Scroll untuk membaca artikel
Rizki Nurmansyah
Senin, 27 Juli 2020 | 12:16 WIB
Bangunan makam tokoh masyarakat AKUR Sunda Wiwitan di Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan. [Foto: AyoTasik]

SuaraJabar.id - DPD PDI Perjuangan Jawa Barat angkat bicara terkait polemik penyegelan bakal makam sesepuh masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan di Situs Curug Go'ong, Kuningan, Jabar.

Seperti diketahui, Pemerintah Kabupaten Kuningan menyegel bangunan bakal makam sesepuh AKUR Sunda Wiwitan, Senin (20/7/2020) lalu.

Diduga bangunan pasarean atau pemakaman yang rencananya diperuntukkan bagi tokoh masyarakat Sunda Wiwitan, Pangeran Djatikusumah, itu belum memiliki izin.

Terkait hal itu, PDIP Jabar selaku partai pengusung Bupati Kuningan Acep Purnama, meminta maaf.

Baca Juga: Segel Makam Sesepuh Sunda Wiwitan, Pemkab Kuningan Dinilai Langgar HAM

PDIP Jabar juga akan memastikan masyarakat AKUR terpenuhi hak-haknya.

"DPD PDIP Jabar menyampaikan keprihatinan dan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada Masyarakat Adat AKUR, komunitas adat-budaya di Jawa Barat dan seluruh Indonesia atas kejadian penyegelan pembangunan Situs Batu Satangtung, Curug Goong di Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan yang dilakukan oleh Satpol PP Pemkab Kuningan," kata Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat, Ono Surono, dalam rilis yang diterima Suara.com, Senin (27/7/2020).

Ono mengatakan pihaknya telah mengundang Bupati Kuningan, Wakil Bupati Kuningan dan Ketua DPRD Kuningan yang ketiganya adalah Kader PDIP pada, Jumat (24/7/2020) lalu, di Bandung, dan bertemu dengan kelompok masyarakat adat AKUR, Minggu (26/7/2020), di Jakarta.

Dalam pertemuan itu disepakati beberapa hal. Diantaranya, agar segera melaksanakan instruksi DPP PDIP sebagaimana Surat DPP PDI Perjuangan nomor 1374/IN/DPP/IV/2020, perihal instruksi untuk melakukan penetapan kelompok masyarakat adat AKUR.

Kemudian, Bupati Kuningan segera membentuk Panitia Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Kuningan untuk melakukan proses pengakuan dan perlindungan terhadap kelompok masyarakat adat AKUR, dan penetapan aset-aset hak komunalnya sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 52 Tahun 2014, tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat dan Peraturan Menteri Agraria dan tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat yang Berada Dalam Kawasan Tertentu.

Baca Juga: Gibran dan Dhito Berpotensi Lawan Kotak Kosong, PDIP: Masyarakat Bisa Pilih

Lalu, melakukan upaya mediasi antara masyarakat yang menolak pembangunan Situs Batu Satangtung dengan kelompok masyarakat adat AKUR, dengan menitikberatkan pada pelaksanaan nilai-nilai Pancasila.

Melakukan kajian dan evaluasi terhadap sikap Satpol PP Pemkab Kuningan yang telah mengeluarkan Surat Teguran (3 kali) kepada pihak kelompok masyarakat adat AKUR dan melakukan penyegelan terhadap pembagunan Situs Batu Satangtung.

"DPD PDIP Jabar memberikan waktu kepada Bupati Kuningan, Wakil Bupati Kuningan dan Ketua DPRD Kuningan, selama 1 (satu) minggu ke depan untuk melakukan upaya sebagaimana point a, b, c dan d," katanya.

Pada pertemuan itupun, pihak dari kelompok masyarakat adat AKUR, sepakat untuk bersama-sama mengawal proses yang dilakukan oleh Bupati Kuningan dan seluruh jajarannya dalam melakukan proses pengakuan dan perlindungan kepada kelompok adat AKUR, Cigugur Kuningan dan menyelesaikan masalah Pembangunan Situs Batu Satangtung.

Kemudian, mendorong DPRD Kabupaten Kuningan dan DPRD Jabar melalui Fraksi PDIP untuk melakukan pendampingan/advokasi kepada kelompok adat AKUR.

"Kelompok adat AKUR mempersiapkan tim dalam rangka mediasi dan proses pengakuan dan perlindungan kepada Masyarakat AKUR Cigugur Kuningan," katanya.

Kronologi Penyegelan

Diberitakan sebelumnya, Satpol PP Pemkab Kuningan, menyegel bangunan pasarean atau pemakaman tokoh masyarakat AKUR Sunda Wiwitan di Situs Curug Go'ong, Senin (20/7/2020).

Penyegelan berdasarkan surat Satpol PP Kabupaten Kuningan nomor 300/851/Gakda.

Surat penyegelan bangunan pemakaman masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan di Situs Curug Go'ong, Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Senin (20/7/2020). [Ist]

Girang Pangaping Adat Masyarakat AKUR Sunda Wiwitan, Okky Satrio Djati mengatakan, kronologi penyegelan berawal saat masyarakat Sunda Wiwitan patungan membeli tanah untuk membangun pasarean Pangeran Djatikusumah di tanah seluas kira-kira satu hektar di lokasi tersebut pada 2017.

Tanah itu, kata dia, merupakan peninggalan leluhur Sunda Wiwitan, karena sebelumnya telah menjadi hak milik pemerintah.

"Kami patungan beli tanah, baru satu hektar, dan masih dua hektar lagi yang belum terbeli," ungkapnya.

Okky menambahkan, pembangunan makam masyarakat AKUR Sunda Wiwitan sejak 2014 tidak ada masalah. Bahkan di daerah itu sudah terbiasa dengan keberagaman.

Namun ketika kepala desa yang baru menjabat di daerah itu, mulai ada persoalan.

"Begitu (ada) kepala desa tidak asli dari Cigugur, dari luar kota dan daerah lain mulai lah masyarakat diadu domba," pungkasnya.

Sebelumnya juga pihaknya sudah mengajukan permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk pembangunan pemakaman yang rencananya diperuntukkan bagi tokoh masyarakat Sunda Wiwitan, Pangeran Djatikusumah.

Namun, permohonan IMB yang diajukan ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Kuningan per tanggal 1 Juli 2020 ditolak.

Kontributor : Cesar Yudistira

Load More