SuaraJabar.id - Diterbitkannya edaran Menteri Ketenagakerajaan yang membolehkan perusahaan menunda dan mengangsur pemberian tunjangan hari raya (THR) kepada karyawannya mendapat penolakan keras dari serikat buruh. Mereka menilai hal tersebut akan menyulitkan buruh di tengah masa pandemi.
Seperti diketahui, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah menerbitkan Surat Edaran Menteri Ketenagakejaan RI Nomor M/6/HI.00.oo.01/V/2020 yang menyatakan bahwa perusahaan dapat mengangsur dan menunda pemberian THR bagi para karyawannya.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Barat Roy Jinto mengatakan, surat edaran tersebut tidak sejalan dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Pemenaker) RI Nomor 6 tahun 2016 tentang THR Keagamaan.
Dalam Permenaker itu dsebutkan, jika THR wajib dibayarkan kepada pekerja/buruh paling lambat seminggu sebelum hari raya. Apabila pengusaha terlambat membayar THR kepada pekerja atau buruhnya, maka akan dikenakan sanksi denda 5 persen dari kewajiban THR yang akan dibayarkan.
Baca Juga: Nasib THR untuk Para Pekerja Ada di Tangan Pemerintah Pusat
Selain itu, Roy juga menyebut, dalam permenaker itu dijelaskan bahwa upah tidak diperkenankan untuk dicicil.
"Oleh karena itu pembayaran THR tidak boleh ditunda maupun dicicil, surat edaran yang dikeluarkan tersebut bertentangan dengan Permenaker tentang THR," ungkapnya seperti dilansir Ayobandung.com-jaringan Suara.com pada Kamis (7/5/2020).
Lebih lanjut, Roy menilai keberadaan surat edaran itu mencerminkan keberpihakan pemerintah terhadap pengusaha. Penundaan THR, jelas Roy, akan menyulitkan buruh untuk menyambung hidup jelang hari raya.
"Sekarang saja sudah banyak buruh yang dirumahkan dengan upah yang hanya dibayarkan sebesar 25 persen (dari gaji satu bulan). Bahkan ada yang tidak dibayar."
Sehingga, penundaan THR dinilainya hanya akan memperkeruh keadaan. Lantaran itu, Roy menolak surat edaran tersebut dan meminta pemerintah merevisinya.
Baca Juga: Perusahaan Wajib Bayar THR Karyawan yang Dirumahkan
"Kami menolak surat edaran menteri ketenagakerjaan tersebut dan meminta untuk dicabut dan direvisi, disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku," jelasnya.
Berita Terkait
-
Hidup Tanpa Kepastian, Ribuan Buruh Dukung Pemda DIY Berlakukan PSBB
-
Kisah Buruh Proyek Cilegon 3 Hari Terlantar karena PSBB Banten
-
Aspirasi Tak Didengar, KPBI: Buruh Cuma Jadi Objek Sosialisasi RUU Ciptaker
-
5.348 Karyawan di Jatim Dipecat, Khofifah: Berat untuk Buruh dan Pengusaha
-
Kisah Buruh Pabrik Aice Saat May Day, Nasib Tak Jelas di Tengah Pandemi
Terpopuler
- Selamat Tinggal, Kabar Tak Sedap dari Elkan Baggott
- 1 Detik Jay Idzes Gabung Sassuolo Langsung Bikin Rekor Gila!
- Andre Rosiade Mau Bareskrim Periksa Shin Tae-yong Buntut Tuduhan Pratama Arhan Pemain Titipan
- 5 Rekomendasi Mobil Bekas Keluarga dengan Sensasi Alphard: Mulai Rp50 Juta, Bikin Naik Kelas
- Penantang Kawasaki KLX dari Suzuki Versi Jalanan, Fitur Canggih Harga Melongo
Pilihan
-
Tok! Carlo Ancelotti Dibui 1 Tahun: Terbukti Gelapkan Pajak Rp6,7 M
-
Sejarah Nama Kompetisi Liga Indonesia: Dari Perserikatan Kini Super League
-
Dear Pak Prabowo: Penerimaan Loyo Utang Kian Jumbo
-
Eks Petinggi AFF Kritik Strategi Erick Thohir, Naturalisasi Jadi Bom Waktu untuk Timnas Indonesia
-
Siapa Liam Oetoehganal? Calon Penerus Thom Haye Berstatus Juara Liga Belgia
Terkini
-
Janji Tinggal Janji? Tumpukan Sampah di Pasar Sukanagara Cianjur Jadi Bukti
-
BSU 2025: BRI Permudah Akses Bantuan Sosial Lewat BRImo dan AgenBRILink
-
EIGER Junior Berikan 2.000 Tas Sekolah untuk Anak-Anak di Pelosok Indonesia
-
Kejari Gaspol Usut Korupsi BUMD Jabar: 23 Saksi Diperiksa, Aset Eks Dirut dan Aliran Dana Diselidiki
-
Selamatkan Jurnalis! DPR RI Desak Pemerintah Buat Platform Digital 'Made in Indonesia'