Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Senin, 18 Oktober 2021 | 19:05 WIB
ILUSTRASI - Suasana ruang kerja jasa Pinjol Ilegal usai penggerebekan oleh Dit Reskrimsus Polda Metro Jaya di Cipondoh, Tangerang, Banten, Kamis (14/10/2021). [Antara/Muhammad Iqbal]

SuaraJabar.id - Seorang warga Kota Cimahi berinisial NA (45) menceritakan kisah kelamnya ketika terjebak financial technology peer to peer lending (fintech P2P lending) atau dikenal pinjaman online (pinjol).

NA mulai berurusan dengan jasa pinjol ilegal awal November 2020. Saat itu ia butuh uang cepat namun dengan syarat mudah. NA pun mendapat masukan dari temannya untuk mencoba pinjaman lewat aplikasi online.

"Waktu itu dikasih tau temen, saya lihat syaratnya mudah. Ya sudah saya pinjem," kata NA saat dihubungi Suara.com pada Senin (18/10/2021).

Ketika itu ia sama sekali tak berfikir risiko yang akan ditanggungnya. Semula NA meminjam uang sebesar Rp 1.500.000. Itupun tidak cair 100 persen, melainkan hanya cair Rp 1.050.000 saja.

Baca Juga: Ini Tips dari Pakar TI UGM Agar Data Pribadi Kamu Terhindar dari Pencurian Aplikasi Pinjol

Sejak saat itu hidupnya mulai resah dan tidak tenang. Sebab, baru saja tiga hari meminjam uang lewat aplikasi pinjol ilegal, NA sudah dihantui jaguh tempo pembayaran.

Polisi menunjukkan foto para tersangka pinjol ilegal yang ditangkap dari sebuah kantor pinjol ilegal di DIY Yogyakarta beberapa hari yang lalu. [Suara.com/Cesar Yudistira]

"Jadi tiga hari mau ke jatuh tempo sudah diteror. Jadi terjebak sama tempo pembayaran itu," ucap NA.

NA pun mulai kelimpungan untuk pembayaran uang pinjol tersebut dengan bunganya cukup besar. Ia pun akhirnya mengunduh aplikasi pinjol lainnya untuk menutupi pinjaman ke aplikasi sebelumnya.

Total ada sekitar 12 aplikasi pinjol yang diunduh NA untuk meminjau uang untuk menutupi pembayaran jatuh tempo. Dari setiap pinjol, rata-rata ia meminjam Rp 1.000.000 - 1.500.000. Totalnya dalam seminggu ia harus membayar bunga sekitar 30 persen.

Ia mencontohkan, misalnya ia meminjam uang dari satu pinjol ilegal sekitar Rp 1.000.000. Namun yang cair hanya sekitar Rp 600.000. Namun kenyataannya NA tetap harus membayar sesuai pinjaman Rp 1.000.000, dengan alasan untuk biaya administrasi dan bunga

Baca Juga: Banyak Warga DIY Jadi Korban Pinjol Ilegal, Ini Pesan Sri Sultan HB X

"Rata-rata minjem buat pinjol ini, buat bayar pinjol yang satunya lagi. Sisa sedikit kadang dipake, kadang disimpen buat pembayaran berikutnya," katanya.

Namun semakin banyak pinjol yang digunakannya untuk meminjam uang ternyata semakin membuatnya tidak tenang. Apalagi ketika saat jatuh tempo, namun NA tak kunjung membayarnya.

Debt collector online pun mulai menerornya. Ia tak terlalu masalah jika hanya nomor ponselnya yang diteror. Namun ternyata bukan hanya NA yang mendapat perlakuan tak mengenakan, malainkan menyasar keluarga dan teman-temannya.

Bahasa yang keluar dari debt collector pinjol itupun sungguh tidak manusiawi. Menurut NA sangat kasar dan tidak pantas untuk diucapkan. Terkhusus kepada istri dan orang tuanya yang tidak tahu apa-apa.

"Nerornya sambil ngancam dan menghina keluarga saya. Kasar dan gak pantas, sangat keterlaluan," sebutnya.

NA sudah sangat tidak tahan dengan permasalahan yang dialaminya. Ia tak tahu lagi bagaimana cara untuk mengakhirinya. NA pun memutuskan untuk mencari pinjaman kepada teman-temannya untuk melunasi semua utang pinjaman online itu.

"Kalau ditotalkan itu saya harus bayar Rp 23 juta untuk semua pinjol. Tapi saya hanya bayar Rp 8 kita untuk sekitar 5 pinjol. Sisanya saya gak bayar, saya langsung ganti nomor," bebernya.

Ketika mendapat informasi ada pinjol ilegal dibongkar polisi, NA pun merasa senang. Namun dirinya berharap, penindakan terhadap pinjol tidak berhenti sampai di sini saja.

Kontributor : Ferrye Bangkit Rizki

Load More