Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Jum'at, 13 September 2019 | 04:00 WIB
Mantan Ketua KPK Abraham Samad. [Suara.com/Rambiga]

SuaraJabar.id - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menilai revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK akan melemahkan agenda pemberantasan korupsi.

"Kita menolak revisi bukan berarti ingin menguatkan kelembagaan secara kelembagaan. Tapi draf revisi itu melemahkan agenda pemberantasan korupsi," kata Abraham, di Kota Bogor, Kamis (12/9/2019).

Ia menambahkan, undang-undang yang mengatur lembaga independen tersebut masih bisa diandalkan. Jadi, menurutnya tidak ada alasan yang mendesak bagi pemerintah untuk melakukan revisi tersebut.

"Kita paham, kita sependapat suatu ketika jika saja dirasakan Uu KPK itu sudah tidak relevan dengan konteks kekinian, sudah tidak bisa lagi di andalkan maka tidak ada alasan untuk direvisi," jelasnya.

Baca Juga: Tantang Pemerintah dan DPR Soal RUU KPK, Saut: Mari Kita Perang Pemikiran

Jika disahkan, banyak koruptor yang sudah ditahan harus dibebaskan karena tidak sah di mata hukum. Sebab, ada poin dalam revisi itu bahwa penyidik KPK harus dari Kepolisian, Kejaksaan atau PNS.

"Setelah ditandatangani, penahanan dianggap tidak sah. Ketika dianggap tidak sah maka dianggap gugur. Jadi konsekuensinya (koruptor) harus dikeluarkan dari rumah tahanan," ungkap Abraham.

Ia pun berharap agar Presiden Joko Widodo membatalkan penandatanganan revisi UU KPK tersebut. Meski telah disetujui untuk dibahas, tetapi tidak menutup kemungkinan revisi dibatalkan.

"Semoga Presiden tidak melanjutkan atau membatalkan. Meski sudah mengirim Surpres setuju untuk dibahas tapi tidak menutup kemungkinan tidak disetujui, itu yang di harapkan," katanya.

Kontributor : Rambiga

Baca Juga: Capim Lili Dukung SP3, Tapi Tidak Setuju Dewan Pengawas di RUU KPK

Load More