SuaraJabar.id - Pengamat Pariwisata Universitas Sanata Dharma, Ike Janita Dewi menyampaikan jika pandemi membuat masyarakat beradaptasi dengan hal baru, salah satunya adalah pengadaan Rapid Antigen sebagai syarat liburan akhir tahun. Dalam penanganan wabah, aspek kesehatan menjadi hal yang paling diperhatikan.
Namun, ternyata ada juga aspek-aspek lainnya yang ikut terdampak dari merebaknya virus corona, seperti yang ia bahas dari aspek ekonomi.
Dua daerah di Indonesia yang bergantung kepada pariwisata adalah Bali dan Jogjakarta. Dampak di sektor ekonomi untuk wilayah DIY sendiri mencapai angka 30%.
Jika ditambah dengan pendidikan, maka berdampak 60% dari perekonomian di Jogja. Pada triwulan ketiga sektor ekonomi mencapai minus 7%. Di bulan berikutnya saat wisatawan datang, kehidupan ekonomi bisa meningkat.
Baca Juga: Sempat Blokir Twitter Sandiaga Uno, Susi Pudjiastuti Sampaikan Pesan Ini
"Kalau kita melihat PDRB DIY itu sekitar Rp16 triliun. Jadi kalau sampai 60% itu jumlahnya cukup besar," ujar Ike dalam webinar yang dihelat Suara.com, Rabu (23/12/2020) kemarin.
Ia menilai pendekatan untuk menghadapi krisis ini harus multidimensi. Gerbong kesehatan dan ekonomi harus selaras. Awal tahun 2020 sendiri, Presiden Jokowi sempat menyampaikan jika pariwisata akan menjadi unggulan perekonomian Indonesia. Penghasil devisa sangat besar menggantikan minyak bumi dan gas, kelapa sawit dan tekstil. Namun, hal itu terjadi sebelum pandemi menyerang.
Dari wabah ini juga bisa dipelajari bahwa wisata merupakan salah satu sektor yang paling rentan dengan berbagai permasalahan. Misalnya permasalahan epidemi, bencana alam, dan gangguan keamanan. Ada juga beberapa hal atau skema yang Ike rumuskan untuk menghadapi situasi yang akan datang. Yakni, Indonesia belum memiliki skema dan mekanisme dalam mengatasi krisis kepariwisataan.
Strategi yang perlu dirumuskan untuk daerah yang mengandalkan sektor pariwisata di antaranya adalah, komunikasi dan koordinasi internal di daerah dan pemerintah pusat. Lalu, komunikasi pemasaran terpadu ke pasar konsumen dan bisnis. Kemudian respons cepat terhadap promosi penjualan, pengalihan pasar sasaran dan sebagainya. Terakhir, adalah mekanisme monitoring dan evaluasi strategi.
"Pasar ternyata bingung, baik pasar wisatawan maupun juga industri pariwisata ini sangat terguncang dengan kebijakan antigen yang sangat tiba-tiba," imbuh Ike.
Baca Juga: Nataru Saat Pandemi Covid-19, Uskup Agung Semarang Ajak Umatnya Bersyukur
Di Jogja sendiri, sejak beberapa hari sebelumnya tercatat ada 30% persen pembatalan dari pemesanan hotel yang sudah dibuat. Wisatawan mengalami kesulitan untuk mencari tempat rapid antigen. Ada antrian panjang dalam beberapa tempat yang menyediakan layanan itu. Ike juga menilai adanya respon dan komunikasi yang sangat lambat. Misalnya saja, wisatawan yang sudah sampai di hotel tapi tidak bisa diterima karena harus rapid antigen.
Namun, Ike juga memberikan apresiasi kepada Kemenparekraf yang sudah memberikan program yang sistematis untuk menerapkan Clenaliness, Helath, Safety + Environment Sustainability(CHSE). Dalam era new normal, metode CHSE tersebut yang paling utama untuk diperhatikan. Pilihan konsumen akan didasarkan pada kapabilitas untuk menerapkan CHSE secara konsisten. Metode itu jadi modal utama untuk membangun kepercayaan diri pasar.
Permasalahannya, seorang wisatawan tidak hanya diam di satu tempat saja. Ia berkunjung ke tempat wisata, tempat makan, bandara, penginapan dan sebagainya. Untuk itu, seluruh titik perjumpaan harus konsisten menerapkan CHSE. Menurut Ike, yang justru sulit untuk ditertibkan adalah kuliner-kuliner yang ada di pinggir jalan. Masa new normal ini adalah fase untuk menunggu hingga syarat rapid test atau swab ini menjadi hal yang biasa.
"Saya sampaikan untuk industri pariwisata harus siap dengan syarat yang demikian," tukasnya.
Namun, khusus untuk Bali harus menggunakan syarat berpergian berupa hasil swab negatif. Hal tersebut, disampaikan Ike sebab wilayah Bali ingin bisa segera membuka diri untuk wisatawan mancanegara. Untuk itu, ada dua hal yang harus diperhatikan. Yakni angka penularan di Bali harus menurun. Kedua, mau tidak mau, Bali harus menyertakan syarat swab.
Industri pariwisata atau perhotelan pada umumnya mau tidak mau harus ada perubahan model bisnis untuk strategi operasional bisnis. Misalnya saja ada peran teknologi, inovasi dan efisiensi bisnis pariwisata. Selanjutnya Ike melihat di Indonesia ada beberapa langkah strategi pemulihan pariwsiata yang diterapkan pemerintah. Permulihan pertama yang menjangkau pasar lokal dan wisata nusantara sejak Juli hingga Desember.
- 1
- 2
Berita Terkait
Tag
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Sekaliber Avanza tapi Jauh Lebih Nyaman, Kabin Lega, lho!
- 4 Mobil Bekas Termurah: Tahun Muda Banget, Harga Kisaran Rp90 Jutaan
- 5 Rekomendasi Skincare Hanasui Untuk Usia 50 Tahun ke Atas: Wajah Cerah, Cuma Modal Rp20 Ribuan
- Infinix Hot 60i Resmi Debut, HP Murah Sejutaan Ini Bawa Memori 256 GB
- 5 Pilihan HP Xiaomi Termurah Rp1 Jutaan: Duet RAM GB dan Memori 256 GB, Performa Oke
Pilihan
-
AION UT Sudah Mulai Unjuk Gigi di Indonesia
-
5 Rekomendasi Sepatu Lari Brand Lokal Rp500 Ribuan, Handal untuk Jarak Jauh
-
Buat Prabowo Terdiam saat Berpidato di Groundbreaking Pabrik Baterai EV, Siapa Tomy Winata?
-
Usai Peringkat Daya Saing RI Anjlok, Pemerintah Lakukan Deregulasi Kebijakan di Sektor Perdagangan
-
Pyridam Farma Rombak Total Deretan Para Petinggi
Terkini
-
Waspada! Gempa Lembang Tak Picu Peningkatan Aktivitas, Tapi Tangkuban Parahu Simpan Potensi Erupsi
-
Perpindahan Halte TransJabodetabek ke Botani Square: DPRD Jabar Desak Kesiapan Penuh
-
AgenBRILink Jadi Ujung Tombak Inklusi Keuangan BRI
-
Didukung BRI, Casa Grata Bawa Camilan UMKM ke Pasar Global
-
Fortune SEA 500: BRI Jadi Institusi Keuangan Teratas di Indonesia