SuaraJabar.id - Warga Kampung Awilarangan, RW 08, Desa Mekarmukti, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat (KBB) masih setia dengan usaha pembuatan ikan pindang yang sudah turun-temurun dilakoni.
Usaha tersebut sudah digeluti ratusan warga yang hingga kini tetap bertahan dan menjadi penopang perekonomian warga. Bukan hanya untuk sekedar bertahan hidup, tapi mencari cuan lebih untuk kebutuhan lainnya. Terkhusus kebutuhan sekolah anak-anak mereka.
Keindahan panorama alam dari sawah dan berjejeran pohon kelapa menjadi pembuka saat memasuki kawasan sentra pembuatan pindang di wilayah tersebut. Mendekati area Kampung Awilarangan, ada petunjuk bertuliskan 'Sentra UMKM Pembuatan Ikan Pindang.
Mendekati Kampung Awilarangan, aroma menggugah dari berbagai jenis ikan yang dikukus warga mulai tercium. Aroma itulah yang menjadi pertanda bahwa geliat perekonomian di sentra pembuatan ikan pindang masih berputar meski dihantam pandemi Covid-19.
Aroma ikan pindang tercium dari lapak milik Sobana (60) yang sudah 30 tahun menggeluti usaha pembuatan pindang. Saat disambangi, ia mulai mengukus ikan bandengnya. Sementara anggota keluarganya turut membantu dengan membersihkan hingga membumbui ikan.
"Iya kalau saya sudah 30 tahunan bikin sama jualan ikan pindang," kata Sobana.
Aroma wangi itu ternyata bukan hanya berasal dari ikan pindang, tapi juga berasal dari aneka bumbu khas yang menjadi resep rahasia para pedagang.
Aroma itu sangat kentara menggoda rasa lapar, lantaran keluar dari ratusan pemilik usaha di kampung tersebut.
Ada berbagai jenis ikan yang ia produksi untuk menjadi pindang. Seperti ikan bandeng, bawal, tongkol, hingga ikan mas. Dari ikan-ikan tersebutlah Sobana bisa menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya.
Baca Juga: Kubu Moeldoko akan Laporkan Andi Mallarangeng ke Polda Metro Hari Ini
Produksi ikan pindah dimulai sejak malam, dengan membeli berbagai ikan dari Pasar Induk Caringin, Kota Bandung. Setelah ikan itu sampai di Kampung Awilarangan, langsung dibersihkan. Hampir semua keluarganya turut membantu.
Setelah kotoran dalam ikan dibersihkan, berbagai ikan pindang ditaburi berbagai bumbu. Terkhusus ikan bandeng, hanya ditaburi garam. Setelah itu, ikan dikukus pada tungku api sejak pukul 09.00-17.00 WIB.
Setelah matang, keesokan harinya pindang-pindang tersebut langsung dijual ke berbagai daerah. Seperti Gununghalu, Padalarang, Cililin dan sebagainya. Di sentra itu, pembuatan ikan hanya dilakukan tiga kali dalam seminggu. Yakni Rabu, Jumat dan Minggu.
"Saya jualnya keliling. Harganya ada yang Rp 3-5 ribu per ekor. Kadang habis, kadang juga nggak," ujar Sobana.
Setiap kali produksi, ia membeli sekitar 30 kilogram ikan sebagai bahan dasar. Dari puluhan ikan yang dibuatnya, Rata-rata ia bisa mendapatkan cuan sekitar 400 ribu setiap pekannya.
"Kalau saya cuma dua kali produksi dalam seminggu," ucapnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pendidikan Gustika Hatta, Pantas Berani Sebut Indonesia Dipimpin Penculik dan Anak Haram Konstitusi
- Gebrak Meja Polemik Royalti, Menkumham Perintahkan Audit Total LMKN dan LMK!
- Detik-Detik Pengumuman Hasil Tes DNA: Ridwan Kamil Siap Terima Takdir, Lisa Mariana Tetap Yakin
- Kasih Kode Mau Bela Timnas Indonesia, Ryan Flamingo Kadung Janji dengan Ibunda
- Putrinya Bukan Darah Daging Ridwan Kamil, Lisa Mariana: Berarti Anak Tuyul
Pilihan
-
7 Rekomendasi HP Gaming Rp 2 Jutaan RAM 8 GB Terbaru Agustus 2025, Murah Performa Lancar
-
Neraca Pembayaran RI Minus Rp109 Triliun, Biang Keroknya Defisit Transaksi Berjalan
-
Kak Ros dan Realita Pahit Generasi Sandwich
-
Immanuel Ebenezer: Saya Lebih Baik Kehilangan Jabatan
-
Emas Antam Menggila, Harga Naik Kembali ke Rp 1,9 Juta per Gram
Terkini
-
IHR-Merdeka Cup 2025, Penonton Bakal Nikmati Kejuaraan Berkuda di Track Tepi Pantai Pangandaran
-
Dari Kurir Jadi Juragan! Dua Warga Bandung Raup Omzet Ratusan Juta
-
KRL Lumpuh Total Dihantam Gempa Bekasi: 5 Fakta Menegangkan di Balik Normalisasi Cepat
-
Cerita di Balik Layar Pemulihan KRL Usai Gempa Bekasi: Hujan Deras Tak Hentikan Kami
-
Warisan Proyek Mangkrak di Meja Dedi Mulyadi, Sanggupkah Akhiri Kutukan 10 Tahun TPPAS Lulut Nambo?