Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Rabu, 02 Desember 2020 | 15:32 WIB
Ilustrasi kekerasan seksual, pelecehan seksual - (Suara.com/Ema Rohimah)

Siti Aminah menjelaskan kompleksitas KBGO yang memiliki beragam bentuk. Komnas Perempuan mencatat ada 9 bentuk KBGO yang sering terjadi.

Pertama, cyber hacking, yaitu penggunaan teknologi secara ilegal atau tanpa persetujuan untuk mendapatkan akses terhadap suatu sistem dengan tujuan mendapatkan informasi pribadi, mengubah suatu informasi, atau merusak reputasi korban.

Impersonation yakni penggunaan teknologi untuk mengambil identitas orang lain dengan tujuan mempermalukan atau menghina korban, dengan dokumen-dokumen palsu.

Cyber surveillance atau tracking, yakni penggunaan teknologi untuk menguntit dan mengawasi tindakan atau perilaku korban yang dilakukan dengan pengamatan langsung atau pengusutan jejak korban.

Baca Juga: Gereja Pecat Pendeta Suarbudaya, Diduga Lakukan Kekerasan Seksual

Cyber harassment, yakni penggunaan teknologi untuk menghubungi, mengganggu, mengancam, atau menakut-nakuti korban.

Cyber recruitment, yakni penggunaan teknologi untuk memanipulasi korban sehingga ia tergiring ke dalam situasi yang merugikan dan berbahaya.

Malicious distribution: penggunaan teknologi untuk menyebarkan konten-konten yang merusak reputasi korban.

Kemudian revenge porn atau lebih lazim disebut non-consensual dissemination of intimate images (NCII), yakni ancaman penyebaran konten intim non-konsensual berupa foto dan video korban atas dasar balas dendam.

Sexting, pengiriman gambar atau video pornografi kepada korban. Yang terakhir, morphing, yakni pengubahan suatu gambar atau video dengan tujuan merusak reputasi orang yang berada di dalam gambar atau video tersebut.

Baca Juga: Rifka Annisa: Kekerasan Seksual di Bantul Harus Ditangani Serius

Berdasar kasus-kasus yang masuk dalam laporan dan pemantauan, sambung Aminah, dari kesembilan bentuk KBGO tersebut Komnas Perempuan melihat ada empat pola KBGO yang penting sekali dikenali dan diwaspadai.

Kekerasan berbasis gender dari dunia nyata pindah ke maya. Pelecehan-pelecehan tanpa sentuhan fisik di dunia nyata seperti cat calling, sambung Siti Aminah mencontohkan, berpindah ke dunia maya dengan bentuk sexting, komentar yang melecehkan.

Pola selanjutnya, KBGO dijadikan sebagai pintu masuk untuk melakukan kekerasan terhadap perempuan secara offline. Pendekatan memperdaya korban dengan cyber grooming, mengacu pada laporan kasus yang diterima Komnas Perempuan, bermula dari berkenalan melalui media sosial facebook, berpacaran, berlanjut bertemu di dunia nyata yang kemudia korban mendapat kekerasan seksual paksaan, perkosaan.

Ketika hendak dilaporkan pelaku menghilang, tidak dapat dilacak.

Menurut Aminah, kasus ini banyak menimpa remaja. Cyber grooming dapat dicirikan berupa permintaan pelaku terhadap korban untuk melakukan aktivitas seksual dengan mengiriminkan foto dan video yang diikuti ancaman.

Pada kasus satu yang menimpa remaja di Kota Bandung, pelaku yang merupakan seorang guru menggunakan akun dengan nama berbeda di media sosial untuk berkomunikasi dengan korban. Pelaku memanfaatkan foto korban yang tidak mengenakan jilbab untuk mengintimidasi dan melakukan perkosaan di dunia nyata.

Load More