari sisi penerangan maupun infrastruktur.
Suara.com mencoba untuk menyentuh kampung terpencil itu belum lama ini. Jaraknya sekitar 65 kilometer dari Padalarang, yang merupakan kawasan perkotaan di Bandung Barat. Jarak itu belum sampai ke lokasi yang dituju.
Tiba Desa Sindanghaya, sepeda motor dipacu lagi menuju Kampung Tonjong. Hanya ada satu jalur sepeda motor yang bisa ditempuh untuk sampai ke sana dengan menuruni kawasan perbukitan. Jalan setapak berukurian 1 meter itupun cukup terjal.
Jalan yang hanya dilapisi batu itu sangatlah membahayakan. Apalagi sehabis diguyur hujan. Kondisi jalan yang licin akan sangat membahayakan pengendara. Lengah sedikit saja, jurang sudah menanti.
Baca Juga:Wow! Perbankan di Jateng Mulai Melirik Layanan Pembiayaan PLTS di Tengah Isu Kenaikan Tarif Listrik
Tibalah di Kampung Tonjong, yang sore itu mulai gelap lantaran matahari mulai menepi. Hanya ada sekitar 10 rumah di sana. Nyaris semua rumahnya beralaskan papan kayu dan berdinding bilik bambu.
Di salah satu rumah, ada Emak Karsih yang sedang berada di dapur untuk menyalakan tungku api, yang masih dimanfaatkan warga Kampung Tonjong untuk memasak. Belum ada warga yang menggunakan kompor gas.
"Emak dari lahir udah di sini," ucap Karsih.
Sore itu, Karsih mulai menyalakan lampunya mengingat terang mulai berganti gelap. Rumah-rumah warga di kampung terpencil itu agak sedikit terang dalam beberapa tahun terakhir seiring masuknya kabel listrik.
Namun, itupun bukan KWH mandiri. Semua warga di Kampung Tonjong mengandalkan sambungan dari KWH milik warga lainnya yang jaraknya cukup jauh dari kampung tersebut.
Bahkan, untuk sekedar menonton televisi sebagai hiburan satu-satunya pun sangat terbatas. Sebab, aliran listrik ke kampung yang dihuni 10 KK dengan total 18 jiwa ini tidak akan kuat jika digunakan untuk menyalakan alat elektronik yang banyak.
"Jadi aliran listriknya hanya cukup untuk penerangan, televisi juga hanya kuat di satu rumah, kalau banyak ya gak kuat. Emak bayar 10-15 ribu setiap bulan," ujar Karsih.
Kondisi yang serba terbatas di Kampung Tonjong tentunya sangat kontras dengan kemegahan Hari Ulang Tahun (HUT) KBB yang menghadirkan artis ibu kota. Tentunya tak sedikit biaya yang harus dikuras untuk acara tersebut.
Tentunya pemerataan itu sangat diharapkan warga di Kampung Tonjong di usia Bandung Barat yang sudah memasuki 15 tahun.
"Iya harapannya ke sini juga bisa dirasakan kalau sekarang sedang ulang tahun. Misalnya ada bantua KWH atau perbailan jalan," tuturnya.
Kepala Dusun II Desa Sindangjaya, Cucu Cahyana mengatakan, kondisi Kampung Tonjong ini bisa disebut terisolir karena hanya memiliki satu akses yang terjal, sehingga untuk mendapatkan pasokan listrik pun sangat sulit.
"Disini ada 10 KK, soal penerangan listrik di sini cukup minim karena dari tiang listrik ke rumah warga itu jaraknya cukup jauh kurang lebih satu kilometer, jadi dari segi manfaatnya juga sangat kurang," ucap Cucu.
Ia mengatakan, kondisi jalan di kampung ini juga sangat sulit ditempuh karena kondisi jalannya yang sempit dan terjal, padahal jalan tersebut akses satu-satunya bagi warga untuk untuk pergi ke kebun dan bertani.
"Mayoritas warga disini bertani, dan berkebun menyadap gula aren. Nah jalannya itu hanya ada satu jalur dan belum mumpuni, hanya pengerasan saja," katanya.
Kontributor : Ferrye Bangkit Rizki