SuaraJabar.id - Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat menolak mengintegerasikan layanan jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) Kartu Sehat berbasis Nomor Induk Kependudukan (KS-NIK) dengan Jamkesnas dari Pemerintah Pusat.
Pemkot Bekasi menganggap jika anggaran untuk integerasi layanan Kartu Sehat dengan Jamkesnas dianggap kurang efisien. Beda halnya dengan anggaran yang ada di DKI Jakarta.
"Kalau DKI Jakarta dengan APBD yang besar bisa, kalau kita cari efektif dan efisiennya," kata Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, Selasa (10/12/2019).
Rahmat menjelaskan, dalam perhitungannya saat besaran Iuran BPJS Kesehatan Rp 23 ribu, bekasi harus menyiapkan dana sebesar Rp 580 miliar untuk menanggung pembayaran Iuran.
Namun, pada 2020 saja pemerintah hanya menganggarkan sekitar Rp 380 miliar untuk menanggung biaya Jamkesda melalui produk Kartu Sehat.
"Kalau diintegerasikan antara KS-NIK dan BPJS itu bisa saja, tapi dengan iuran Rp 23 ribu kita masih lost Rp 200 miliar, lebih baik anggarannya buat bikin Puskesmas dalam satu tahun hanya habiskan sekitar Rp 35 miliar," jelas Rahmat.
Rahmat mengatakan, dalam pelayanan kesehatan pemerintah berusaha memberikan pelayanan yang cepat dan tata kelola anggarannya lebih bagus.
Namun, dalam perjalanannya pemerintah tak lupa tetap membayarkan iuran untuk masyarakat yang tergolong Penerima Bantuan Iuran (PBI) di Kota Bekasi.
"Tetap kita bayarkan ada sekitar 500 ribu orang lebih, mereka dibayarkan iurannya dari pemerintah pusat, provinsi dan kota," ungkapnya.
Baca Juga: Bongkar Kandang Ayam, Warga Bekasi Tewas Tersengat Listrik
Berdasarkan data yang diperoleh, saat ini jumlah PBI di Kota Bekasi dari bantuan pemerintah pusat ada sebanyak 395.754 jiwa.
Sedangkan peserta PBI provinsi Jawa Barat dan Kota Bekasi ada sekitar 12.833 jiwa. Pada 2019 ada penambahan sekitar 122.247. Sehingga total jumlah seluruh masyarakat PBI di Kota Bekasi ada sekitar 518.001 jiwa.
Sebelumnya diberitakan, Pemerintah Kota Bekasi mengklaim bahwa penghentian layanan KS-NIK hanya berlaku bagi warga yang sudah terdaftar sebagai peserta BPJS baik PBI, mandiri hingga perusahaan.
Bahkan, layanan Jamkesda tersebut mengklaim eksistensinya selama ini telah membantu mengurangi beban Jamkesnas yang saat ini tengah alami defisit pembiayaan sebesar Rp 23 triliun. Tidak hanya itu, pemerintah setempat mengklaim bisa menjadi pelengkap layanan Jamkesmas bila dibutuhkan.
Kontributor : Mochamad Yacub Ardiansyah
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Danantara dan BP BUMN Tegaskan Komitmen Sosial Lewat Pengiriman 1.000 Relawan ke Provinsi Terdampak
-
BRI dan Danantara Terjunkan Relawan Tanggap Bencana BRI ke Sumatera
-
5 Spot Wisata Hits untuk Libur Sekolah dan Akhir Tahun 2025 di Cianjur
-
Dulu Meresahkan, Kini Joki Puncak Bogor Direkrut Polisi Jadi Pasukan Khusus Libur Nataru
-
Dedi Mulyadi Setop Izin Perumahan, Rudy Susmanto: Tak Bisa Serta-merta Dilakukan