Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Senin, 28 September 2020 | 19:16 WIB
Ratusan orang dari sejumlah elemen saat melakukan aksi penolakan acara KAMI di Surabaya. (Beritajatim.com).

SuaraJabar.id - Polisi membubarkan kegiatan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di beberapa tempat di Kota Surabaya, Senin (28/9/2020), karena tak mengantongi izin keramaian.

Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko membenarkan jika pihaknya membubarkan kegiatan yang berlangsung di beberapa tempat di Surabaya seperti di Gedung Juang 45, di Gedung Museum Nahdlatul Ulama (NU) dan di Gedung Jabal Noer.

"Karena kami tahu betul situasi saat ini kan Jatim masuk bagian perhatian secara nasional untuk pandemi Covid-19. Dalam penggeloraan kegiatannya, Jatim sedang menggelorakan kegiatan sosialisasi edukasi preventif sampai dengan operasi yustisi dengan penindakan dan penegakan hukum terkait kerumunan," katanya.

Trunoyudo melanjutkan pembubaran kegiatan KAMI di beberapa tempat di Surabaya mengacu kepada aturan Pemerintah nomor 60 tahun 2017 pada pasal 5 dan pasal 6 bahwa kegiatan harus ada izin yang dikeluarkan pihak berwenang.

Baca Juga: Deklarasi KAMI di Surabaya Ditolak Massa, Gatot Nurmantyo: Mereka Dibayar

Dijelaskan perwira tiga melati emas di pundak tersebut, dalam aturan pasal 6 terkait kegiatan yang sifatnya lokal harus sudah dimintakan perizinan.

Jika kegiatannya bersifat nasional, kata dia, maka pada salah satu daerah harus 21 hari sebelumnya.

"Kami ketahui dari beberapa yang dilihat, surat administrasi, pemberitahuan itu baru diberikan tanggal 26 September 2020 atau tepatnya baru dua hari yang lalu, tepatnya Hari Sabtu," katanya.

Selanjutnya, alasan dibubarkannya kegiatan KAMI di Surabaya, kata Trunoyudo adalah di masa pandemi keselamatan rakyat atau masyarakat adalah yang paling utama.

Hal tersebut menurut mantan Kabid Humas Polda Jawa Barat, tersebut adalah hukum tertinggi di masa pandemi ini.

Baca Juga: Kiai Kampung Tolak KAMI: Mereka Cari Panggung, Sakit Hati Kalah Pilpres

"Kemudian perlu diketahui ada beberapa perubahan mendasar terkait dengan tempat pertemuan. Yang pertama di Gedung Juang, kemudian bergeser di gedung museum NU dan terakhir di gedung Jabal Noer. Artinya secara administrasi tidak terpenuhi mendasari Peraturan Pemerintah No 60 tahun 2017," kata dia.

Pria yang akrab disapa Truno itu mengingatkan bahwa setiap kegiatan keramaian di Jatim yang mengundang massa harus melalui mekanisme yang namanya assessment.

"Assessment adalah bagaimana seorang asesor menguji kelayakan dilakukannya kegiatan tersebut dalam menerapkan protokol kesehatan, menjaga jarak, tidak berkerumun, kemudian menyiapkan perlengkapan peralatan yang ada," tuturnya.

"Untuk situasi saat ini secara virtual lebih valid lah, termasuk pilkada sudah jelas untuk pembatasan protokol kesehatan," katanya menambahkan. [Antara]

Load More