SuaraJabar.id - Aktivitas kegempaan di Gunung Tangkuban Parahu menunjukkan peningkatan signifikan dalam beberapa hari terakhir. Puncaknya, pada 1 Juli 2025, Badan Geologi Kementerian ESDM mencatat terjadi 130 kali gempa frekuensi rendah (Low Frequency/LF), menjadi angka tertinggi dalam kurun empat hari terakhir.
Kendati demikian, status aktivitas gunung api yang terletak di perbatasan Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Subang ini masih berada pada Level I (Normal).
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, menyampaikan bahwa lonjakan aktivitas kegempaan perlu menjadi perhatian, meski belum menandakan potensi erupsi magmatik.
Tren peningkatan gempa tercatat sejak 28 Juni 2025 sebanyak 84 kali, kemudian naik menjadi 87 kali pada 29 Juni, dan kembali meningkat menjadi 90 kali pada 30 Juni dengan amplitudo 4–34 mm dan durasi 11–25 detik.
“Pada 1 Juli saja, tercatat 130 gempa frekuensi rendah. Selain itu juga terjadi 11 kali gempa hembusan, serta tremor menerus dengan amplitudo 0,5 – 1,5 mm,” ujar Wafid dikutip dari ANTARA pada Rabu (2/7/2025).
Gempa frekuensi rendah ini umumnya berasosiasi dengan pergerakan fluida di bawah permukaan, dalam hal ini berkaitan erat dengan aktivitas bualan lumpur yang masih terus berlangsung di Kawah Ratu.
Meski intensitasnya menurun, area bualan lumpur yang terbentuk sejak 5 Juni 2025 masih sama luasnya.
Sementara itu, pengamatan deformasi permukaan menggunakan metode GNSS dan Tiltmeter menunjukkan kondisi stabil tanpa adanya perubahan signifikan.
Namun, pemantauan dengan metode EDM (Electronic Distance Measurement) memperlihatkan indikasi inflasi, yang berarti adanya akumulasi tekanan di kedalaman dangkal.
Baca Juga: Terletak di Kaki Gunung Tangkuban Parahu, SD Negeri Ini Sudah Dua Tahun Tak Punya Siswa Baru
Hembusan Asap dan Aktivitas Permukaan
Secara visual, Gunung Tangkuban Parahu memperlihatkan aktivitas berupa hembusan asap putih tipis hingga sedang dengan ketinggian 20–130 meter dari dasar Kawah Ratu dan 5–10 meter dari Kawah Ecoma.
Tekanan asap tercatat lemah hingga sedang. Manifestasi permukaan ini, menurut Wafid, belum mengarah pada peningkatan aktivitas vulkanik yang mengkhawatirkan.
Namun, potensi erupsi freatik tetap harus diwaspadai karena dapat terjadi secara tiba-tiba tanpa gejala yang jelas, akibat tekanan uap air yang terperangkap dan dilepaskan secara eksplosif. Hal inilah yang membedakan dengan erupsi magmatik yang biasanya didahului oleh peningkatan aktivitas vulkanik.
"Potensi erupsi freatik tetap ada dan bisa terjadi tanpa tanda-tanda awal yang jelas. Ini yang perlu diperhatikan oleh masyarakat dan wisatawan," tegas Wafid.
Pemantauan Gas dan Gempa Bumi
- 1
- 2
Berita Terkait
Terpopuler
- Eks Pimpinan KPK: Ustaz Khalid Basalamah Bukan Saksi Ahli, Tapi Terlibat Fakta Kuota Haji
- Jahatnya Sepak Bola Indonesia, Dua Pemain Bidikan Persija Ditikung di Menit Akhir
- 5 Rekomendasi HP Infinix RAM 8 GB Mulai Rp1 Jutaan: Layar AMOLED, Resolusi Kamera Tinggi
- 45 Kode Redeem FF Terbaru 30 Juni: Ada Emote Keren dan Bundle Menarik
- Siapa Lionel de Troy? Calon Bintang Timnas Indonesia U-17, Junior Emil Audero
Pilihan
-
5 Sepatu Lokal Mulai Rp50 Ribuan yang Wajib Dikoleksi, Modis buat Tunjang Aktivitas
-
5 Sepatu Lari Lokal Mulai Rp100 Ribuan, Tampil Stylish Bikin Olahraga Jadi Trendi
-
Demo Zero ODOL, Menko Airlangga: Semua Aspirasi Kita Tampung!
-
Gara-gara Keributan Antar Kampung, Sekolah di Mataram Ini Hanya Dapat 2 Siswa
-
PMI Manufaktur RI Anjlok, Menko Airlangga: Industriawan Lagi Pesimistis!
Terkini
-
Gempa Frekuensi Rendah di Tangkuban Parahu Tembus Rekor: Aktivitas Masih Normal
-
Hadapi Ancaman Sesar Aktif, Warga Kabandungan Dilatih Penyelamatan Diri dari Gempa Bumi
-
7 Link DANA Kaget Terbaru Hari Ini, Simak Cara Raih Saldo DANA Gratis Cuma Tinggal 'Klik'
-
DANA Kaget Kembali Hadir, Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Hari Ini, 1 Juli 2025
-
Dedi Mulyadi Jamin Utang BPJS Kesehatan Jabar Rp335 Miliar Beres di APBD Perubahan 2025