Scroll untuk membaca artikel
Suhardiman
Sabtu, 13 Maret 2021 | 11:50 WIB
Sobana (60) tengah mengukus ikan pindang. [Suara.com/Ferrye Bangkit Rizki]

SuaraJabar.id - Warga Kampung Awilarangan, RW 08, Desa Mekarmukti, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat (KBB) masih setia dengan usaha pembuatan ikan pindang yang sudah turun-temurun dilakoni.

Usaha tersebut sudah digeluti ratusan warga yang hingga kini tetap bertahan dan menjadi penopang perekonomian warga. Bukan hanya untuk sekedar bertahan hidup, tapi mencari cuan lebih untuk kebutuhan lainnya. Terkhusus kebutuhan sekolah anak-anak mereka.

Keindahan panorama alam dari sawah dan berjejeran pohon kelapa menjadi pembuka saat memasuki kawasan sentra pembuatan pindang di wilayah tersebut. Mendekati area Kampung Awilarangan, ada petunjuk bertuliskan 'Sentra UMKM Pembuatan Ikan Pindang.

Mendekati Kampung Awilarangan, aroma menggugah dari berbagai jenis ikan yang dikukus warga mulai tercium. Aroma itulah yang menjadi pertanda bahwa geliat perekonomian di sentra pembuatan ikan pindang masih berputar meski dihantam pandemi Covid-19.

Baca Juga: Kubu Moeldoko akan Laporkan Andi Mallarangeng ke Polda Metro Hari Ini

Aroma ikan pindang tercium dari lapak milik Sobana (60) yang sudah 30 tahun menggeluti usaha pembuatan pindang. Saat disambangi, ia mulai mengukus ikan bandengnya. Sementara anggota keluarganya turut membantu dengan membersihkan hingga membumbui ikan.

"Iya kalau saya sudah 30 tahunan bikin sama jualan ikan pindang," kata Sobana.

Aroma wangi itu ternyata bukan hanya berasal dari ikan pindang, tapi juga berasal dari aneka bumbu khas yang menjadi resep rahasia para pedagang.

Aroma itu sangat kentara menggoda rasa lapar, lantaran keluar dari ratusan pemilik usaha di kampung tersebut.

Ada berbagai jenis ikan yang ia produksi untuk menjadi pindang. Seperti ikan bandeng, bawal, tongkol, hingga ikan mas. Dari ikan-ikan tersebutlah Sobana bisa menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya.

Baca Juga: Lamaran Diserahkan ke Aurel, Konsep Akad Nikah Dipegang Atta Halilintar

Produksi ikan pindah dimulai sejak malam, dengan membeli berbagai ikan dari Pasar Induk Caringin, Kota Bandung. Setelah ikan itu sampai di Kampung Awilarangan, langsung dibersihkan. Hampir semua keluarganya turut membantu.

Setelah kotoran dalam ikan dibersihkan, berbagai ikan pindang ditaburi berbagai bumbu. Terkhusus ikan bandeng, hanya ditaburi garam. Setelah itu, ikan dikukus pada tungku api sejak pukul 09.00-17.00 WIB.

Setelah matang, keesokan harinya pindang-pindang tersebut langsung dijual ke berbagai daerah. Seperti Gununghalu, Padalarang, Cililin dan sebagainya. Di sentra itu, pembuatan ikan hanya dilakukan tiga kali dalam seminggu. Yakni Rabu, Jumat dan Minggu.

"Saya jualnya keliling. Harganya ada yang Rp 3-5 ribu per ekor. Kadang habis, kadang juga nggak," ujar Sobana.

Setiap kali produksi, ia membeli sekitar 30 kilogram ikan sebagai bahan dasar. Dari puluhan ikan yang dibuatnya, Rata-rata ia bisa mendapatkan cuan sekitar 400 ribu setiap pekannya.

"Kalau saya cuma dua kali produksi dalam seminggu," ucapnya.

Warga Kampung Awilarangan bertekad, usaha turun temurun itu akan dipertahankan. Mereka turut melibatkan keluarganya, termasuk anak-anaknya yang secara tidak langsung diajarkan untuk membuat ikan pindang.

Salah satunya Anisa Andaresa. Dara berusia 17 tahun itu mengaku sejak lulus SMA langsung membantu orang tuanya untuk membuat ikan pindang.

Tanpa rasa malu, ia dengan luwesnya melakukan berbagai tahapan hingga ikan pindang matang dan bisa dijual.

"Pas lulus sekolah langsung bantuin orang tua, gak nyoba nyari kerja lagi," ujarnya.

Ketua RW 08, Desa Mekarmutki, Iwan Awaludin mengatakan, usaha sentra pembuatan ikan pindang di wilayahnya sudah ada sejak tahun 1970-an. Hingga saat ini tercatat ada sekitar 200 warganya menggeluti usaha pembuatan pindang.

"Yang dagang sekarang memang penerus semua. Ada sekitar 200 pedagang," terangnya.

Saat ini para pedagang tengah menghadapi kendala dimana harga ikan di Pasar Induk Caringin tengah naik. Seperti ikan mas yang biasanya dibawah Rp 20 ribu per kilogram, kini naik menjadi Rp 28 ribu.

"Harapannya ya pemerintah bisa mencarikan solusi, soalnya kalau harganya mahal terus jadi susah laku," tukasnya.

Kontributor : Ferrye Bangkit Rizki

Load More