Biar Donasi Warga Tah Habis Dimakan Bos Lembaga, Peneliti FITRA Dorong Pembahasan RUU Sumbangan Dilanjut

Menurutnya, polemik di tubuh ACT harus menjadi pembuka untuk membuat regulasi yang tepat.

Ari Syahril Ramadhan
Minggu, 10 Juli 2022 | 18:27 WIB
Biar Donasi Warga Tah Habis Dimakan Bos Lembaga, Peneliti FITRA Dorong Pembahasan RUU Sumbangan Dilanjut
Bareskrim Polri panggil Presiden dan eks Presiden ACT klarifikasi terkait pengelolaan dana. [ANTARA]

SuaraJabar.id - Kasus dugaan penyelewengan dana umat oleh lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) harus dijadikan momentum oleh pemerintah pusat dan DPR untuk memperbaiki regulasi yang mengatur regulasi filantropi.

Hal tersebut disampaikan Peneliti Senior Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Jabar Nandang saat dihubungi Suara.com pada Minggu (10/7/2022).

Menurutnya, polemik di tubuh ACT harus menjadi pembuka untuk membuat regulasi yang tepat.

"Saya lebih tertarik kita semua mulai mikir bagaimana regulasi terkait pengumpulan sumbangan. Ini harus dijadikan momentum untuk membereskan semua," kata Nandang.

Baca Juga:ACT Sulawesi Selatan: Walaupun Kepercayaan Masyarakat Telah Runtuh, Kedermawanan Harus Tetap Dilakukan

Dikatakan Nandang, pengumpulan dana umat selama ini hanya diatur lewat Undang-undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanan Pengumpulan Dana Sumbangan.

Menurut Nandang, dua regulasi lawas tersebut hanya mengatur tentang birokrasi perizinan saja. Sementara akutabilitas dan sanksi jika terjadi kecurangan dalam penggunaan dana sumbangannya belum terperinci.

Untuk itu, ia mendorong pemerintah pusat bersama legislatif untuk melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Penyelenggaraan Sumbangan yang sepengetahuannya sempat masuk Proglenas tahun 2019.

"Kan DPR pernah membahas terkait UUD sumbangan. Ini akan diatur termasuk mekanisme pengumpulannya, bagaimana distribusinya, berapa biaya operasionalnya. Terakhir dibahas 2021. Sekarang jaringan civil society sedang mendorong itu agar lebih clear juga," ungkap Nandang.

Pihaknya mendorong regulasi tersebut segera dibahas. Sebab, Nandang khawatir polemik yang mencuat ke publik akan menjadi preseden buruk, dimana masyarakat menjadi seolah kehilangan kepercayaan untuk menitipkan sumbangannya kepada lembaga filantropi.

Baca Juga:Diungkap PPATK, Ini Daftar 10 Negara Penyumbang dan Penerima Dana Umat ACT

"Pemerintah juga ketinggalan untuk menangani hal gini, kan kewajiban Mensos mengawasi," ucap Nandang.

Seperti diketahui, nama lembaga kemanusiaan ACT belakangan ini menjadi sorotan usai gaji fantastis para petingginya bocor.

Para petingginya disebut mendapat gaji puluhan hingga ratusan juta, yang disertai fasilitas mewah lainnya.

Nandang juga menyoroti fantastisnya besaran gaji dan kemewahan fasilitas yang diterima para petinggi ACT.
Menurut Nandang, besaran gaji para petinggi filantropi yang mencapai puluhan hingga ratusan juta setiap bulannya sangat kontradiktif dengan tujuannya yakni menolong orang yang kesusahan.

"Sangat mengganggu suasana kebatinan kita. Begitu mewah sementara misinya kemanusiaan, untuk menolong yang susah.Tapi sementara pengelolanya kok bermewah-mewahan. Sangat tidak elok, menabrak prinsip moralitas kita," sebut Nandang.

Kontributor : Ferrye Bangkit Rizki

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini