Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Kamis, 27 Januari 2022 | 18:45 WIB
Pekerja dengan alat berat menyelesaikan pengerjaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) Tunnel 2 di Desa Bunder, Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Kamis (27/1/2021). [Suara.com/Angga Budhiyanto]

SuaraJabar.id - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat memandang proyek-proyek strategis nasional (PSN) yang dicanangkan di Jabar bisa jadi bakal biang kerusakan lingkungan dan konflik sosial baru.

Ancaman alih fungsi lahan produktif pertanian, berkurangnya kawasan hutan, matinya sumber mata air atau hilangnya wilayah tangkapan air, hingga pencemaran akibat perluasan industri menjadi daftar sisi borok proyek pembangunan yang dapat terjadi di kemudian hari.

Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Jabar, Wahyudin mencatat beberapa PSN yang dimaksud di antaranya 12 proyek jalan tol, 2 pelabuhan, 5 jalur kereta, 6 bendungan dan 1 tanggul pantai.

Beragam proyek itu disebut akan menyedot kebutuhan bahan baku yang akan mengarah pada maraknya aktivitas pertambangan. PSN dinilai bakal mendominasi eksploitasi dan ekstraksi sumber daya alam di Jabar.

Baca Juga: Intip Pengerjaan Proyek Tunnel 1 Halim Kereta Cepat Jakarta-Bandung

"Upaya pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi sangat luar biasa, tapi itu tidak seiring atau sebanding dengan upaya pelestarian dan pemulihan lingkungan, padahal itu penting dilakukan pemerintah," kata Wahyudin kepada Suara.com, Kamis (27/1/2022).

Pembangunan infrastruktur yang masif bisa berkonsekuensi mempercepat laju kerusakan lingkungan hidup.

Dalam sebuah proyek pembangunan, menurut Wahyudin, aspek lingkungan hidup kerap hanya dijadikan syarat formalitas saja.

Masalah besar lainnya adalah potensi konflik sosial baru akibat perebutan ruang-ruang hidup masyarakat. Padahal hingga kini masih banyak konflik sosial yang belum terselesaikan.

"Misalnya, permasalahan KCIC di Bandung Barat, pertambangan di Bogor, di Sukabumi. Terus, Cirebon-Indramayu masalah PLTU dan misalnya di Pelabuhan Patimban, PLTGU Karawang, dan lainnya," katanya.

Baca Juga: Eksploitasi Energi untuk Tren Fashion

Wahyudin juga mempertanyakan, apakah PSN benar-benar untuk kepentingan rakyat secara luas atau hanya yang menguntungkan golongan-golongan tertentu. Ia menegaskan, kebijakan maupun pembangunan itu harus mengedepankan kepentingan rakyat dan lingkungan.

"Jangan hanya golongan tertentu atau oligarki nasional maupun lokal," katanya.

Sengkarut lain, soal peran dan fungsi pemerintah provinsi. Menurut Wahyudin, aspek otonomi daerah itu seolah tak berfungsi.

Dalam konteks PSN, pemerintah daerah seperti tak mampu mengontrol wilayahnya dan hanya jadi perpanjangan tangan pemerintah pusat semata. Wahyudin menyebut, semua berjalan secara instruksional, tak ada daya tawar lain.

"Apalagi sekarang beberapa kebijakan dipindahkan ke nasional, itu keliru karena akses yang dekat untuk mengontrol itu daerah bukan pemerintah pusat. Itu sangat keliru. Artinya, peran pemerintah provinsi atau daerah tidak cukup signifikan. Tidak semua program harus di-iya-kan," katanya.

Kontributor : M Dikdik RA

Load More