Scroll untuk membaca artikel
Suhardiman
Jum'at, 24 September 2021 | 15:36 WIB
Warga Kampung Jajaway Desa Nangerang, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat (KBB) membawa gong besar yang akan dimandikan. [Ist]

SuaraJabar.id - Bagi masyarakat Kampung Jajaway, Desa Nangerang, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat (KBB), melestarikan ritual tradisional merupakan bagian tak terpisahkan. Seperti melestarikan Ngamandian Goong Si Beser.

Ngamandian Goong atau memandikan gong merupakan ritual meminta hujan tatkala kemarau panjang melanda. Biasanya upacara Ngamandian Goong ini diawali pawai membawa alat musik Goong Si Beser ke Mata air Tarengtong di Kawasan Desa Nangerang.

Setelah sampai di lokasi mata air, sesepuh akan memandikan gong tersebut, lalu alat musik itu ditabuh dengan beberapa pukulan. Warga lalu menggelar salat istisqa dan bermunajat meminta hujan. Upaya tersebut akan diakhiri dengan makan tumpeng bersama.

"Upacara ini digelar hanya saat kemarau panjang kalau melebihi 3-4 bulan tak hujan. Dengan ditabuhnya gong semoga hujan bisa segera turun," kataa Undang (45), tokoh masyarakat Kampung Jajaway, belum lama ini.

Baca Juga: Play-off Kualifikasi Piala Asia 2023: Timnas Indonesia Hadapi Taiwan di Thailand

Gong yang dimandikan bukan gong biasa. Namun merupakan peninggalan sesepuh di kampung tersebut. Turun temurun Goong Si Beser tetap sama dan disimpan oleh sesepuh.

"Jadi gong-nya khusus dan diwariskan dari sesepuh. Gak bisa sembarangan mau mukulnya juga, harus upacara dulu," katanya.

Ritual Ngamandian Goong Si Beser sendiri tak terpisahkan dari kesenian tradisional angklung buncis. Sebab, mulai dari awal hingga akhir rangkaian ucapan ini diiringi tetabuhan musik angklung dan dogdog.

Angklung Buhun Buncis kampung Jajaway ini hanya memiliki nada-nada arkaik, yaitu nada pentatonik (da, mi, na, ti, la, da). Berbeda dengan angklung modern yang telah memiliki nada Do, Re, Mi, Fa, So, La, Si, Do.

Angklung buncis sendiri adalah salah satu jenis variasi kesenian dari alat musik angklung. Istilah buncis berasal dari satu teks lagu yang terdapat dalam kesenian buncis dan memiliki lirik "cis kacang buncis nyengcle". Sehingga masyarakat saat itu menyebut kesenian ini angklung buncis.

Baca Juga: Link Net Terus Lakukan Berbagai Upaya dan Optimalisasi Layanan

"Selain buncis, angklung ini juga bisa memainkan lagu-lagu lain seperti gula tutung, ringgong, oyong-oyong bangkong, dan bapak tani," kata Undang.

Selain perbedaan jenis suara, angklung Buncis dari Jajaway juga memiliki keunikan dari bahan bambu yang dipakai. Jika biasanya angklung dibuat dari bambu hitam, Angklung Buncis dibuat dar bambu ater atau buluh jawa.

"Sebetulnya kalau dulu tak hanya dimainkan untuk Ngamandian Goong Si Beser. Tapi ritual lain seperti saat mau menanam padi, panen raya, nikahan, hingga Nyunatan budak," jelasnya.

Diajukan Warisan Tak Benda

Kepala Seksi Bina Budaya pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan KBB, Hernandi Tismara mengatakan, apresiasi masyarakat terhadap Upacara Ngamandian Goong Sibeser sangat besar.

Hal itu bisa dilihat dari proses awal pelaksanaan ritual ini, ada unsur hiburan berupa arak-arakan yang diiringi seni buhun angklung buncis.

"Proses hiburan berlangsung dari lapangan tempat berkumpulnya masyarakat sampai ke tempat upacara di pancuran tarengtong. Tarengtong adalah sungai kecil di kaki Gunung Buninagara, letaknya di Pasir Sumeja," katanya.

Upacara Ngamandian Goong Sibeser ini pertama kali digagas oleh Embah Kaliman sebagai leluhur masyarakat Kampung Jajaway agar tanah menjadi subur dengan datangnya air.

"Kalau berdasarkan penjelasan tokoh masyarakat setempat bernama Abah Unar, Embah Kaliman adalah keturunan Eyang Adipatiukur, yaitu Kepala Pemerintahan di Tanah Ukur Batu Layang," katanya.

Embah Kaliman sebagai tokoh yang sengaja tinggal di Kampung Jajaway. Penggunaan kata Jajaway yang berarti nama sebuah pohon yang ada di Kampung Jajaway.

"Pelaksanaan Upacara Ngamandian Goong Sibeser telah ada sejak zaman dulu," tuturnya.

Untuk melestarikan budaya ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan telah mendaftar tradisi ini sebagai warisan budaya tak benda milik Bandung Barat. Agar dukungan anggaran untuk pelestarian juga bisa optimal.

"Kita sudah ajukan sudah sejak lama, tinggal menunggu sidang pleno di Kemendikbud saja, kalau provinsi sudah," tukasnya.

Kontributor : Ferrye Bangkit Rizki

Load More