SuaraJabar.id - Masyarakat Indonesia sangat familiar dengan penyakit batu ginjal. Batu ginjal atau netfrolitiasis merupakan suatu endapan kecil dan keras yang terbentuk di ginjal dan sering membuat menyakitkan saat buang air kecil.
Meski familiar, namun mungkin banyak yang tak tahu mengenai staghorn stone. Staghorn stone sendiri merupakan salah satu jenis batu ginjal yang berbentuk menyerupai tanduk rusa.
Masalah ini kerap dialami kelompok usia 55 sampai 64 tahun dan seringkali tak bergejala. Pasien baru tahu mengenai penyakitnya saat ukuran batu sudah besar.
“Oleh sebab itu, batu ginjal bisa menjadi besar. Jika batunya masih kecil ada keluhan, biasanya akan ke dokter dan langsung diterapi sebelum menjadi besar," kata dokter spesialis urologi FKUI-RSCM, Ponco Birowo seperti yang kutip dari Antara.
Baca Juga: Jeremy Teti Kena Batu Ginjal Karena Asam Urat Tinggi, Apa Hubungannya?
Ponco menuturkan, sebenarnya ada beberapa tanda yang bisa diwaspadai. Beberapa diantaranya adalah nyeri pinggang yang hilang timbul tanpa dipengaruhi gerakan, urine berwarna merah atau kencing darah, urine keruh berpasir atau keluar batu kecil.
"Bila sudah lanjut karena infeksi biasanya menyebabkan demam dan nyeri saat berkemih," tutur dia.
Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 menunjukkan prevalensi batu ginjal di Indonesia sebesar 0,6 persen dan rentan dialami orang yang memiliki riwayat keturunan saluran kemih, asam urat, infeksi saluran kemih, ginjal tunggal, obesitas dan sindrom metabolik.
Selain itu, kondisi ini juga rentan pada mereka yang memiliki penyakit lain seperti; hiperparatiroidisme, penyakit ginjal polikistik, penyakit pencernaan (reseksi usus, penyakit chron, gangguan absorpsi), kelainan saraf tulang belakang (medula spinalis) dengan gejala seperti sering mengompol (neurogenic bladder).
Lalu, abnormalitas struktur ginjal seperti obsruksi UPJ, divertikulum kaliks, striktur uretra, refluks vesiko-uretero-renal, ginjal tapal kuda, uretterocele.
Baca Juga: Jeremy Teti Sakit Jantung dan Batu Ginjal, Apakah Saling Berkaitan?
Lebih lanjut, ada beberapa faktor risiko yang harus diperhatikan, yaitu faktor keturunan dengan riwayat saluran kemih, asam urat, infeksi saluran kemih, ginjal tunggal, obesitas dan sindrom metabolik.
Berita Terkait
-
Mau Nostalgia Masa Kecil, Jeremy Teti Berencana Jual Rumahnya yang Mewah
-
Revolusi Pengobatan Batu Ginjal: Teknologi ESWL yang Hadirkan Kenyamanan Maksimal dengan Hasil Optimal
-
Mengatasi Batu Ginjal Kompleks: Ahli Urologi Jelaskan Apa Itu RIRS dan PCNL
-
Warna Urine Tak Selalu Jadi Patokan Batu Ginjal, Ini Penjelasannya!
-
BKSDA Maluku Amankan Tanduk Rusa, Pelaku Kabur di Pelabuhan Yos Sudarso
Terpopuler
- Dicoret Shin Tae-yong 2 Kali dari Timnas Indonesia, Eliano Reijnders: Sebenarnya Saya...
- Momen Suporter Arab Saudi Heran Lihat Fans Timnas Indonesia Salat di SUGBK
- Elkan Baggott: Hanya Ada Satu Keputusan yang Akan Terjadi
- Elkan Baggott: Pesan Saya Bersabarlah Kalau Timnas Indonesia Mau....
- Kekayaan AM Hendropriyono Mertua Andika Perkasa, Hartanya Diwariskan ke Menantu
Pilihan
-
Kenapa KoinWorks Bisa Berikan Pinjaman Kepada Satu Orang dengan 279 KTP Palsu?
-
Tol Akses IKN Difungsionalkan Mei 2025, Belum Dikenakan Tarif
-
PHK Meledak, Klaim BPJS Ketenagakerjaan Tembus Rp 289 Miliar
-
Investigasi Kekerasan di Paser: Polisi dan Tokoh Adat Serukan Kedamaian
-
Nyawa Masyarakat Adat Paser Melayang, Massa Demo Minta Pj Gubernur dan Kapolda Kaltim Dicopot
Terkini
-
Transformasi Digital BRIAPI Sukses Membawa BRI Raih Pengakuan Global
-
Local Media Community 2024 Roadshow Class Tasikmalaya: Media Lokal Perlu Diversifikasi Sumber Pendapatan
-
4 Santri Tewas Tertimbun Tanah Longsor di Sukabumi, BPBD Ungkap Fakta Mengejutkan
-
Tersedia 100 Ribu Hadiah Termasuk BMW 520i M Sport di BRImo FSTVL, Ini Cara Memenangkannya!
-
Lewat Tanya Sabrina, Kamu Bisa Cari Rekomendasi Merchant Hiburan saat Weekend